Chapter 3

19.2K 1.1K 81
                                    

Semakin lama semakin sulit saja menata hati dan pikiranku. Aku semakin kacau. Pekerjaan tak ada yang benar. Sosialisasi berkurang. Dan nafsu makan lenyap entah kemana. Halusinasiku semakin menjadi-jadi. Tak urung aku sering mendengar Adit memanggilku dengan lembut. Seperti saat ini. Aku yang tengah melipat sajadah seusai sholat Isya' terlonjak kaget karenanya.

"Ay...." panggilnya lembut dengan sentuhan dingin dipundakku.

Sontan aku berbalik kebelakang mencari sumber suara itu. Tapi, lagi-lagi hanya kesunyian yang kudapatkan.

"Ay..." keluhku lemah sambil menghela nafas berat.

Saat paling sering aku mendengar panggilannya adalah saat aku hendak tidur. Segenap doa selalu aku panjatkan untuknya sebelum tidur. Semoga dia baik-baik saja disana, sehat selalu, dan mendapatkan kebahagiaan yang diidamkannya. Sebelum tidur aku selalu memandangi photonya dan mengenang kembali percakapan yang pernah kami obrolkan.

Adit pernah mengatakan padaku bahwa dia ingin sekali berkeluarga. Aku adalah pacar pria pertamanya. Aku tak tau kenapa dia jadi penyuka sesama? Apa yang dia cari disana? Apakah ada alasan atau seseorang yang dicarinya sampai membuatnya memasuki dunia ini? Aku tak pernah tau alasan sebenarnya. Karena setiap kali aku menanyakannya, aku seperti menangkap kesan kalau dia menyembunyikan alasan sebenarnya dariku.

Aku pun hanya bisa berpikir positif dalam menanggapinya. Mungkin itu terlalu berat baginya dan dia belum siap membaginya. Lantas, kenapa aku bisa menyukainya? Apa karena dia selalu ada dan tak pernah mengeluhkan kekuranganku?! Dia salah satu orang yang mau menerimaku apa adanya. Perhatian dan tindakannya saat menghadapi kelebayan dan keluhanku tak urung membuatku terpesona.

Dia punya cara tersendiri saat menyikapi semua keluh kesahku, seakan dia menunjukkan jalan lain yang lebih baik untuk kuambil. Dan satu hal yang selalu dia ungkapkan padaku. Dia ingin menikah, dan aku mendukungnya sepenuh hati. Aku lebih rela dia meninggalkanku karena pernikahan daripada dia meninggalkanku karena pria lain. Sebelum terlelap, lagi-lagi suara itu menghampiriku.

"Ayank....." serunya dibelakangku yang tengah berbaring menatap tembok kamar.

Kalau dulu aku terlonjak kaget dan melihat kebelakang, sekarang aku tahu kalau aku harus tetap menghadap tembok dan memejamkan mata supaya suara itu tidak menghilang. Kuharap dia benar-benar hadir disini, walaupun itu hanya halusinasiku belaka.

"Ayah.... love you." desahku sambil memejamkan mata.

"Asek.... love you too ay." terdengar suara tawa lembutnya dibelakangku kemudian hilang lagi.

"Ay....!!!" desahku lagi pelan dan membuka mata.

Kulihat dibelakangku tak ada siapa-siapa. Mataku terasa perih. Tenggorokanku seakan tercekat. Lantas aku mengetik pesan ke nomer hapenya.

11:56

Ayah.... Aku kangennn....!!! hikz.... Selamat malam. Met tidur. Jangan lupa doa ya. Love you ay. So much.

****

Kepalaku rasanya berat sekali. Beberapa hari terakhir aktifitasku terasa kacau dan seakan tak ada gairah hidup. Kerjaanku hanya melamun dan melamun saja. Sholatpun sering kurang khusuk yang efeknya pada cara kerjaku yang tak pernah fokus. Salah isi BBM, salah kasih kembalian, kurang ramah, pikiran sering kosong, gak nyambung saat diajak bicara. Teman kerjaku juga mulai menjauhiku satu-persatu.

Awalnya mereka simpati padaku, tapi lama-lama mereka muak dan bosan juga dengan keacuhanku sampai akhirnya mereka sangat jarang mau mengajakku bicara. Aku pun tak ambil perduli dengan semua itu. Aku terlalu sibuk dengan duniaku sendiri.

Because of YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang