Playlist : Naked - James Arthur
Hari ini terlalu cerah untuk jiwa yang gloomy seperti Thea. Dia mengerang dan mendesah, dalam artian kesal, saat Alvar membangunkannya pagi ini.
"Kakakmu jadi datang tidak? Aku ada rapat pagi," ucap pria itu sebelum mengecup keningnya dan meninggalkannya dengan ranjang yang mulai mendingin.
Tadinya dia masih akan seperti itu sampai setidaknya dua jam kedepan, jika saja Daniel tidak merengek minta dimasakkan sarapan. Tanpa mandi—bahkan membasuh wajah—Thea melakukannya, membuatkan salad dengan bahan tiga macam tomat dicampur mayo dan heavy cream dan segelas susu kedelai untuk anaknya. Lalu kembali tidur.
Daniel tidak lagi merecokinya, dan akhirnya mata Thea terpejam untuk waktu yang cukup lama. Namun baginya, itu seperti baru terjadi sekitar tigapuluh menit yang lalu sebelum tubuhnya berguncang keras dan pantatnya ditepuk berulang kali hingga pasti akan meninggalkan bekas kemerahan.
"Astaga! Yang seperti ini mau menjadi ibu? Yang benar saja! Jangan bercanda denganku!" Tiffany berdecak tiada henti melihat kelakuan adiknya. Sekarang sudah jam 11 siang dan Daniel sudah mengerjakan kegiatannya sendirian—bahkan bocah tampan itu yang membukakannya pintu dan menyambutnya. "Kau tidak akan mendapatkan restu dariku. SAMANTHA BANGUN!"
"Engh ... apa sih?! biarkan aku berada disini seharian!" erangnya dengan suara setengah serak.
"Sekarang sudah jam 11! Jangankan menyiapkan makan siang, kau bahkan belum mandi!" Tiffany memukul pantatnya lagi. "Bangun pemalas! Atau tidak akan kurestui pernikahanmu!"
Thea mendudukkan diri dengan gerakan kaku seperti robot. Rambutnya sangat berantakan dan ada jejak air liur yang panjang di pipi kirinya. Dia menyingkirkan kotoran mata sebentar sebelum memandang sang kakak. "Sejak kapan kau datang?"
Tiffany mendengkus sembari mengusap kandungannya yang sudah sangat membesar. Bisa-bisa dia kontraksi awal jika melihat pemandangan ini terus-terusan. "Tiga puluh menit yang lalu. Daniel sangat perhatian dengan mengerjakan semua pekerjaan—makan, bermain, belajar—sendirian tanpamu, berkata bahwa ibunya sedang ingin istirahat. Dan malah aku yang tidak tega dengan Daniel jika kau menjadi ibunya."
Thea menghela napas, mengumpulkan nyawa dan kesabarannya. Dia tidak ingin memulai drama apapun pagi ini. Eh salah, siang ini. "Jujur kak, baru kali ini aku bermalas-malasan. Kau pikir sebegitu tidak tahu dirinya aku malas-malasan di rumah orang? Aku menumpang disini."
Tiffany memicingkan mata padanya. "Aku masih belum percaya. Bersihkan dirimu lalu turun dan masak! Aku sudah membeli bahan-bahannya."
Sepeninggal Tiffany, Thea membersihkan kamar dan mandi. Dia memutuskan untuk memakai sweetpants dan tanktop saja. Tanpa mengeringkan rambut dengan hair dryer dia langsung menuju ke dapur. Daniel menyambutnya dengan manis di ruang tv. Thea sampai memberikan kecupan maut yang sangat banyak sampai anak itu meminta untuk berhenti.
Konter dapurnya penuh dengan bahan makanan. Tiffany menatanya sambil bersenandung.
"Kau ingin membuatkan makanan untuk orang sekota?"
"Aku sedang ingin makan makanan Italia. Jadi, kita akan makan siang ala orang Italia," Tiffany mengucapkannya dengan binaran mata yang tak kuasa ditolak Thea.
Mereka menyiapkan: Spaghetti alla puttanesca, yakni spaghetti yang dicampur saus puttanesca dengan isian tomat, ikan teri dan zaitun; Tuscan Tortellini Soup dan Bruschetta Chicken. Makan dengan cara adat italia tentu saja harus lengkap. Sup, pasta, daging dan jangan lupakan dessert-nya. Tiffany sudah membeli Cannoli dan Panna Cotta untuk makanan penutup.
Sejam kemudian, Spaghetti dan Bruschetta sudah jadi, hanya tinggal memasak sup. Tiffany duduk dan menyerahkan sisanya pada sang adik. Dia sudah menyerah karena kelelahan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Best Luck
FanfictionSamantha Avery Lucan atau Thea merasa sial karena diumurnya yang ke 19, dia harus menikah dengan om-om yang sudah mempunyai 2 istri. Dia melakukan segala cara termasuk dengan memotong rambutnya menjadi sangat pendek agar om-om tengil itu berubah pik...