Ingatkah? Kala malam memeluk kita
Hujan membeku diluar, seperti kita yang membisu
Menatap hampa seisi ruang dan dua cangkir kopi dihadapan mejaLalu tangan kita menjadi satu dalam kelekap
Membagi hangat untuk mencairkan lelap
Entah siapa mulai
Jemari kita melingkar pada suatu ikatan ganjil
Tak seorang tahu
Tangan kita bercumbu di tengah dinginnya malam beku membiru
Tak peduli berapa pasang mata mencibir kitaDalam diam kau rebah padaku
Purnama mulai berlayar
Angin sepoi berhembus pada kedalaman malam
Aku dan kamu mencipta ruang sendiri
Dalam pengapnya hidup yang begitu sinis kepada kita
Kepada dua jalang yang tak sejalan
Dengan apa yang diharapkan Tuhan...
Adalah mungkin kita terus bertahan dalam hujat dunia
Merangkai sebuah kisah yang tak ingin seorangpun menjalani mungkin
Menjadi saksi konyolnya tingkah sebaya dan bobroknya laku sejarah
Bertahan ditengah makian gemintang
Biarlah kita bersama ketika semesta memusuhi
Karena apa yang kita lakukan tak belandaskan apa apaIndahmu mungkin membuat gemintang itu beringsut
Keheranan menatap ciptaan ilahi yang begitu mempesona
Membutakan indera dan mengkelukan setiap bisikan jiwani
Kelembutan padamu dan ketabahan menahan dingin disini bersamaku
Entah apa aku bisa menyatukan semesta untuk menatapmu indah seperti aku
Dan entah apa kulukiskan indahmu tanpa menyakiti setiap kerlip bintang dan seluruh penghuni langitTeruskanlah apa yang telah kita cita
Kita bebas dalam lebih dalam bebas
Kita lepas dari apa yang dikata lepas oleh mereka
Dan bersenandung dalam malam yang tak terwakili pada seluruh aksara alamBahkan ketika kita menari pada hati
Malam pun cemburu
Karena alasan yang tak bisa kupertanggungjawabkan kelak
Aku mencampakkannya
Olehmu
Dan padamu aku berserahCinta?
Apa yang kita rasa
Sepertinya tak adil jika hanya diwakilkan oleh satu kata bahasa
Dan cinta hanyalah menyoal waktu dan tanda
Ketika dihinggapi sebuah kebiaingan gaung rasa penat
Jika begitu maka tinggalah menyoal tanda
Siapakah yang mengingat
Dan siapa yang melupakan
Lalu duka datang
Bagaikan mimpi mengalir pada setiap rongga hati yang telah kosong
Menglir pada lembah pilu dan menyayat setiap kita mengingat: cintaDisini aku menafikkan kata Tuhan
Karena Tuhan ada pada setia kita
Entah aku kamu dan mereka
Bahkan sunyi
Kita tak pernah mengemis meminta-minta penuh harap dalam pengapnya asa untuk dilahirkan
Kita hanyalah sama menjalani garis tangan
Tanpa pertanggung jawaban
Mengalirlah
Mrngalirlah hingga kau lupa semuah pedih perih luka hidup
Sebenarnya bukan kita yang berdosa
Dosa dan neraka hanyalah rekaan manusia belaka
Semata hanya untuk mempertakut diri dan membatas perlakuan kita terhadap Tuhan
Yang juga dicipta, diagungkan dan kelak ditiadakan
Sama dengan cintaKetika kita mulai lupa manisnya cinta
Maka kita akan memoertanyakan Tuhan
Yang hanya dibutuhkan seketika itu juga pada luka setelah cinta
Hanya pada suatu waktu yang telah sama kita ketahuiKasihku,
Aku yakin aku cinta padamu
Dan pada riak ombak rambutmu yang tak pernah bosan aku nikmati
Senyummu pada sebatang lilin yang terekam pada angan sebelum mati
Dan bayang wajahmu pada refleksi air di telaga kasih sebelum keringEntah bagaimana lagi dapat kugambarkan keindahanmu
Jika Tuhan dan cinta tak mampu mewakili setiap rangkaian kataku
Tapi memang dalam keterbatasan kata
Disitu aku menemu sebuah pertanda
Jika memang indah dan tabahmu tak mungkin terwakili tatanan kata rekaanMasih kurasa kini pada basah bekas tangan kita berpagut pada suatu waktu
Kini kita bersama pada padang savanah ilalang
Merebah sejenak
Memandang langit seakan ingin meludahi seluruh persepsi hidup
Bersitahan pada setiap sembilu air dalam nadi
Menjadi satu dalam muara jantung peri
Kau menatapku setengah berkedip
Seakan ingin berkata
Tanpa bahasa, namun aku menangkap arti kesunyian dalam pandangmu
"Jangan cintai aku melebihi dirimu, jamahlah tubuhku"
Lalu kita memejam
Membiarkan hangat selimut mentari menggerayangi dan menelusup setiap inci dari diri yang telah lelah melangkah...
Sejenak cukup berkhayal
Aku dan kamu masih saling bersedekap
Kopi itu hampir dingin
Dan pertanyaan tentang hidup makin meronta
Menuntut pada indahnya malam pada wajahmu untuk dibebaskan
Kita memang tak pernah mengubur apa apa
Dan semestinya kita tak akan kehilangan apapun juga
Aku dan kamu
Seperti Sirius yang tak bosan terang
Sombong membiru pada malam yang beku ini
Tak terpisah pada hari meski sedetikMaka izinkanlah aku, manisku
Biar aku abadikan keindahanmu,
dalam suatu rangkaian senandung rinduku dalam kata
Yang tiada habis termakan kejamnya alur masa
Dan tak akan ada batas jurang pemisah layaknya surga dan nerakaKita bahagia tanpa sejarah
Bersimpati pada dunia yang dipenuhi orang berjubah kepalsuan
Bayang hitam kemunafikan
Tapi indahmu abadi
Tak seperti cinta dan Tuhan yang adalah fana
Setitik lebih diatas fatamorgana imajiKeindahan ialah kamu, yang ketika Tuhan tahu itu kamu
Adalah alasan bahwa Ia mencipta pelangi
Dan rela terbit terbalik
Demi penghargaan senyummu yang menyaingi indahnya wakil senyum IlahiYang aku tahu kau dan aku bersama, kini habiskanlah seteguk kopi kental kita malam ini
Lalu kita akan pergi dan memang harus pergi
Berjalan melangkah lagi
Ke arah dimana matahari tegak berdiri
Dan siap bertahtahkan diatas pelupuk mata negeri para pendosa ini
Dan akan kutemu kau kelak,
Bersama pada sebuah sudut bahagia
Singgasana istana;
- selasar waktu03:16, 20 Desember '15
A. T. H. Pamuji
KAMU SEDANG MEMBACA
Obscura
Poetry"Dan biarlah nanti, dengan bait-bait suciku, Aku mengenang-Mu Sebagai salah satu cara pengkudusanku akan dosa-Mu"