Part 11 - A Letter

2K 209 11
                                    

KALAU ADA YANG HERAN KENAPA PART 9 ADA DI DAFTAR UPDATE, JANGAN HERAN KARENA ITU CUMAN RE-POST. ADA BEBERAPA SCENE YANG HARUS DIGANTI!

_______________________________________________________

"Apa dia ada di dalam?"

Sekretaris berwajah ramah dengan mata lembayung itu tersenyum. "Baru saja selesai rapat, Bu. Tunggu, biar saya beritahu kedatangan anda."

"Ah tidak usah! Aku langsung masuk saja." potongnya cepat.

Sekretaris itu mengangguk dan mempersilahkan nyonya besar memasuki ruangan suaminya. Wanita berwajah campuran barat dengan timur itu melongokkan kepalanya melewati celah pintu, melihat situasi.

Dibalik meja kerjanya, seorang pria tampan khas Inggris juga bertubuh Adonis sedang sibuk berkutat dengan laptop dan berkas-berkas yang menumpuk. Sampai seriusnya, tidak melihatnya datang.

"Sampai kapan kau akan duduk disana?"

Suara selembut beludru itu membuat si pria mengangkat kepala. Disambut dengan wajah cantik plus senyuman hangat membuatnya sedikit kehilangan akal.

"Sejak kapan kau ada disana?" tanyanya sambil terkekeh.

"Sejak jaman purbakala." Wanita itu memutar bola matanya. "Jangan memancing kemarahanku, Ben. Berapa kali kau melewatkan makan siangmu, huh?"

Ben menyengir dan buru-buru mematikan laptopnya, semua berkasnya dia rapikan sebelum nyonya besar marah karena melewatkan waktu makan siang lagi. "Ayo nyonya Deleon! Apa menu makan siang hari ini?"

"Kau bilang akan lembur, kan? Jadi perlu tenaga tambahan. Bagaimana kalau tuna atau masakan italia?"

Sepasang suami-istri serasi itu berjalan menuju lantai dasar. Sesekali mereka membalas sapaan hormat dari para karyawan. Tingkah Ben yang begitu protektif terhadap sang istri membuat siapapun pasti merasa iri.

"Nyonya Tiffany!"

Langkah mereka berhenti saat salah satu wanita penunggu meja resepsionis memanggil. Tiff menyuruh suaminya untuk jalan lebih dulu ke parkiran. Ben mengangguk dan mencium dahi Tiff, mereka berpisah di loby.

Wanita resepsionis itu datang terpogoh-pogoh. "Saya ingin memberitahukan sebuah amanat dari seseorang. Maaf kalau saya baru memberitahu Anda sekarang, karena Nyonya belum berkunjung lagi setelah kunjungan terakhir."

Tiffany bingung, "Baiklah. Apa itu?"

"Beberapa minggu lalu, datang seorang laki-laki berwajah asia yang cukup kental. Dia menanyakan keberadaan Nyonya. Saya menjawab Nyonya tidak ada, dan tidak bisa memastikan kunjungan Anda kembali. Laki-laki itu memberikan saya ini." wanita itu memberikan sebuah amplop biru muda. "Katanya, Anda akan menyesal kalau tidak segera bertemu dengan laki-laki itu."

Tiffany kaget dan sedikit merinding dengan sosok ini. Tapi siapa?

"Nama laki-laki itu adalah Samuel Avery Lucan."

Tiffany nyaris menjatuhkan amplop yang ada ditangannya. Dengan wajah tertunduk, dia mencoba menata kembali ekspressinya agar si resepsionis ini tidak curiga lebih dalam.

Dia mengangkat kepala dan mengulas senyum. "Ah begitu. Terimakasih."

Tiff kembali melangkah menuju pintu utama karena mobil Ben sudah menunggu disana. Dilipatnya amplop itu dan memasukkannya ke tempat terdalam tas. Tiff tersenyum kepada security yang membantunya membukakan pintu mobil.

Selama di dalam mobil, Tiffany menjadi diam dan bingung. Ben yang mengetahui perubahan kecil ini langsung bertanya.

"Ada apa, sayang? Tak biasanya kau diam."

Tiffany menggeleng, "Aku sedang memikirkan nama untuk calon buah hati kita."

Ben mengangguk dan membiarkan istrinya berimajinasi bebas.

Samuel? Pikir Tiff. Aku tidak memiliki adik laki-laki. Kalau orang lain yang mengaku-aku juga tidak mungkin. Tidak ada yang mengetahui nama keluarga kami walaupun ayah termasuk orang berpengaruh di Korea. Kami terkenal dengan marga Song. Tidak ada yang tahu dengan marga asli kami.

Sesampainya di resto fancy Italia, Tiff memisahkan diri karena ingin ke toilet. Ditutupnya bilik closet dengan rapat lalu duduk di atas dudukan closet. Tangannya merogoh tas dan mengeluarkan amplop. Di dalamnya terdapat sebuah surat yang dilipat menjadi 3.

Ditariknya nafas sedalam mungkin kemudian memulai membaca.

Untuk kakakku Tiffany Isabel Lucan,

Aku ikut bahagia dengan pernikahanmu, maaf karena tidak bisa hadir disaat-saat bahagia itu. Tadinya aku tidak mau mencarimu dan merusak kehidupan barumu. Aku akan tetap menahan ayah disini, semampuku. Tapi lama-kelamaan aku muak. Kau tahu apa yang dia perbuat? aku akan dijodohkan dengan salah satu koleganya, DAN DIA MEMILIKI 3 ISTRI!
Apa yang harus kulakukan? Aku sudah mencoba segala cara, termasuk memakai wig laki-laki agar ayah murka dan membatalkan acara konyol itu. Tetap tidak berhasil juga.
Aku frustasi dan kabur dari rumah. Dengan bantuan salah satu teman, aku berhasil menerobos Negara ini tanpa identitas. Do'akan aku semoga tidak cepat-cepat ketahuan. Aku sekarang menyamar sebagai laki-laki dengan nama Sam. Aku harap kau segera sadar kalau Sammy ini adalah adik kecilmu yang manis. Datang dan jemput aku, Tiff! Aku ingin bersamamu!

Ps : aku tidak bisa menulis alamat tempat penginapan, karena kemungkinan besar aku sudah tidak ada disana lagi dan sedang mencari penginapan baru.

Pss : AKU KEHABISAN ONGKOS, YA TUHAN!

Psss : AKU MENCINTAIMU, EONNIE~

Tiffany kalang-kabut, air matanya merebak tak tertahankan. Ya Tuhan, adiknya! Ini Samantha! Jadi, perasaannya saat itu benar? saat dia merasa ada yang meneriakkan namanya, namun tidak melihat sosok yang dikenal?

Dia segera keluar dengan mata sembab dan berjalan menuju tempat suaminya. Ben yang sedang memainkan ponsel itu kaget melihat keadaan Tiffany.

"Sayang, ada apa denganmu?!" Ben menuntun Tiff duduk di sebelahnya. "Ada yang menyakitimu? Katakan sesuatu!"

"Ben, adikku...adikku..." gagap Tiff, mata berairnya memandang Ben tidak focus.

"Adikmu? Si Sam...Samantha? Ada apa dengannya?"

"Dia kabur ke Negara ini, Ben. Dia Imigran gelap. Dia mencariku, dan ayah kami pasti sedang mencarinya juga. Kita harus menemukannya, Ben. Jangan sampai Samantha tertangkap!" Tiff menangis lalu memberikan surat berisikan tulisan tangan Samantha.

Ben membaca surat dengan teliti setelah itu menenangkan istrinya. "Aku paham sekarang. Kita akan menemukannya! Sekarang, kau harus makan dan sehat agar bisa bertemu dengannya. Jangan lupakan keadaan calon buah hati kita, dia membutuhkanmu."

Tiffany menurut. Makanan yang tadinya sangat dia inginkan menjadi terasa hambar dimulut.

.

.

At the same time in South Korea

"Berhasil kau temukan tanda-tanda anakku?"

Salah satu dari tiga orang pria berjas putih menggeleng. Pria yang duduk di balik meja—Tuan Lucan menggeram marah.

"TIDAK BECUS KALIAN SEMUA! INI SUDAH BERMINGGU-MINGGU!" Bentaknya.

"Maafkan kami tuan!" mereka menunduk hormat.

"Perluas area pencarian. Kalau kita tidak menemukannya di Seoul, pasti dia berada di daerah lain. Carilah dengan teliti walaupun harus membongkar satu negarapun."

Mereka mengangguk patuh kemudian undur diri. Meninggalkan Tuan Lucan sendiri. Pria yang sudah berumur setengah abad itu menatap pigura yang berdiri tegak di sudut mejanya. Dielusnya wajah almarhum sang istri dengan lembut.

"Maafkan aku, Theresia."


Best LuckTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang