Alvar melajukan mobilnya ke tempat tongkrongannya yang biasa. Disana sudah ada Sean dan Henry. Mereka memaksa ingin bertemu dengannya saat ini juga. Sebenarnya, Alvar sudah bebrapa kali mendapatkan berita dari Kony—cucu pasangan keluarga Rob—bahwa mereka berdua kerap kali mengunjungi rumah Alvar.
Tapi sayang, Alvar selalu berada di rumah sakit dan pergi ke Paddington. Mengurus beberapa hal.
Sesampainya disana, Alvar memarkirkan mobil dan bergegas masuk. Di spot yang biasa mereka tempati, sudah ada Sean yang melihatnya dengan antusias dan Henry yang membelakanginya.
"BRO! KEMANA SAJA KAU?!" histeris Sean. Henry segera bangkit dan berpindah duduk di sebelah Sean.
Mereka saling bertos ria dan menepuk bahu masing-masing.
"How was your day? Aku bisa gila kalau kau tidak masuk sampai besok!" keluh Sean sambil menggigiti sedotan.
"Ada apa?"
"Father-mu itu selalu menerorku dan menanyakan keadaanmu. Bagaimana aku bisa menjawabnya dan membuatnya berhenti bertanya, kalau aku saja tidak tahu."
Father itu panggilan aneh Sean kepada Mr.X.
"Tenang saja. Besok aku sudah bisa hadir lagi."
Mereka berdua terkesiap. "REALLY?" kompak mereka.
"Jadi, kemana saja kau seminggu lebih ini? apa kau tidak takut kalau label mahasiswa teladanmu itu dicabut?!" Henry bertanya.
Alvar tertegun sebentar. "Banyak yang terjadi. Aku bingung ingin menjelaskannya pada kalian."
"Jangan membuat kami merasa tidak berguna sebagai sahabat. Kau tahu? Kami selalu ada disini untukmu." Ujar Sean yang terdengar menggelikan ditelinga Alvar.
Alvar terlihat ragu sebentar. Dia belum siap menjelaskan ini, tapi hanya mereka berdualah yang Alvar punya sekarang. Jadi, Alvar membuat kesepakatan terlebih dahulu.
"Kalian harus berjanji untuk tidak marah padaku kalau sudah mengetahuinya. Dan jangan menghindariku! Hanya kalian yang aku punya di dunia ini." Alvar mencoba melow, tapi gagal karena Sean yang tertawa meremehkan.
"Ini bukan gayamu sama sekali. Benar dugaanku Henry, pasti ada sesuatu yang tidak beres." Sean menoleh pada Henry, meminta persetujuan.
Bukannya mengiyakan, Henry hanya menjawab kalem. "Aku tahu betapa sulitnya tidak punya orang tua. Aku tidak akan sekejam itu meninggalkanmu sendirian ditengah kesulitan—yang entah aku tidak tahu apa masalahnya."
Henry tidak yatim piatu, tapi dia Yatim. Menjadi anak pertama dari 3 bersaudara membuatnya mau tak mau harus menjadi tulang punggung keluarga. Jadi, jangan heran dengan sifatnya yang lebih dewasa dan kalem. Berbading terbalik dengan Sean yang manja dan sedikit keras kepala, dia anak bungsu.
"Baiklah. Aku setuju dengan Henry. Ibuku sudah sangat sayang padamu, Alvar. Bukan hanya Jasmine saja yang cerewet menanyakan keadaanmu, tapi ibuku juga."
"Bagaimana kabar wanitaku yang paling manis itu?" goda Alvar. Yang dia maksud adalah ibu Sean.
Sean memutar bola matanya jengah. "Dia baik-baik saja. Hanya saja kadar kecerewetannya bertambah belakangan ini. Ibu malah menanyakan keadaanmu 3 kali sehari. Sudah seperti minum obat saja."
Alvar sudah menganggap ibu Sean sebagai ibu kandungnya di London. Keluarga Henry dan Sean sangat menerima Alvar.
Siapa yang tidak mau menerima pemuda tampan, pintar, sopan dan pekerja keras seperti Alvar? Ini yang dikatakan ibu Sean ketika Alvar berkujung untuk pertama kalinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Best Luck
FanfictionSamantha Avery Lucan atau Thea merasa sial karena diumurnya yang ke 19, dia harus menikah dengan om-om yang sudah mempunyai 2 istri. Dia melakukan segala cara termasuk dengan memotong rambutnya menjadi sangat pendek agar om-om tengil itu berubah pik...