Selama acara makan, Daffa tak banyak bicara. Begitu juga saat Mas Candra mengantar kami menuju stasiun Surabaya Gubeng, dia banyak diamnya dan memilih untuk melihat pemandangan luar mobil. Aku tau kediamannya ini adalah bom waktu yang nanti akan meledak hebat. Aku yakin dia pasti akan ngomel-ngomel dan komentar heboh saat Mas Candra meninggalkan kami berdua di stasiun.
Aku sudah meminta Mas Candra untuk pulang lebih dulu. Tapi dia bersikeras mau menungguku pulang bersama. Tahu aku harus menyiapkan diri menerima serbuan pertanyaan dari Daffa nanti, membuatku tanpa sadar menghela nafas berat membayangkannya. Semoga ini hanya ketakutanku saja.
****
Sesuai perkiraan. Begitu aku turun, Daffa langsung menyeretku masuk kedalam stasiun. Mas Candra bilang, dia menunggu diparkiran sebelah selatan dekat musholla.
"Lo wajib jelasin ini semua. FARDHU!!!" tegas Daffa begitu kami duduk diruang tunggu. Kebetulan malam ini tak begitu ramai penumpang, jadi kami bisa bebas ngobrol sebentar.
"Oke. Tapi gue gak punya banyak waktu. Mereka nunggu gue," jawabku pelan. "Sekarang lo boleh interogasi gue. Pasrah dah."
"Gimana ceritanya lo bisa kenal sama mereka?" tanya Daffa memperbaiki posisi duduknya menghadapku.
"Lo inget anak masjid yang gue ceritain dulu?" Daffa mengangguk. "Dia orang nya."
"Oh my!!! Oke, Gue setuju kalo dia emang cakep. Banget malah. Mama!!! Gue kerok (gatel) bukkk.. Hahaha..." tawanya lebay. "Terus, lo tinggal sama mereka sekarang? Gak cakar-cakaran lo ama bininya?"
"Dia duda buk. Istrinya udah lama meninggal. Dan satu komentar gue tentang istrinya. Dia cantik luar biasa."
"Secara mak, lha wong dia cakep gitu. Anaknya imut mak. Buat gue dongg..." goda Daffa centil.
"Gila lo!!! Gue tinggal ama mereka juga tanpa rencana. Semua berjalan gak terduga."
"Trus? Gimana ceritanya lo bisa keluar dari Pom bensin?"
"Itu.... Gue dipecat." jawabku lirih.
"Dipecat? Kok bisa? Emang lo buat salah apa?" tanya Daffa menggempurku.
Aku nyengir kaku.
"Adit gak pernah kasih kabar sampe sekarang buk. Semua karena gue." ucapku lirih. Lagi-lagi aku merasakan lubang dihatiku kembali terbuka. Rasanya dadaku seperti dibogem dan ditekan keras.
"Kenapa lagi?" tanya Daffa setengah males. Dia paling anti kalau aku curhat tentang Adit.
"Gue pengen ketemu. Dia gak mau. Dan semenjak itu dia gak pernah kontak gue lagi." aku menundukkan kepalaku menahan sembab di mataku.
"Gue kan udah pernah bilang. Lo boleh LDR, tapi jangan buat seriusan. Gak ada yang bener di dunia maya mak. Semuanya imitasi dan polesan. Tapi gue gak kaget kalo hubungan kalian seperti ini sekarang. Ada bagusnya juga lo ditampar, supaya lo sadar dengan kesalahan lo!" omel Daffa panjang lebar.
"Tapi lo kelihatan baik-baik aja?" sambungnya sumringah.
"Hahhh..." dengusku merasa sesak. "Ini semua karena Mas Candra dan Ichal buk. Gue bersyukur pada Allah yang mengirimkan mereka di saat gue terpuruk. Mereka adalah penyelamat hidup gue. Kalo gak ada mereka, mungkin gue udah ngegembel dan jadi orang gila sekarang."
"Gila karena cinta??" ejek Daffa sarkas. "Makan tuh cinta!!" Daffa merubah posisi duduknya.
"Lo jadi kursus?"
"Iya buk. Kurang sebulan lagi selesai."
"Terus.. Apa planning lo ke depan?"
Aku menghela nafas berat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Because of You
Romance⚫Another Repost Gay Story ⚫Original Writer : @chi_lung ⚫Don't like don't read ⚫LGBT HATERS GO AWAY!