36 - Gone

118 11 2
                                    

-Queen POV-

Aku membuka mataku, langit langit bernuansa ukiran terlihat kabur dimataku. Aku kembali mengerjapkan mataku, melihat bayangan samar seseorang yang duduk menatapku. Dia tidak terlihat familier. "Kau sudah bangun? Apa pandanganmu terasa kabur?" tanya pria itu.

Saat mataku mampu beradaptasi aku mengenali dia adalah dokter yang menangani kakek. "Apa aku pingsan?... lagi?" ujarku sembari beralih bangkit. Kepalaku sakit dan seakan bumi berputar di pandanganku. "Nona baik baik saja? Apa yang Nona rasakan saat ini adalah wajar karena darah anda sangat rendah. Nona akan merasa lebih baik setelah makan dan meminum sedikit susu." Ujarnya sembari menyodorkan segelas susu setelah ia mengambilnya di meja tepi tempat tidurku.

"Aku baik baik saja. Dimana kakek? Apa aku tertidur lama?"

"Cukup lama, ini sudah pagi hari."

"Apa?!" Aku melempar selimutku dan beralih bangkit, sembari memegangi kepalaku yang terasa begitu nyeri. Namun seakan aku tidak memiliki tenaga, baru tiga detik aku berdiri aku kembali duduk di tepi ranjangku. "Sebaiknya anda sarapan terlebih dahulu Nona. Itu untuk memulihkan energi anda."

Tiba tiba saja seseorang langsung menghambur masuk setelah membuka pintu tanpa mengetuk. "Ah DOKTER! DOKTER STEVEN!!" terlihat seorang pria asing yang terengah engah setelah berlari masuk. "Ah maaf Yang Mulia. Dokter! Raja, Sang Raja!"

Keningku berkerut saat dia menyebut kakek. Ekspresi wajah Dokter itu langsung berubah, dia beranjak bangkit sembari meletakkan kembali susu di meja dengan terburu buru hingga sedikit tumpah lantas berlari keluar dari kamarku.

"Apa yang terjadi?!!" teriakku saat pria yang memanggil dokter itu beranjak menyusul Dokter Steven yang telah keluar terlebih dahulu. "Ah maafkan aku Nona atas kelancanganku, tapi maaf saya tidak bisa memberitahu anda atas kondisi ini. Lebih baik anda beristirahat disini. Sekali lagi saya mohon maaf." Ujarnya dengan ekspresi menyesal lantas berlari pergi secepat mungkin.

Tiba tiba saja perasaanku kalut, semua pikiran buruk tentang kakek memenuhi isi kepalaku, seolah tenaga yang hilang kembali merasuki tubuhku dengan cepat aku berjalan pergi meninggalkan kamarku menuju kamar kakek.

Setibanya disana aku melihat dua penjaga termasuk Daniel berjaga di ambang pintu. "Nona, tidak sebaiknya anda melihat ini. Saya mohon kembalilah ke kamar anda." Ujar Daniel menghampiriku. Aku melewatinya begitu saja dan berlari menuju ke pintu kakek. Daniel mengejarku dan memerintahkan kepada anak buahnya untuk menghalangiku masuk.

Air mata langsung keluar dari kedua mataku saat melihat kakek yang terpejam dengan Dokter Steven yang melakukan CPR terhadapnya, berulang-ulang hingga aku melihat ekpresi khawatir dan peluh yang memenuhi dahinya.

Aku menutup mulutku dengan kedua tanganku. Daniel memelukku dari belakang saat aku ingin berjalan masuk ke dalam kamarnya. "GET THE AMBULANCE!! HURRY!!! GET HIM TO THE HOSPITAL NOW!!!" aku berteriak frustasi kepada Dokter Steven dan kedua asistennya yang sibuk mengambil segala peralatan medis.

"No!! We got everything here! I can do this!!"

"Wake up, please! Wake up, your majesty!!" pekik Dokter Steven memecah keheningan dengan suara paraunya yang terdengar kacau. Hanya ada suara detak jantung lambat yang seirama dengan tekanan lengan Dokter Steven di dada kakek.

Aku menutup mulutku sembari menangis tiada henti, membayangkan skenario terburuk dalam hidupku yang mungkin saja terjadi saat ini. Saat melihatnya seperti itu, disaat yang sama otakku kembali memainkan semua memori bahagia saat kita bersama, terlebih saat kecil dimana aku kehilangan kedua orangtuaku. Kakek yang selalu ada disampingku, memberikan segalanya yang dia mampu untuk membuatku kembali tersenyum.

QUEENTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang