Chapter 23

8.7K 707 7
                                    

Seharusnya ini menjadi hari yang bahagia bagiku.

Kenapa tidak?

Hari ini aku resmi di wisuda. Mendapat sertifikat resmi dari salah satu hair school ternama di Indonesia. Mendapat pengakuan resmi kalau aku sudah bisa dianggap sebagai seorang stylist. Usaha dan kerja kerasku untuk mendapatkan semua ini akhirnya berbuah manis.

Lantas....

Kenapa aku tak bahagia?

Kenapa aku justru ingin berteriak dan menangis sejadinya?

AKU GAK SUKA!!

KALAU BOLEH, AKU INGIN SEKOLAH LEBIH LAMA!!

AKU MASIH INGIN BERSAMA MEREKA!!!

Sepanjang jalan, aku tak mampu menahan tangisku. Dihari bahagiaku, aku justru menangis seperti orang yang tak tau malu. Ini jalan raya. Banyak orang memperhatikanku.

Masa bodo lah sama mereka...

Aku berjalan gontai dengan airmata yang masih setia mengalir dipipiku. Aku tak kenal mereka. Toh, mereka juga tak perduli denganku. Kuremas piagam dan ijazah yang seharusnya kujaga supaya tetap rapi itu. Aku serasa tak menginginkannya. Kalau bisa, aku ingin membuang atau membakarnya saja.

Aku masih ingat ucapan Bu Khatijah dan mbak Asty yang walaupun ucapan mereka halus, tapi tetap saja aku merasa sakit kalau mengingatnya. Aku tau. Bukan disana tempatku. Begitu urusanku selesai, itu artinya masaku tinggal disana juga akan berakhir.

'Bukankah seharusnya kamu pergi dari sini Ga? Kamu sudah mendapatkan apa yang kamu inginkan. Ilmu, tempat tinggal, makan gratis dan perhatian. Apalagi yang kamu tuntut? Jangan jadi orang yang serakah...!! Itu hanya akan membuatmu lupa diri nantinya.'

'Tapi aku masih ingin bersama mereka. Bukan tempat tinggal dan makan gratis yang kuminta. Tapi aku ingin lebih lama lagi bersama mereka. Apa aku salah?'

'Ya. kamu salah! Candra adalah seorang duda yang memiliki seorang anak. Dia butuh masa depan yang lebih nyata, Ga. Dan kamu... Apa yang bisa kamu berikan untuknya?'

Aku berteduh sejenak di taman kota. Aku masih belum sanggup menginjakkan kaki dirumah itu kalau akhirnya aku akan mengemas barang dan meninggalkan mereka. Hati dan otakku sangat lelah. Mereka bertengkar dengan asumsi mereka masing-masing. Cara yang agak aneh untukku berintrospeksi diri. Aku benci mengatakannya.

'Tak ada...'

'Apa istimewamu bagi mereka...?'

'Tak ada...'

'Apa keuntunganmu bagi mereka...?'

'Tak ada.... Ya, aku akui aku tak punya apapun yang bisa membanggakan mereka. TAPI AKU MENCINTAI MEREKA. AKU CINTA PADANYA!'

Ingin sekali kuteriakkan kata itu pada hati yang selalu berusaha menjatuhkanku.

'Ya... aku mencintainya. Ku akui itu sekarang. Aku tau ini sangat tidak tau diri. Tapi aku benar-benar mencintainya.'

Aku semakin terisak ditempat orang biasanya bercengkrama dengan anak dan keluarga mereka. Aku tak perduli kalau mereka memperhatikanku. Aku tak mau tau.

'Jangan protes!!!' bentakku seperti orang gila pada diriku sendiri.

'Ku kira aku bisa menyukainya sebagai kakak saja. Tapi aku tak bisa. Setiap kali dia merangkulku, aku menikmatinya.'

Ku usap air mataku sembarangan.

'Setiap kali aku melihatnya resah, aku ingin membantunya. Setiap kali dia terlihat marah, aku takut aku lah yang membuatnya. Dia begitu baik padaku. Tapi kenapa ini yang kuberikan padanya? Kalau dia tau aku mencintainya, apakah dia akan menerimanya? Aku mungkin akan diusir secepatnya dari sana.'

Because of YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang