Better put your headset on and play the audio ;)
-Author POV-
Kedua mata Queen dan Daniel saling bertemu, Queen menunggu penjelasan lebih lanjut apa yang dimaksud oleh Daniel dengan mengatakan apa yang dikatakan oleh Kenneth adalah benar adanya. "It will be a long story." Ujar Daniel mengalihkan pandangannya dari Queen kini menatap ke arah pemandangan kota Los Angeles dihadapan mereka.
Daniel memutar kembali memorinya yang sudah lama ingin dihapusnya, Queen terus mendongak menatap Daniel yang jauh lebih tinggi darinya menunggu penjelasan pria bermata abu-abu itu. "Aku lahir di kehidupan yang keras dan dingin, kedua orangtuaku agen CIA, mereka menjadi mata-mata untuk sebuah organisasi mafia dan gangster Inggris..."
Daniel menghela nafas dalam, dadanya mulai terasa sesak saat mengingat masa lalu kelam kehidupannya. "Sejak kecil, aku sudah akrab dengan darah, pertempuran, perang, peluru, granat, semua itu merupakan hal biasa bagiku." Sambungnya sembari kemudian menunduk menatap Queen. Dari kedua mata abu-abunya Queen dapat dengan jelas melihat luka. Luka yang dalam.
"Sampai kemudian, CIA menuduh kedua orangtuaku berkhianat pada mereka dan Amerika. Gangster dan mafia inggris itu mengetahui bahwa kedua orangtuaku adalah mata-mata CIA. Mereka mengancam akan membunuh kami semua jika mereka tidak ingin bergabung menjadi anggota mereka. Aku masih berumur tiga tahun saat itu, aku tidak mengerti apa yang terjadi..." Daniel mengalihkan pandangannya dari Queen, kembali menatap ke depan. "Entah apa yang dipikirkan oleh kedua orangtuaku, mereka bergabung dengan mafia itu. Hingga dalam suatu misi, mereka... para gangster itu, meminta kedua orangtuaku untuk mencuri sebuah kode nuklir dari amerika..."
Daniel menoleh ke arah Queen lagi, menatap kedua mata biru terang gadis itu. "percayalah kedua orangtuaku salah satu agen handal CIA, ibuku ahli komputer dan seorang hacker, ayahku adalah seorang pemimpin para agen dan seorang ahli pembuat rencana penyerangan." Sambungnya dengan senyuman pahit.
"Apa yang terjadi pada orangtuamu dalam misi itu?" tanya Queen. "Mereka meninggal, di tembak oleh pemimpin mafia itu. Mereka menjadikan orangtuaku sebagai umpan." Daniel meremas salah satu tangannya.
Queen terhenyak, Daniel bahkan bernasib sama sepertinya. Mereka berdua sama-sama kehilangan kedua orangtuanya di umur tiga tahun. "Tapi saat itu aku tidak tahu kenyataannya, para mafia itu membesarkanku, aku di didik begitu keras sampai rasanya aku ingin mati, karena kecerdasan otakku akhirnya aku lulus dari universitas di umurku yang ke lima belas tahun. Dimana anak remaja lain baru mengenyam pendidikan high school. Aku sudah mendapatkan predikat kelulusan tertinggi."
"Disaat itulah aku baru menyadari bahwa merekalah yang membunuh kedua orangtuaku... jadi aku melarikan diri ke Amerika. Mendaftarkan diri sebagai anggota kepolisian dengan nama baru dan menghapus segala masa lalu kelamku, sampai akhirnya aku di tempatkan di anggota SWAT saat umurku dua puluh tahun..." Daniel tersenyum tipis. "Aku anggota termuda saat itu, tapi juga salah satu anggota terkuat."
"Tapi saat aku mengingat kekuatanku adalah karena para mafia itu yang melatihku begitu keras, aku merasa muak. Dan saat aku menjalankan sebuah misi di Afghanistan, CIA menawarkanku untuk bergabung. Tapi aku menolaknya, aku hanya tidak ingin bernasib sama seperti kedua orangtuaku. Sampai akhirnya aku berada disini, menjadi bodyguard yang hanya berjalan dekat dengan klien VVIP, mendapatkan gaji untukku hidup. Selesai, tanpa banyak masalah." Ujar Daniel dengan senyuman kecut. Queen tersenyum tipis. "Thank you."
"Untuk apa Nona?" tanya Daniel heran.
"Menceritakan masa kelam kehidupanmu padaku, yang mungkin aku tahu kau berusaha untuk melupakannya." Ujar Queen menunduk. Daniel tersenyum tipis. "That's okay, Miss... Soon or later I really have to told you, right?" ujarnya.
Queen mendongakkan kepalanya menatap ke arah Daniel, mata mereka kembali saling bertemu. Daniel menatap wajah Queen yang terlihat cantik dengan lampu malam yang berpendar-pendar. Rasanya bagi Daniel setiap detik mereka bersama, menambah dalam perasaannya untuk Queen. Mampukah Daniel bertahan dalam ketidak jelasan perasaannya, mengagumi... tanpa kepastian Queen akan membalasnya.
Karena Daniel tahu, ia menyadari bahwa Queen tak terjangkau baginya. Bagaikan langit dan bumi, perbedaan kasta mereka begitu jauh. Queen adalah seorang puteri dan dirinya hanyalah rakyat jelata yang mengabdikan hidupnya untuk puteri itu. Sampai kapanpun mereka tidak akan pernah sebanding.
Daniel tersenyum tipis menatap Queen. "Ini sudah sangat larut, lebih baik Nona tidur. Nona harus bekerja besok." Ujar pria itu pada Queen. Queen menghela nafas dalam, merasakan perasaan nyaman lagi kapanpun dia berada dekat dengan Daniel. Sama rasanya seperti dimalam itu, saat dimana Daniel berjalan masuk menenangkannya disaat perkataan Kenneth benar-benar menyakitinya.
"Baiklah. Good night Daniel." Ujar Queen pada Daniel dengan senyuman tipis, perlahan tapi pasti Daniel merasakan dirinya sedikit lebih akrab pada Queen. Tapi Daniel tidak ingin berharap banyak karena satu hal yang dia tau pasti, Queen seorang puteri sedangkan dirinya hanyalah rakyat biasa.
Daniel menatap ke pemandangan malam di depannya, meremas erat kedua tangannya saat memori masa lalu itu kembali menenggelamkannya, membuatnya terasa sesak, sulit bernafas dengan semua ketakutan di masa lalu yang kembali muncul.
Daniel merasakan kedua matanya terasa perih, air mata mengalir dari salah satu matanya saat semua memori yang sudah berusaha di kuburnya dalam-dalam kembali ke permukaan.
Memorinya memutarkan disaat ibunya memeluknya dengan sangat erat di gendongannya dan Ayahnya berdiri di hadapan mereka, melindungi mereka dari todongan belasan pistol mafia itu yang menghunus ke arah mereka. Bersiap menjadikan tubuhnya sebagai perisai dari serbuan timah panas yang bisa kapanpun menghilangkan nyawa mereka.
Memori itu kembali memutar dikepalanya, Daniel kecil menangis ketakutan, dengan tatapan takut ibunya menenangkan, tersenyum dan mengatakan semuanya akan baik-baik saja. Ibunya memohon agar tidak membunuh mereka, air mata dengan deras mengalir dari kedua mata ibunya memohon kepada para mafia itu untuk tidak membunuh Daniel kecil. Sampai terdengar sebuah letusan pistol, Ayah Daniel berlari memeluk mereka, melindungi Daniel kecil ditengah tengah mereka dan menjadikan tubuh mereka sasaran empuk timah panas. Semua itu adalah ingatan terakhir Daniel, karena setelah itu kepala Daniel kecil terbentur keras membuatnya langsung tak sadarkan diri.
Tangan Daniel bergetar saat ia baru mengingat bahwa orangtuanya meninggal karena melindunginya. Tatapannya menggelap, ketakutan akan masa lalu benar benar sebuah trauma besar baginya. "Ukh, erggh." Daniel meremas erat rambutnya, berusaha untuk menghentikan seluruh memori kelam yang terus menelusuk masuk. Bahkan orang yang kuat seperti Daniel, memiliki sebuah ketakutan besar yang dapat dengan sekejab melumpuhkannya.
Namun tiba tiba matanya membulat saat merasakan seseorang memeluknya dari belakang. "Everything will be okay, right?" tanya sebuah suara lembut itu. Daniel makin tak percaya dengan apa yang di dengarnya... itu suara Queen.
Saat ini Queen tengah memeluknya dari belakang, Daniel terdiam. "As long as you with me. Everything will be okay, right?"
Seperti sebuah mantra, rasa takut Daniel menghilang entah kemana saat Queen memeluknya. Queen melepaskan pelukannya, Daniel berbalik dan sedikit menunduk untuk menatap Queen yang lebih rendah darinya. "Apa maksud Nona?"
"Aku takut... sejak kejadian itu, aku merasa hidupku tidak pernah terasa aman lagi. Kau tahu penjahat itu bisa muncul dimanapun, aku bahkan tak menyangka dia bisa datang ke Istana saat itu. Dia mengawasi kita Daniel."
Daniel tersenyum. "Yes, everything will be alright, as long as I'm with you." Queen tersenyum tipis, sejujurnya dia tidak takut pada penjahat itu (mungkin hanya sedikit) rasa takutnya adalah sebuah alasan belaka untuk dapat menenangkan Daniel. Jelas Daniel tidak terlihat begitu baik setelah menceritakan masa lalu kelamnya.
Alasan itu hanyalah alasan yang dibuat-buat agar Queen dapat memeluk Daniel. Tentu saja Queen tidak akan langsung berlari memeluk Daniel karena dia khawatir pada pria itu, tidak mungkin, Queen tidak ingin pesonanya runtuh begitu saja. Queen tidak ingin memperlihatkan kepeduliannya pada Daniel begitu jelas.
Daniel tersenyum lagi saat menatap Queen. "You don't need to worried, my job is to protect you, even if I died."
to be continued...
Seperti yang dijanjikan karena udah ada yang comment di part sebelumnya, udah dilanjut eaaps. Chapter 12 dilanjut hari senin, itupun kalo udah ada yang comment. Okesip.

KAMU SEDANG MEMBACA
QUEEN
FanfictionQueen Alessandra Young adalah seorang cucu dari seorang Raja, gadis itu memiliki segalanya : - Kecantikan ; Queen memiliki paras yang sangat cantik bahkan mampu di sejajarkan dengan Model dan artis papan atas Hollywood. Kecantikannya mampu membuat p...