'Enak ya jadi cowok. Kalau suka sama orang, bisa langsung kasih tahu perasaannya. Asal punya nyali dan siap muka kalau misalnya ditolak. Seenggaknya 'kan hati udah lega, gak usah dipendem terus. Tapi gak enaknya ya, harus terus perjuangin biar doi gak lepas.'
'Enak ya jadi cewek. Kalau suka sama cowok gak perlu perjuangin, cowok itu pasti datang dengan sendirinya. Asal ceweknya selalu kasih kode biar si cowok peka. Gak perlu siapin muka buat nahan malu pas nembak doi. Tapi gak enaknya ya, cuma bisa nunggu. Gak bisa bikin pergerakan lebih.'
Ya masing-masing punya kekurangan, 'kan? Dan kita gak akan bisa maju kalau hanya diam ditempat tanpa adanya pergerakan.
Emang, perempuan itu cuma bisa nunggu. Nunggu biar doi peka, nunggu biar direspon balik, nunggu kepastian yang gak datang-datang, nunggu, nunggu, dan nunggu. Tapi, misalkan si perempuan buat pergerakan lebih dulu, yang ada doi malah ilfeel dan ngerasa gak nyaman. Bukannya tambah dekat malah dijauhin nantinya.
Hal itulah yang Salsa pikirkan. Dia tidak bisa lagi menahan untuk tidak mengatakan yang sebenarnya kepada Andika.
Katakanlah Salsa berlebihan. Tapi, mayoritas perempuan pasti memiliki pemikiran yang sama seperti Salsa, bukan?
Sepertinya dia harus mengatakan perasaannya secepat mungkin. Masalah bagaimana reaksi Andika nantinya, akan dia pikirkan nanti.
Tapi untuk hari ini, Salsa benar-benar tidak punya muka untuk sekedar melihat wajah Andika. Seperti ada sesuatu didalam dirinya yang mengganggu. Apalagi tingkahnya tadi saat di belakang sekolah, orang bodoh pun tahu bagaimana perasaan Salsa yang sebenarnya.
Bego banget sih, Sal! Makinya dalam hati.
••••
"Makasih ya, Do, udah anterin gue balik." Ucap Dona.
"Hm. Yaudah gue balik." Ucap Aldo sambil menstarter motor Ninjanya.
"Eh, gak mau mampir dulu? Minum teh atau kopi, gitu?" Tanya Dona sambil menahan lengan Aldo.
"Makasih. Tapi gue buru-buru."
Dona menampakkan wajah kecewanya disusul dengan bibirnya yang memberenggut, yang jika dilihat lebih jelas lagi maka akan terlihat begitu polos dan lucu.
"Tapi, kapan-kapan lo mau 'kan anterin gue lagi?"
"Dona, bisa gak lo gak usah ngelunjak? Gue anterin lo karena lo yang maksa. Gue gak ngerti pikiran lo dimana."
"Gue kayak gini karena gue suka sama lo!"
"Terserah." Tanpa membuang waktu Aldo langsung tancap gas meninggalkan pekarangan rumah Dona yang sepi.
"Aldo!" Teriak Dona.
Dona kesal. Seandainya Aldo tidak pacaran dengan Aurel, mungkin sekarang dia masih memiliki kesempatan untuk dekat dengan Aldo. Dona merasa senang saat mendengar kabar Aldo putus dari Anya. Dona berpikir itulah saat yang tepat untuk bisa dekat dengan Aldo.
Tapi karena insiden 'ciuman' itu, ruang gerak Dona seperti dibatasi padahal sebelumnya terbuka lebar.
Ah, sialan! Maki Dona sambil menghentakkan kedua kakinya dengan gemas.
Dona pun masuk ke dalam rumah dan bergegas ke kamarnya. Setelah bersih-bersih, Dona langsung merebahkan diri di kasur sambil memainkan ponselnya. Entah ingin melakukan apa.
Padahal, bisa saja tadi dia dan teman-temannya pergi jalan-jalan setelah pulang sekolah, tapi mengingat hari ini dia akan diantar pulang oleh Aldo, rasanya ingin langsung pulang saja.

KAMU SEDANG MEMBACA
Sixteen [Selesai]
Teen FictionGue, siswi baru di SMA Brawijaya yang gak kenal siapapun, tiba-tiba ditarik sama cowok ganteng yang sayangnya nyebelin dan dia cium gue di tengah lapangan. Bayangin dia CIUM GUE. -Aurelia Isabella Friz Gue, cowok ganteng di SMA Brawijaya yang sayang...