Chapter 26

8.9K 667 19
                                    

Semua luka ditubuhku sudah mulai mengering dan sembuh. Beberapa bekas lukanya juga sudah mulai memudar. Tapi yang sembuh adalah luka luarku. Sedangkan luka dalam hatiku kembali terbuka dan menganga. Belakangan Adit sering mengirim pesan singkat padaku.

Anehnya... Dia tak pernah sekalipun mengungkit tentang kenapa dia tak pernah menghubungiku ataupun mengatakan cinta padaku. Yang dia katakan hanya selamat pagi, udah tidur belum atau lagi apa. Semua itu hanya ucapan basa-basi yang terkadang membuatku gerah dan sebal padanya.

Dan aku?

Aku belum pernah membalas sms-nya sekalipun. Bisa saja aku mengisi pulsa hanya sekedar lima ribu rupiah, tapi aku juga bingung, apa yang akan ku katakan padanya?

"Ada apa..?" tanya Mas Candra membuyarkan lamunanku saat kita bersiap tidur. Kebiasaan yang jadi rutinitas wajib untuk tidur bersama tiap malamnya.

"Gak ada Mas.." bohongku lemah.

Aku sedikit tertolong dengan kembalinya Mas Candra yang selalu merangkulku saat tidur.

"Kamu bohong!" sanggahnya menyudutkanku.

"Gak ada Mas..."

"Aku gak mau kalau kamu tiba-tiba pamit pergi padaku, Ga." ucapnya yang salah menafsirkan kekalutanku. "Aku...." Mas Candra tak kunjung melanjutkan ucapannya.

"Aku akan bilang lebih awal Mas." jawabku lirih. "Tapi.... apa kalian akan mengijinkanku pergi? Kalau aku terus disini, aku gak akan pernah bisa membayar hutangku."

Mas Candra mempererat dekapannya.

"Aku gak pernah menagihnya, Ga." ucapnya lelah. "Aku tau kamu punya hidup sendiri. Tapi...." lagi-lagi kalimatnya terputus di selingi dengan dekapannya yang kian erat padaku.

"Tapi apa?" tanyaku lirih dan berbalik menghadapnya.

"Aku gak ingin kamu pergi dari sini Ga..." ucapnya sedih. "Aku ingin kamu tinggal disini."

"Dan membuat keluarga Mas semakin membenciku...."

Bodoh!!! Aku keceplosan.

Mas Candra menyipitkan matanya.

"Apa maksudmu?!" tanyanya setengah menuntut.

"Maaf... Aku salah ucap." ucapku sedikit tegang.

"Nggak!! Kamu menyembunyikan sesuatu dariku!" tuntut Mas Candra lagi.

"Gak ada apa-apa Mas. Aku hanya takut membuat keluarga Mas salah paham padaku. Maaf.." aku benar-benar merasa bersalah. Dasar mulut gak bisa ditata.

"Aku yang membawamu ke rumah Ga." ucapnya lirih. "Jadi aku yang bertanggung jawab atas apapun yang ku lakukan." sekarang giliran aku yang memicingkan mata mendengar penuturannya.

Apakah keluarga Mas Candra juga menuntutnya? Apa mereka memarahinya? Oh Tuhan... Aku semakin merasa tak enak padanya.

"Maaf Mas.. Aku banyak menyusahkanmu." keluhku lirih dan menyurukkan kepalaku ke dadanya.

Sejenak, Mas Candra yang membeku. Tapi detik berikutnya, dia kembali merangkulku. Dia tak mengatakan apapun setelah itu. Yang ada hanya keheningan. Jemarinya terus membelai rambutku lembut. Tak dapat kupungkiri. Semua resah dan gundah yang kurasakan, perlahan memudar dan hilang dari hatiku.

Aku mencintaimu Mas. Aku merasa bersalah padamu. Karena aku, kalian mendapat banyak kesusahan. Seandainya aku tak pernah muncul dalam kehidupan kalian, mungkin keadaan kalian akan selalu baik-baik saja.

****

Minggu ini, Ichal maksa pengen keluar. Padahal sekarang sudah mulai musim penghujan. Dengan sedikit kesal, Mas Candra menurutinya. Wajar saja. Semenjak aku masuk Rumah sakit, Ichal tak pernah liburan keluar. Waktu liburannya hanya dia habiskan untuk menemaniku di rumah.

Because of YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang