Chapter 15

10.6K 803 20
                                    

"Ay...??" seruku ragu pada Adit yang berdiri agak jauh dariku. "Ada apa?" tanyaku kaget saat melihatnya muram seperti itu.

Tubuhku terasa berat. Rasanya sulit sekali hanya untuk sekedar kugerakkan. Padahal aku ingin menyentuh Adit. Aku kangen padanya. Adit mundur semakin jauh saat melihatku berusaha menjamahnya.

"Kenapa? Apa aku ada salah sampai kamu gak mau dekat denganku?" tanyaku sedih.

"Teman kamu benar. Sebaiknya kita tak lagi berhubungan." ucapnya lirih.

Teman? Aku teringat kata-kata Daffa semalam.

"Sebaiknya kamu menatap masa depan kamu. Lupain aku!!" lanjut Adit pilu.

"Kenapa? Aku masih mencintaimu ay."

"Tapi aku enggak!" tegas Adit dengan raut muka benci.

Aku seakan hancur mendengar penuturannya. Aku ingin sekali memeluknya dan meyakinkannya kalau aku masih mencintainya dan berharap dia mencabut kembali ucapannya itu. Tapi jangankan maju, bergerakpun aku tak bisa. Samar-samar seperti ada bayangan orang memelukku dengan erat. Seorang lelaki. Aku tak tau siapa? karena aku tak bisa melihat wajahnya di belakangku.

"Dia jauh lebih baik untukmu," lanjut Adit lirih. "Berbahagialah. Aku minta maaf sudah sering bikin kamu sedih selama ini. Maafin aku.." Adit bergerak semakin jauh dariku.

"Ay....!!!" seruku parau menahan sesak di dadaku. Aku tak mau Adit pergi, tidak dengan cara seperti ini.

"Ay....!!!" panggilku lagi lirih berusaha meraihnya. Tapi percuma, dekapan orang itu terlalu kuat.

Perlahan aku terbangun. Aku sedikit tersentak saat mendapati ada yang merangkulku dari belakang. Perlahan pula aku mulai ingat kalau semalam kami tidur bertiga di sini. Aku pun kembali menyandarkan kepalaku ke bantal. Dadaku masih sakit mengingat mimpi itu.

"Mimpi dia lagi?" seru sebuah suara pelan di belakangku.

Aku terkejut dan refleks menoleh kebelakang.

"Kenapa bangun Mas?" pertanyaan tolol.

'Jelas saja dia terbangun karena aku gerak-gerak terus dari tadi.' batinku.

"Aku boleh tanya sesuatu?" desahnya pelan yang kuiyakan dengan anggukan pelan.

"Siapa namanya?"

"Adit." sahutku pelan, tau kalau yang di maksud Mas Candra adalah pacarku.

Dia menghembuskan nafas keras menerpa ujung kepalaku.

"Anak mana?"

"Jakarta. Setauku."

"Apa kalian pernah bertemu?" aku menangkap sedikit nada getir pada petanyaan itu.

"Belum Mas." jawabku lirih.

"Bagaimana kalian bisa kenal dan..... jadian?" nadanya melemah di akhir kalimat.

"Facebook." jawabku singkat.

"Dan kamu mencintai orang yang bahkan tidak pernah kamu temui sampai seperti itu?"

Apa yang harus aku katakan? Apakah aku akan menjawab Adit pacar pertamaku? Sepertinya itu bukan jawaban yang baik.

Perlahan, Mas Candra mempererat pelukannya. Entah kenapa dia melakukan itu? Apa dia sadar dengan apa yang tengah di lakukannya?

"Maaf.." ucapnya pelan. "Tidur ya?" serunya lagi karena aku tak bereaksi sama sekali.

"Belom."

Dan kami terjebak dalam kebisuan lagi. Aku tak tahu apa yang harus aku bicarakan. Keheningan ini, entah kenapa membuatku nyaman. Rasanya tenang sekali. Yang terdengar hanya dengkuran halus Ichal di samping kami. Dia tertidur dengan lelapnya. Aku mendengus kecil dan tersenyum.

Because of YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang