Chapter 30

8.2K 650 34
                                    

Aku dan Mas Candra sudah sepakat. Hari minggu depan, aku akan menemui Adit. Mas Candra akan membawa Ichal ke rumah kakeknya. Aku sudah bicara dengan Adit, dan kami sepakat untuk bertemu pada hari itu.

"Kamu yakin dengan keputusanmu?" tanya Mas Candra lagi untuk kesekian kalinya.

Ku sunggingkan senyum terbaikku untuk menunjukkan kalau aku yakin dengan keputusanku, walaupun ada sedikit ragu dalam hatiku. Aku tak pernah bertatap muka dengan Adit selama ini. Bagaimana kalau aku berubah pikiran? Bagaimana kalau hatiku kembali mengkhianatiku seperti saat aku mengkhianati Adit dengan mencintai Mas Candra?

"Jangan pulang telat. Hubungi aku kalau ada apa-apa.." pesannya lirih, sedikit khawatir.

Ku rangkul pinggangnya lembut. Aku tak mau ragu. Aku harus menyakinkan diriku kalau ini yang terbaik untukku, dan untuk semua. Termasuk meninggalkan mereka berdua?

Ada sesak yang kembali muncul dihatiku. Aku harus bisa. Ini juga untuk kebaikan mereka berdua, Ichal dan Mas Candra. Kuharap setelah kepergianku, Mas Candra mau membuka hatinya untuk wanita lain. Orang yang seharusnya. Bukan aku yang notabene berkelamin sama dengannya. Ichal membutuhkan perhatian seorang ibu, bukan diriku.

"Aku mencintaimu." sambungnya lagi membuat hatiku semakin pilu.

"Aku juga mencintaimu." jawabku sendu. "Selamat berkumpul dengan keluarga. Kalian juga hati-hati di jalan."

"Pasti." jawabnya yakin mempererat dekapannya.

****

Adit mengajak bertemu di jembatan dekat stasiun Wonokromo. Dengan sedikit perasaan gugup aku menunggu di tempat yang di sebutkan. Aku sendiri di sini. Langit sudah gelap. Udaranya juga semakin dingin setelah hujan yang lumayan lebat dan lama tadi sore. Masih ada sisa-sisa rintik hujan yang berjatuhan.

Ku habiskan waktu dengan menatap aliran air yang meluap. Hujan lebat membuat genangan air dari seluruh penjuru mengalir ke sungai besar ini. Lampu-lampu temaram kota, suasana dingin serta rintik halus hujan menjadikan suasana malam ini terkesan mellow dan dramatis.

Aku kembali mengingat kejadian setelah malam kami bergumul di lantai kamar Ichal. Aku tersenyum kecil menangkap kesan konyol yang ada. Bagaimana kalau tiba-tiba Ichal terbangun dan mendapati ayahnya dan orang yang sudah di anggap kakaknya ini sedang bergumul di lantai kamarnya dengan posisi yang sangat tidak layak untuk di tonton anak seusianya.

Setelah malam itu, Mas Candra selalu menyeretku ke kamar hanya untuk merangkul dan mengecup keningku. Sikap hangatnya itu membuatku semakin sulit. Pendirianku sedikit goyah. Ada dorongan kecil yang menyuruhku tinggal lebih lama lagi disana. Tapi aku tak bisa. Aku tak mau menunda apapun lagi. Semakin lama aku tinggal bersama mereka, akan semakin menyakitkan perpisahan nanti.

Aku tak mau menanam luka yang teramat dalam di hati Mas Candra walaupun kutahu dia pria yang kuat, tapi tetap saja aku tak mau menyakiti hatinya lebih dalam lagi. Apalagi Ichal, aku tak mau meninggalkannya dengan kenangan-kenangan yang hanya akan membuatnya semakin menderita. Sudah cukup dia marasa sedih karena kepergian ibunya. Aku tak mau menambah kesedihan dihatinya karenaku. Lalu apakah dengan pergi meninggalkannya, itu akan menghindarkannya dari rasa sedih.

"Yoga?" sapa seseorang membuyarkan lamunanku.

Aku menatap lelaki yang ada dihadapanku tanpa bicara sepatah katapun.

Dia berbeda.

Apa yang kulihat dan info yang kupunya berbeda jauh dengan yang ada dihadapanku saat ini. Dia jauh lebih tinggi dariku. Tinggiku hanya sebahunya. Kulitnya juga lebih gelap dari yang kulihat di foto. Profil wajahnya juga berbeda.

Because of YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang