Desember, dan Elegi Selepas Hujan

6 0 0
                                    

Dibalik awan kelabu itu
Yang dulu pernah kusangka
Ada seorang Dewi yang duduk bersila
Bermainkan harpa bersenandung
Senandung elegi
Sepagi ini
Rayapi seluk relung hati menyepi
Anestesia indria, karena terlumat habis elegi itu

Rintik hujan tak juga mereda
Meremuk dan semakin meronta setiap jiwa
Yang terkungkung dalam kerangkeng sepi yang membelenggu
Kebosanan aku akan pencarian arti elegi itu
Sepagi ini
Jawaban dari malam kemarin mungkin tak sesuai untuk yang satu ini

Hujan itu menderas
Mendera setiap keping tanah yang ada
Cobalah tutup mata fisikalmu
Akan kau rasa tenang
Begitupun aku
Elegi itu menyesapi seluruh sepi
Meretas duka
Dan mengentas luka
Selentingan dan gumaman tak keruan
Berbalas dengan bahasa yang tak bisa diwakili satupun bahasa kita; manusia
Lalu apa?
Aku ingat kau bertanya begitu
Ketika itu hujan makin deras
Awan kelabu itu bak runtuh
Mencecerkan kesegaran yang disalah artikan sebagai musibah
Tapi sayangku
Apalah yang tidak disalah artikan di negeri kita ini?

Pelangi! Lihatlah itu pelangi- serumu
Seraya menarik--entah kau sengaja atau tak--leher kemejaku
Ah
Aku melega melihat senyum itu terkembang
Menutup guratan sakit
Elegi yang pahit
Saat kita berdialog dini hari tadi
Menghapus jejak-jejak lelehan air mata yang mengkelu kan setiap rasa perkasa diriku
Aku malu
Dihadapmu

Pelangi
Itu setia, menanti hingga selepas reda hujan
Untuk menghapus duka yang kadung meretas
Mengangkat luka yang tlah tergores dalam

Kesetiaan adalah kamu, yang ketika tahu itu kamu
Adalah alasan bahwa pelangi rela terbit terbalik
Demi penghargaan senyummu yang menyaingi indahnya wakil senyum Ilahi

Sampai nanti...
Bulan kedua belas yang terpisah
Dan kutemu kau kelak, di sudut bahagia; selasar waktu

15:08, 1 Desember '15
PPZ
A. T. H. Pamuji

ObscuraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang