XIV

110K 3.7K 171
                                    

"BANGSAT!" Teriak Andika saat membaca pesan dari sahabatnya, Gilang.

Gilang: Lu tau gak? Cowok yang nyium Aurel di hari pertama dia sekolah itu si Aldo. Dan gue juga yang ngasih ide itu. Sorry bro.

Andika marah, tentu saja. Siapa yang tidak akan marah saat tahu bahwa orang yang disayanginya diperlakukan seperti itu. Dari awal melihatnya pun Dika tahu, kalau Aldo tipe anak barbar.

"Gilang tolol!" Teriaknya saat di kamar.

Harusnya dari awal, Dika menjauhkan Aurel dari Aldo. Harusnya dari awal, Dika sekolah di Brawijaya. Harusnya dari awal, mereka gak terpisah sejauh ini. Harusnya dari awal, dia tahu orang itu Aldo. Dan terlalu banyak kata harusnya diantara mereka.

Dika mendial nomor Gilang, saat nada sambung ketiga terdengar suara dari sana.

"Halo,"

"Anjing." Sahutnya dingin.

"Dik, demi Tuhan gue gak tahu kalau Aurel itu yang sering lo ceritain ke gue. Sumpah gue minta maaf!"

"Gak guna lo minta maaf."

"Sumpah, gue-minta-maaf."

"Kalau lo deket gue, gue jamin lo gak akan bisa napas lewat hidung lo."

"Yang salah bukan gue doang, jing. Tapi Aldo juga. Masa gue doang yang dipukul?"

"Mulai sekarang, lo awasin Aurel." Lalu telepon pun terputus.

Cowok brengsek!

Dika takut, kalau Aurel menyukai cowok itu dan berpaling darinya, jauh darinya, tidak lagi peduli dengannya, akan ada jarak yang sangat luas untuk mereka berdua. Dan semua tidak akan sama lagi.

"Haha... lagian, sejak kapan juga Aurel peduli sama gue," Ucapnya sambil tertawa lirih.

Harusnya Dika tahu saat mereka berpisah, semua tidak akan sama seperti dulu. Aurelnya, Pumpkinnya, semua miliknya, tidak akan lagi jadi miliknya.

"HAHAHAHAHAHAHAHAHAHA. Sejak kapan gue galau gini astaga." Katanya sambil merutuki diri.

Akhirnya Dika memutuskan untuk mengajak Aurel keluar, sekalian untuk menagih janji. Namun, alih-alih menelpon Aurel, Andika malah menelpon Salsa.

"Halo,"

"Tunggu gue, 15 menit lagi gue nyampe rumah lo."

"Eh? mau ngapain anjir?"

"Ya mau ngajak lo jalan lah, mau ngapain lagi?"

"Yakin banget gue mau jalan sama lo?"

"Oke, gue tutup."

"EH EH EH! Tunggu bentar!"

"Jadi?"

"Iya iya, gue ganti baju dulu."

"Anak pintar."

Terdengar dengusan di seberang sana sebelum telpon ditutup. Tanpa sadar Dika tertawa kecil. Mungkin dengan pergi bersama Salsa bisa mengurangi bebannya.

Akhirnya Dika bersiap-siap dan memanaskan motornya. Saat keluar dari kamarnya, Dika melihat mama dan papanya sedang di ruang kelurga. Jarang-jarang papanya ada dirumah, beliau hanya pulang saat weekend saja.

"Kamu mau kemana, Dik? Udah cakep aja," Tanya mamanya.

"Mau jalan ma." Katanya singkat sambil berlalu ke dapur untuk minum. Saat keluar dari dapur, mamanya memandangnya dengan senyum senang.

Sixteen [Selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang