Maaf yang sebesar-besarnya untuk para reader. Laptop saya rusak dan harus di instal ulang, Padahal saya sudah nyiapin untuk chapter 29 malah kehapus. Jujur Author sedih banget. Sudah siap malah kehapus... Maaf yaaa...
-------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Anna pov
Aku duduk menunggu seseorang di restoran mewah ini, jujur aku tidak begitu nyaman diajak ketemuan di tempat mewah seperti ini, mungkin cafe akan lebih nyaman untukku. Tapi ya bagaimana lagi, aku tidak tau kalau diajak ketemuan direstoran mewah. Sudah begitu dia memesannya private room lagi. Benar-benar seperti meeting pribadi saja.
Aku melirik jam beberapa kali. Ini sudah hampir 20 menit aku menunggu, tapi orang yang mengajakku ketemua belum juga muncul batang hidungnya. Aku mulai kesal. Jam makan siangku hanya 45 menit dan dia sudah membuang sekitar 20 menit waktuku.
Aku menyesap hot chocolate perlahan, rasa manis dari chocolate itu membuatku sedikit tenang. Aku terdiam sesaat. Aku jadi ingat Mike. Dia benar-benar aneh. Aku sendiri bingung dengan tingkah laku dan pemikirannya. Aku mendesah lelah.
"Maaf, menunggu lama yaa ?" tanya sebuah suara yang terdengar anggun. Aku mendongak menatap pemilik suara tersebut.
"Tidak juga." 'Sebenarnya sangat lama' batinku.
"Maafkan aku dokter Anna." Dia terlihat masih tergesah-gesah dan menunjukkan wajah menyesalnya
Aku tersenyum padanya. "tidak apa Sabrina" Ya, orangnya yang menelfonku untuk bertemu disini adalah Sabrina calon isteri Mike. Entah apa yang membuatnya menelponku.
Dia meletakkan tasnya dan mulai membuka buku menu. "Tadi aku habis fitting baju untuk pertunanganku dengan Mike" Aku tersenyum tipis mendengarnya. Dia membuang-buang waktuku. "Sudah pesan makannan ?"
"belum, Aku tidak enak bila harus pesan duluan"' Ya tidak enak harus menunggumu selama 20 menit.' batinku.
"Baiklah , mari kita pesan makanan dulu." ajaknya. Aku akhirnya ikut membuka buku menu .
Setelah pesanan kami dicatat. Aku menatap Sabrina yang sedang asik memoles pisau makannya. Sepertinya dia terlalu berlebihan dnegan memoles pisau seperti orang takut virus seperti itu.
"Jadi apa yang ingin kau bicarakan Sabrina ?" tanyaku.
Dia tersenyum sambil tetap menggosok pisau ditangannya yang sebenarnya sudah mengkilap.
"Anda bukanlah orang yang bisa diajak basa-basi yaa dokter " ucapnya.
"Maafkan aku , tapi aku harus kembali kerumah sakit sekitar 25 menit lagi. Jadi, aku hanya berusaha efisien waktu." jelasku
Dia menatapku tenang. "Jadi begini. Apakah anda pernah dekat dengaan Mike dokter Anna ?"
Aku sedikit terkejut lalu berusaha menguasai diriku sendiri lagi. "Ya, aku pernah dekat dengannya. Terlebih dia salah satu anak dari pasienku. Orang tuanya adalah pasienku dulu."
"Jadi begitu toh. Tapi kenapa kemarinsepertinya Mike habis menemuimu yaa ? Bukankah dia dan anda tidak lagi ada urusan ?" tanya Sabrina sambil memainkan pisau ditangannya.
Dia stalker' batinku.
"Kemarin, kebetulan Mike sedang ada disekitar rumahku. Dia ingin menyampaikan pesan dari orang tuanya"
"Kenapa tidak lewat telpon saja ? Sekarang kan jaman sudah modern "
Aku tersenyum. "Tidak semua pesan harus lewat telpon. Terkadang kita harus bertatap muka untuk menciptakan interaksi. Sekarang aku tanya, untuk apa kita bertemu jika kau bisa menyampaikan pesanmu lewat telpon" 'Hahaha, Skakmat' batinku senang.