Serpihan Surga Yang Tercecer, dan Lontaran Api Jahanam Yang Bergolak

14 0 0
                                    

Terlepaslah terompah itu dari kaki sang Adam
Sendiri
Berada ia di lembah yang asing
Sunyi

Dimana Hawa, tanyanya dalam hati
Hawa, ya
Belahan hatinya kini pun rasa sama
Gundah gulana
Berada terpisah jarak jutaan hasta jauhnya
Tak ada kehidupan
Selain mereka berdua
Manusia

Langkah gontai
Sang Adam masih menyusuri jalan
Yang ia yakini adalah mata anging dimana bau kasturi
Yang menempel masih pada seluk bagian tubuh Hawa

Hawa
Menunggu setia disebuah gunung
Atau bukit
Yah, terpenting ia menunggu
Karena ikrar setia mereka
Mereka telah merasa surga
Surga yang mereka kecap manisnya bersama sepotong apel merah berbelatung
Iblis yang sesat

Sesaat berdua mereka
Yang walau terpisah jarak
Merenungi bahwa ternyata mereka menyangsikan keberadaanntuhan yang telah memberikan khmer paling memabukkan
Bidadari surga yang selalu perawan
Mandi bermandikan susu
Serta piala piala emas dan sendok perak
Kurang apa?

Tapi ternyata pesona apel khuldi
Telah menjadikan berdua mereka sebagai pesakitan, murka tuhan
Sepadankah itu?
Buah
Hanya buah
Menjadikan mereka orang buangan

Adam masih berjalan ke barat
Bau itu semakin kuat
Hawa
Hawa tunggu aku
Ternyata tepat pada hari kesekian yang Adam pun telah melupa

Gerai rambut Hawa
Telanjang membelakangi arah kiblat
Semerbak harum kasturi tak juga hilang
Meski ratusan tahun terlampaui

Terompah itu
Masih ingatkah kau?
Tumbuh menjadi saksi bisu pertemuan mereka
Terompah itu terlepas
Selepas tatap nanar Hawa kepada Adam
Mereka dipertemukan
Sang Adam, dan hawa menjadi satu
Tanpa emblem akta dan norma

Terkesiap pandang nanar
Serpihan indah surgaei dari tatap mata sang Adam
Kala itu hampir senja
Mereka bersama
Setelah bersuka dalam buai madu surga
Hingga menenggak kepahitan empedu dunia

Salahkah jika aku menganggap Adam adalah
Aku
Dan Hawa
Adalah kamu
Meski jarak kita tak sejauh jutaan hasta
Terpisah
Tapi kurasa batin kita terbelenggu
Sekat tak kasat
Sejauh jurang jahanam
Dengan puncak kenikmatan firdaus

Seperti itulah pemisah antara batin kita
Kita bersama
Tapi ada hal yang tak sanggup kita jelaskan
Ke dalam bahasa untuk mewakili dari rasa itu
Dan telah kusimpulkan
Tak ada kata oleh manusia yang tepat menggambarkan nasib batin kita
Terlalu suram
Bahkan hanya untuk mengingat sedalam apa pun sukar
Tapi ingatlah
Keabadian firdaus
Telah menanti dengan singgasana kita disana

Atau,
Mahkota duri serta dinding api putih dan terompah bara
Telah menanti kita
Dalam kelamnya jahannam

Kau tentukan
Kau pilih
Satu untukmu
Dan satu untukku

Maka Tuhan itu memang adil.

22:26, 18 November '15

ObscuraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang