Sejak kedatangannya, konsentrasiku sering kacau. Ditambah penolakannya saat ku minta dia untuk kurapikan rambutnya lebih selama proses maskering pelanggan lain yang ku maksudkan untuk membuatnya cepat pergi dari sini, semakin membuatku tak nyaman.
"Mau potong model apa Mas?" tanyaku basa-basi saat dia sudah duduk di kursi putar.
"Terserah. Yang penting bagus." jawabnya tenang dengan senyum kecil yang membuatku semakin tak nyaman.
"Totalnya berapa Mas Yoga?" tanya si Ibu yang terlihat puas dengan hasil kerjaku. Untung tadi aku tak melakukan creambath, karena berani ku jamin ibu tersebut akan mengeluhkan pijatanku yang pasti tak nyaman.
Ku hentikan dulu persiapan cuttingku.
"Semua apa sendiri-sendiri ibu?"
"Semuanya Mas."
"Lima puluh ribu, ibu."
Setelah menerima uang dan mereka berdua pamit pulang, suasana dalam rumah semakin menegangkan.
Selama proses cutting, aku berusaha tetap fokus agar hasil yang kuberikan tetap yang terbaik. Walaupun tak kupungkiri hati dan kepalaku selalu berteriak kalau ini tidak benar! Bahaya! Tanganku bahkan tak mampu menahan getarannya.
"Sudah, Mas. Bagaimana?" seruku setelah melakukan finishing dan membereskan alat-alat.
"Bagus. Sempurna." pujinya yang ku yakin hanya basa-basi busuk belaka.
Saat dia beranjak dari duduk, aku tak memperdulikannya dan sibuk merapikan alat-alat kerjaku. Tapi aku dikejutkan dengan suara pintu yang tertutup disusul tangannya yang membalik tulisan open berganti close di belakang kaca jendela.
"Apa yang kamu lakukan?!!" bentakku dan berusaha meraih gagang pintu, tapi dengan sigap pria itu mengunci dan memasukkan anak kunci ke dalam saku celananya.
"Aku hanya ingin bicara empat mata denganmu, tanpa gangguan."
"Tapi gak begini caranya!" sedikit emosi aku berusaha mengambil anak kunci dari saku celananya.
Diluar dugaan. Bayu, pria yang selalu menjadi momok menakutkan dalam hidupku malah meraih pinggangku dan memelukku erat.
"Bayu. Lepaskan!" seruku sedikit membentak.
"Tenang, Ga! Tubuhmu makin berisi sekarang dan kamu terlihat makin menarik."
"Brengsek!!!" umpatku dan berusaha melepaskan diri tapi percuma. "Lepas!!!"
"Sebentar saja, Ga.. Biarkan aku memelukmu."
"Enggak!!!" tolakku kasar.
"Ga!!" sepertinya dia tengah menahan emosinya dan..
DEG.
Seakan sudah tahu kelemahanku, Bayu mengecup dan menghisap leherku dengan kuat, membuat tubuhku meremang dan lemah.
"Lepaskan, Yu.." jantungku masih berdegup kencang dan menyandarkan diri pada tubuhnya. Satu hal yang kutangkap dari perubahan fisiknya adalah Bayu semakin kurus. Tulang tubuhnya lebih terasa daripada dulu. Dan perasaan apa ini? Kenapa aku merasa kasihan padanya?
"Aku rindu padamu." desah Bayu lirih di telingaku dan mempererat pelukannya.
"Bagaimana kamu bisa tahu?"
"Kamu kira aku akan membiarkanmu meninggalkanku begitu saja?" sahutnya masih merangkulku dan sesekali mengecup leherku, membuatku sulit mengumpulkan kekuatan. "Aku mengikuti kalian. Sudah lama aku mengawasimu."
'Mengkutiku? Mengawasi?'
"Awalnya aku ingin langsung mendatangimu. Tapi saat aku melihat senyum itu. Senyum pertamamu yang nampak bahagia, aku mengurungkan niatku. Entah kenapa aku begitu senang melihatmu tersenyum seperti itu. Sampai beberapa hari ini, aku kembali melihatmu murung."
KAMU SEDANG MEMBACA
Because of You
Romance⚫Another Repost Gay Story ⚫Original Writer : @chi_lung ⚫Don't like don't read ⚫LGBT HATERS GO AWAY!