Chapter 6

13.6K 993 36
                                    

Aku mengejang begitu sadar Mas Candra ada dibelakangku. Semoga dia tak mendengar percakapan kami tadi.

"Kenapa gak kesana bareng aja sih mas? Kan susah bawanya." kataku dengan nada kubuat setenang mungkin.

"Sini!!!" pintaku sambil meraih gelas minuman dan bungkusan snack ditangannya.

"Ngobrol apa tadi?" tanyanya menyelidik. Sepertinya aktingku kurang bagus.

"Enggak ada Mas. Cuma ngobrol biasa aja. hehe...." dalihku mengelak.

"Bener?" tuntutnya tak percaya dan mengalihkan pandangannya ke Ichal.

'Mampus gue...' batinku ngeri.

"Kak Yoga tadi ngobrol apa sama kamu Chal?" aku menatap Ichal ngeri. Pasti dia jawab jujur.

'Aarrrgghhh.... Aku mau kabur saja...!!!' teriakku dalam hati.

"Tanya Mama dan Ichal tinggal sama siapa, Yah. Hehe..."

Aku semakin menunduk tak sanggup melihat raut muka Mas Candra.

Setelah itu, suasana diantara kami terasa sangat dingin. Ichal yang tak tahu menahu dengan keadaan kami hanya mampu bengong tak mengerti. Diakhir acara, kami menghabiskan sore dengan nonton di Cinema XXI.

Yang ditonton?

Jelas saja film anak-anak yang mendidik. Dengan tawa yang dipaksakan, aku mengimbangi setiap celotehan Ichal saat mengomentari film yang kami tonton tadi. Setibanya didalam mobil, Ichal langsung ambruk dengan pahaku sebagai bantalnya. Aku duduk dibelakang dengan Ichal dan Mas Candra mengemudi sendiri didepan. Kenapa jadi terkesan majikan jadi supir jongosnya ya? Setidaknya ada yang berbahagia seharian ini.

"Maaf Mas..." ucapku sungkan saat kami melaju menuju kediaman pribadi Mas Candra.

"Untuk apa?" sahutnya dingin.

"Aku gak tau kalau....." aku tak mampu meneruskan ucapanku. "Maaf...."

Mas Candra hanya diam tak menanggapiku. Kami memasuki areal perumahan elit. Tampak setiap rumah berdiri gagah dengan masing-masing kemegahan yang mereka tampilkan. Tak lama, laju Jazz kuning yang dikemudikan Mas Candra melambat. Dia turun untuk membuka pintu pagar rumah. Rumah yang dimaksud memang bukan rumah yang waaaahhhhh banget. Tapi untuk ukuranku, itu sudah hebat banget. Pintu pagar besinya saja tinggi dan kokoh.

Begitu kita masuk, pemandangannya juga lumayan bikin mata tak berkedip. Garasi mobil yang luas dengan mobil Fortuner dan Civic nangkring tenang disana. Taman yang tak terlalu luas tapi toh tertata rapi dan terkesan sejuk dengan tanaman pagar dan pohon mangga yang mulai berbuah membuat bagian depan rumah tak terlihat gersang.

Saat memasuki rumah--aku membantu membawakan mainan dan beberapa makanan yang kami beli tadi, sedang Mas Candra menggendong Ichal kekamarnya-- yang berbentuk simetris layaknya model perumahan jaman sekarang. Aku kembali dibuat kagum dengan interiornya yang juga terlihat rapi. Minim perabotan, tapi terkesan teduh dan nyaman.

Parahnya...

Dengan ekspresi tolol, tanpa sadar aku terus mengekori Mas Candra yang tengah menidurkan Ichal dikamar dan tetap mengikutinya yang hendak kekamar pribadinya. Aku yang tengah asyik celingukan mengamati perabotan dan keadaan sekitarku sontak berhenti bingung saat Mas Candra berdiri diam didepan pintu kamarnya sambil menatapku datar. Aku yang benar-benar gak ngerti maksudnya hanya mampu berdiri bengong dan menatapnya bingung.

"Apa kamu juga mau ikut masuk ke kamarku?" tanya Mas Candra datar.

"Eh...??" aku yang tidak ngeh dengan maksudnya itu hanya melongo tolol sambil garuk-garuk kepala. Begitu sadar itu kamar tidurnya, aku kontan melotot dan berbalik arah.

Because of YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang