21 - A New Prey

449 20 0
                                    

-Author POV-

Keesokan paginya, Queen terbangun dari tempat tidurnya pukul sepuluh pagi nyaris siang. Dia masih berbaring dengan noda putih di pipi, bekas air matanya yang telah mengering. Sekelebat memori muncul dikepalanya, wajah Daniel yang lesu setelah mendengar ucapan Queen yang terdengar sangat kejam. Dan sebuah wajah lain pria berambut coklat dengan warna mata cokelat cerah nyaris seterang dan sebening madu, Hayden, gadis itu merindukannya.

Tapi saat teringat bahwa pria itu bahkan memiliki gadis lain sebagai teman kencannya, Queen berdecak kesal lantas meraih ponselnya yang berada di atas meja lampu tidur. Dua puluh lima panggilan tak terjawab dari Mario. Gadis itu terbelalak saat melihat jam di ponselnya. "Jam 10?!" Queen terperanjat bangkit dan terburu-buru pergi mandi.

Gila! Apa dia meninggalkanku sendirian di apartemen ini? Gerutu Queen tak jelas saat dia mulai menyalakan keran air dan melempar baju kotornya ke sebuah keranjang.

Entah dari mana datangnya, tiba-tiba Queen memiliki rasa tanggung jawab untuk pekerjaannya. Bahkan gadis itu merasa kesal karena tidak di bangunkan, dimana biasanya dia sanggup untuk melempar vas bunga di atas meja tidurnya jika ada yang berani membangunkan dia dari tidurnya.

"Ini sudah pukul sebelas siang, bukankah seharusnya Nona sudah bangun dan berangkat kerja sejak dua jam yang lalu?" Tanya seorang pria berbalut tuxedo dengan ragu kepada teman serekan timnya yang memiliki tubuh lebih besar. "Jika kau berani membangunkannya silahkan saja, aku sih masih ingin bekerja disini, man."

"Tapi Jack apa kau tidak tahu jadwalnya? Dia harus bekerja, atau Raja akan marah."

Jack mendengus kesal. "Aku tidak peduli dia bekerja atau tidak, kita hanya ditugaskan untuk menjaga keselamatannya. That's it, bukan sekertaris yang harus mengingatkan tentang jadwal yang harus dikerjakannya." Tepat disaat yang sama Queen membuka pintu kamarnya dan menatap mereka sengit atas apa yang baru saja Jack katakan.

"Oh, begitu?" ujar Queen sinis dengan tatapan yang seketika membuat kedua pria itu sulit bernafas, seperti ada sesuatu yang mengganjal di tenggorokannya. "Eh, Nona? Apa anda sudah siap untuk berangkat?"

Gadis itu memutar matanya lantas berjalan melewati mereka dan menuruni anak tangga. "Kupikir Reeves pergi dan meninggalkanku sendirian tanpa pengawalan tapi nyatanya dia meninggalkan dua pria tidak berotak yang hanya bisa mengoceh." Ujar Queen saat kedua pria penjaganya mengekor Queen menuruni anak tangga.

Queen melihat dua orang pria lagi berdiri di belakang pintu masuk apartemen. "Ah empat?"

"Ekm, kami berdelapan nona, empat orang yang lain ditugaskan untuk mengawal Tuan Muda Kenneth." Jawab Jack. Queen benar benar merasa kesal, jika seperti ini terus Kenneth akan benar-benar berhasil mendapatkan tahta. Dan dia tidak ingin hal itu sampai terjadi.

***

Sementara itu di London, di istana kerajaan inggris. Reeves berjalan menuju kamar Raja. Lelaki bertubuh tegap itu mengetuk pintu tiga kali sebelum kemudian memasuki ruangan itu. "Kudengar kau datang semalam." Ujar suara parau saat melihat Reeves datang.

"Ya, Tuanku. Apa yang membuat Anda memanggil saya secepat ini?" Tanya Reeves sopan pada raja yang tengah duduk bersandar diatas ranjangnya. Lelaki itu berdiri tepat dipinggir ranjang sang Raja, menunjukkan wajah sendu dan khawatir.

"Reeves, aku sudah mempercayaimu lebih dari siapapun di dunia ini. Seseorang yang dapat kupercayakan untuk menjaga cucu yang paling kusayangi, Queen."

"Saya tidak yakin kemana pembicaraan ini akan membawaku Tuan, saya tidak mengerti." Sekarang kekhawatiran Daniel seakan sudah mencapai puncaknya, pikiran dan hatinya mengatakan hal yang sama, bahwa pembicaraan ini tidak akan terdengar baik untuknya. "Aku tahu kau mengerti Tuan Reeves. Tidak peduli dengan apa yang mungkin terjadi padaku tahun ini, aku ingin kau menjaga Queen. Aku tahu kau dapat menentukan mana lelaki yang baik untuk gadis tempramen itu."

Wajah Raja terlihat jauh lebih pucat sejak terakhir kali Daniel melihatnya, sudah jelas bahwa pria renta itu sedang sakit. Sakit parah. Daniel terdiam tak yakin harus berbicara apa. "Sepertinya tanpa kukatakan apa yang terjadi denganku pun kau pasti sudah menyadarinya." Sambung sang Raja dengan senyuman tipis pilu.

"Aku mengerti." Daniel mengerti bahwa dia tidak perlu menanyakannya, bagaimanapun juga Daniel yakin Raja lebih senang jika dia tidak menanyakan penyakit apa yang di derita oleh pria tua yang bijaksana itu. "Aku akan menjaga Nona Queen, melindunginya dengan taruhan nyawaku sendiri."

"Terima kasih Reeves, kau pria yang baik. Kuharap suatu saat nanti kau akan menemukan seorang wanita yang baik untukmu." Sambung sang Raja yang hanya dijawab senyuman kaku oleh Daniel. Sang Raja tak tahu, betapa pria itu telah jatuh cinta pada cucunya.

"Tapi kumohon, jangan katakan apapun pada Queen." Tanpa perlu sang Raja mengatakan alasannya pun Daniel sudah mengerti, jika gadis itu mengetahui Kakeknya dalam keadaan sakit parah. Dia pasti akan sangat sedih. "Saya mengerti, Tuan."

"Tapi sementara ini kau kutugaskan di istana, biarlah Queen dilindungi oleh orang-orang kepercayaanmu."

"Baiklah, saya mengerti." Daniel membungkuk sedikit lantas berbalik dan berjalan pergi meninggalkan kamar mewah itu.

***

Secara tak terduga Queen yang tengah berjalan menuju kantornya yang berada di lantai tertinggi Mall, entah kebetulan atau sudah direncanakan gadis itu bertemu dengan Hayden. Pria bermata hazel yang memiliki tubuh atletis itu membuka kacamata hitam yang dikenakannya, terpesona pada Queen. Sontak gadis itu berhenti berjalan, tepat dihadapan pria itu. "Entah yang aku katakan ini terdengar seperti rayuan atau apa, tapi kenapa kau selalu terlihat cantik kapanpun dan dimanapun kau berada?" ujar Hayden dengan suara beratnya.

Belum sempat Queen menjawabnya seorang pria bertubuh besar sudah berdiri dihadapannya. "Nona, kau mengenal pria ini?" tanya seorang pengawalnya. Queen menatap Hayden dengan tatapan datar. "Aku tidak yakin. Ayo kita pergi." Ujar gadis itu acuh tak acuh, lantas melenggang pergi meninggalkan Hayden sendirian dengan wajah terperangahnya merasa di tampar dengan perkataan gadis itu.

"Maafkan aku Anna, kupikir tak ada gadis yang lebih menarik perhatianku di banding dirimu. Tapi kini gadis itu jauh lebih menarik perhatianku lebih dari yang kau lakukan." Ujar Hayden dengan senyuman miring. Seolah telah mendapatkan buruan baru, selayaknya seekor mangsa yang menemukan buruan sempurna.

Tbc.

QUEENTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang