Part 6 - Alvar's Bad Luck

2.6K 219 9
                                    

"Kau harus menyelesaikan semua tesis itu! Kutunggu dimejaku minggu depan. Jika tidak, ucapkan selamat tinggal pada beasiswamu."

Kulitku merinding mengingat ucapan salah satu dosen pengajarku.

Jujur saja, Mr.X ini sangat melebih-lebihkan kemampuanku di depan dosen lain. Bisa dibilang, aku adalah mahasiswa kesayangan dosen ter-killer di kampus. Hebat, bukan?

Mr. X. Bisakah kita menyebutnya begitu? Oke. Oke saja ya?

Baiklah. Aku termasuk salah satu mahasiswa berprestasi dan teladan di fakultas kedokteran. Selama ku kuliah 5 semester ini, nilaiku selalu berada di peringkat awal dan tidak pernah absen barang sekali pun di dunia kuliah.

Mr. X melihat obsesiku pada dunia kedokteran, dia menjanjikan sesuatu yang cukup luar biasa agar aku mendapat gelar kedokteranku. Ya salah satunya beasiswa yang 2 kali lipat lebih banyak dari yang seharusnya ini.

Biayanya memang sama, itu standar yang telah diberikan oleh pihak kampus. Tapi selebihnya, itu Mr. X yang menyumbangkannya untukku. Karena well... yang mereka tahu hanyalah Alvar Jerico itu anak terlantar yang tidak memiliki orang tua lagi.

Mungkin itu salah satu latar belakang Mr. X memberikanku kelebihan bea.

Dan aku bersyukur karena itu. Tapi, keabsenan-ku selama 3 hari ini membuatnya kecewa. Sebenarnya memang bisa beasiswaku dicabut, tapi hanya jika nilaiku turun secara drastic dan mendadak.

Kalau hanya masalah absen, mungkin nominalnya akan dikurangi sedikit. Dan aku sangat berterimakasih padanya yang selalu memberikan motifasi dan kekuatan, walaupun dibilang 'weird' prakteknya.

Jam sudah menunjukkan pukul 6 pagi dan tubuhku belum istirahat sama sekali. Setelah pulang dari Alphacom, aku langsung membuka semua tugas milikku dan mengerjakannya. Dan untungnya sudah ada separuh yang telah selesai.

Sesekali aku pergi kekamar untuk mengecek Daniel. Bocah itu terlelap pukul 11 malam. Dia bilang ingin menemaniku belajar, tapi kularang dan untungnya dia anak yang penurut.

Aku benci mengatakan ini! Tapi, Tony mendidik Danny dengan baik.

Mungkin aku akan membangunkannya sekitar 2 jam lagi. Aku hanya perlu memfokuskan diri dengan semua tugas ini lalu menjaga Daniel dengan benar.

Aku tidak tahu bagaimana Tony mengajarkannya tentang 'bahaya dekat dengan orang asing'. Tapi, Daniel tetap menempel padaku dan dia terlihat nyaman. Padahal aku adalah sosok yang asing bagi bocah itu.

Sekan-akan Tony sudah memberitahu jauh sebelum dirinya sekarat untuk bisa berbaur dengan pamannya. Asumsi ini muncul saat mengingat perkataan Lee waktu itu: mereka sudah memata-mataiku.

Jadi bisa saja Daniel sudah mengenal dengan baik bagaimana rupa pamannya, dan hanya perlu mengetahui tabiat asli pamannya.

Dua jam kemudian, seluruh tugas untuk syarat mid test sudah selesai. Tepat dua jam. Dan ini saatnya membangunkan si kecil Danny.

Aku menghampiri pintu kamarku sambil memijit leher yang terasa amat sangat kaku. Seharian tidak tidur dan hanya meminum 5 gelas kopi espresso tanpa gula. Setelah ini pasti aku akan sakit, mengingat betapa tidak sehatnya asupan makananku dan pola istirahatku.

Kalau sampai itu terjadi, maka jatuh sudah harga diriku sebagai seorang calon dokter muda.

Cklek.

"Haaa...Heeeeekkkk...Hhhhhhhh..."

"DANIEL!" aku berlari menghampirinya.

Danny terlihat sesak nafas dalam tidurnya. Seluruh tubuhnya menguning.

Best LuckTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang