AUTHOR POV
BUK!
BUK!
BUK!
"Sial ... sial ... siaaaalllll..."
Thea meninju samsak di hadapannya dengan penuh kekesalan. Dalam penglihatannya, samsak itu berubah menjadi sosok sang ayah ataupun paman Robin. Dia terus berteriak, tidak perduli suaranya akan habis, intinya dia sangat kesal.
Dan beruntung, kamar ini kedap suara.
BUK!
Kali ini Thea bukan memukul samsak, tapi melempar wig pendek ke samsak di depannya.
Ya, Wig. Tentu saja.
Memang benar Thea ingin memotong rambutnya. Tapi bayang-bayang itu muncul. Bayang-bayang sang ibu yang selalu mengelus rambutnya saat sore hari di taman belakang rumah-saat Thea kecil tentu saja.
Thea tidak suka rambut pendek karena usapan tangan ibu di kepalanya jadi sebentar. Maka dari itu, Thea tidak pernah memotong rambutnya hingga batas pundak. Hanya 10 cm paling panjang untuk digunting.
Dan Thea langsung ingat saat perayaan Halloween 5 tahun lalu. Saat itu Jul memberinya wig sebagai pelengkap kostum. Menurutnya, Thea dengan rambut pendek sama saja melihat hantu memakai behel pelangi.
Mengerikan.
Tanpa pikir panjang, Thea membuang gunting di tangan dan memakai wig dengan teliti. Agar benar-benar terlihat seperti rambut asli.
Thea kehilangan tenaga, menjatuhkan dirinya ke kasur cadangan berbentuk beruang besar-sangat besar. Diacak-acaknya rambut sampai tidak terlihat seperti rambut.
"Ibu, bawa aku bersamamu." Gumam Thea lirih.
Thea menoleh ke nakas, memandangi sebuah bingkai kecil yang diisi foto 2 anak gadis. Dia dan kakaknya. Si gadis yang paling besar dan lebih tinggi merangkul anak kecil yang memakan permen loli. Disana, mereka terlihat bahagia.
Ingatannya lagi-lagi terlempar ke masa lalu. Kakaknya-Tiffany memutuskan untuk pergi dari rumah setelah setahun kepergian ibu mereka. Sebelum itu terjadi, malamnya Tiff dan ayah bertengkar hebat.
Thea tidak tahu mereka mendebatkan hal apa karena Tiff melarangnya atau membentaknya untuk keluar kamar. Tiff membentaknya. Tidak pernah sekalipun Tiff membentak Thea, walau senakal apapun dirinya.
Tiff akan selalu menanggapinya dengan senyuman sayang atau mengelitikinya.
Keesokan hari, dia tidak menemukan Tiff dimanapun juga. Thea menangis meraung-raung mencari sampai kesudut terkecil komplek. Dan nihil.
Tiff hanya meninggalkan surat perpisahan, dan mengatakan untuk tidak mencarinya. Thea harus berjanji untuk tekun belajar agar prestasinya selalu menjadi yang pertama di sekolah. Hanya itu yang Tiff minta. Thea hanya bisa mengikuti permintaan sang kakak.
Pihak sekolah selalu berpikir 2 kali jika ingin mengeluarkannya. Dia selalu membuat kasus, tapi prestasinya dibidang non/akademi tak pernah terkalahkan.
Thea menyalahkan ayahnya atas semua kehidupan rusaknya. Ayahnya merasa bahwa dia yang paling sengsara atas kematian ibu, padahal Thea dan Tiff juga merasakan hal yang sama. Kehilangan ibu yang dicintai bukanlah sesuatu yang mudah.
Ayah mencoba menghilangkan rasa frustasi dengan mabuk dan bermain perempuan. Thea tidak heran dengan tipe ibu barunya sekarang ini.
Sekarang Thea tahu, apa penyebab Tiff dan Ayah bertengkar hingga kakaknya memutuskan pergi meninggalkannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Best Luck
FanfictionSamantha Avery Lucan atau Thea merasa sial karena diumurnya yang ke 19, dia harus menikah dengan om-om yang sudah mempunyai 2 istri. Dia melakukan segala cara termasuk dengan memotong rambutnya menjadi sangat pendek agar om-om tengil itu berubah pik...