XXI

74.6K 2.9K 59
                                    

ALDO

Hanya perasaan gue, atau Bella jadi lebih diem belakangan ini? Apa karena dia masih marah ya sama gue gara-gara waktu itu? Astaga, sampe kapanpun gue gak akan pernah ngerti jalan pikiran cewek. Terlalu rumit, susah ditebak, ngerepotin. Untungnya gue sayang Bella.

Oh.

Gue sayang dia?

Ya, kayaknya gue beneran sayang sama itu cewek.

Persetan lah sama semuanya! Urusan itu belakangan, yang penting, gue harus tau kenapa cewek gue diem aja dari tadi.

"By," panggil gue.

"Gak usah pake bi segala deh. Lo kira gue babi?" Nah kan? Salah mulu emang!

"Yadeh. Bel, lo kenapa sih? Lo cerita dong sama gue jangan diem aja." Ucap gue.

Dia cuma noleh terus langsung sandarin kepalanya di bahu gue, "gue gak apa-apa, Do."

"Tck! Gak apa-apanya cewek itu berarti apa-apa, Bel."

Dia menghela napas, "serius gue gak apa-apa."

"Bel, denger. Lo cewek gue. Apapun yang ngeganggu lo, berarti itu juga ngeganggu gue. Gue lebih suka lo bawel terus ngomel daripada kayak gini! Seenggaknya kasih tau gue apa kek biar gue gak ngerasa useless sebagai cowok lo!" Ucap gue yang sepertinya agak terbawa emosi.

Gila! Cuma Bella yang bikin gue gini.

"Lo kenapa jadi kayak cewek pms gitu?" Katanya sambil nahan ketawa. Anjir! Gue ngomong serius malah dibercandain.

"Bel, jangan alihin pembicaraan."

Dia mulai masang muka sedihnya lagi, dan diem. Seolah-olah gue gak ngomong apa-apa daritadi.

"Gue bakal cerita, tapi lo harus janji, jaga emosi lo. Oke?"

Sip. Gue deg-degan sekarang.

Mau gak mau akhirnya gue ngangguk juga. Gue lihat Bella mulai menghadap gue, dan sekarang kita hadap-hadapan. Gue bisa lihat matanya. Hanya perasaan gue, atau Bella mau nangis?

Bella berdeham pelan, "Do, lo tau Dika 'kan?"

Gue mengernyitkan dahi. Apa hubungannya sama sahabatnya dia?

"Tahu. Kenapa?"

"3 hari yang lalu, gue dateng kerumahnya. Gue berantem sama dia. Dan kita gak pernah berantem sehebat itu,"

Gue masih mendengarkan seksama tanpa ada niat untuk motong ucapannya.

"Gue minta maaf, Do. Gue yang gak bisa refleks. Maafin gue!" Tiba-tiba Bella nangis. Gue panik! Dia kenapa? Dan kenapa perasaan gue gak enak?

"Bel, shh... lo tenang dulu. Coba ceritain pelan-pelan." Kata gue sambil mengelus bahunya pelan.

"Gue... hiks, dia... gue..."

"Shh, tenang dulu. Pelan-pelan."

Dia pun menarik napas panjang lalu menatap ke arah gue, "gue dicium sama Dika."

Gue terdiam.

"Apa?!"

Dia apain cewek gue?!

"Do, maaf. Maafin gue, maafin gue, maafin gue!" Ucap Bella sambil nangis kejer.

Bajingan! Abis itu cowok setan sama gue! Bakal gue datengin ke sekolahnya, gue pukul sampe mampus, gue arak keliling sekolahnya, gue gantung di tiang...

"Apapun yang lo pikirin, plis jangan lakuin."

...bendera.

"Maksud lo apa? Lo seneng dicium dia? Dan lo baru bilang ini ke gue setelah tiga hari? Good!"

"Gak gitu, Do! Gue cuma gak mau mancing keributan! Plis ngertiin gue."

"Lo minta dingertiin tapi lo gak ngertiin gue! Lo sadar gak belakangan ini sikap lo yang berubah bikin gue bingung?! Gue kayak orang gila mikirin lo kenapa, Bel!"

Bella nangis makin kenceng. Gue ngerasa bersalah, tapi gue gak bisa diem aja! Dia tau Bella udah punya cowok dan dengan tololnya ngelakuin hal biadab kayak gitu. Benar-benar sinting!

"Dia... bakal abis sama gue, Bel."

Gue bakal abisin dia hari ini juga. Menunda sesuatu itu gak baik, 'kan?

"Lo pergi temuin dia, kita putus!"

Shit!

"Lo gak serius, Bel."

"Gue gak pernah seserius ini."

Gue memejamkan mata. Gue gak mungkin biarin Bella lepas dari gue, tapi gue juga harus lampiasin emosi gue sama si bajingan itu.

Gue mendekatinya, gue usap puncak kepalanya, dan gue kecup.

"Gue sayang lo."

Setelah itu gue pergi. Gue masih bisa dengar teriakan dia manggil nama gue dibelakang, dan Demi Tuhan gue menahan diri buat gak balik badan dan peluk dia.

Gue sayang lo, Bel.

••••

AUREL

Rasanya ingin sekali aku memutar waktu menjadi lima menit yang lalu dan menahan diri untuk gak cerita apapun sama Aldo.

Bodohnya, aku khilaf mengucapkan kata putus jika dia menghampiri Dika. Dan Aldo pun memilih pergi daripada tinggal. Berarti, ini sudah berakhir?

Ah! Kenapa semuanya jadi gini? Ini semua salah aku. Kalau aja aku gak datang ke rumah Dika, kalau aja aku gak perlu minta maaf sama dia, kalau aja... aku gak pernah ketemu dia.

Lucu, ketika di suatu masa aku sangat membutuhkannya dan sekarang aku bahkan menyesal pernah mengenalnya.

Intinya aku gak mau putus dari Aldo.

Tadi itu cuma gertakan biar dia gak pergi, berharap dengan itu dia gak akan kemana-mana. Cukup ada disampingku dan mendengarkan, itu lebih dari cukup. Tapi sepertinya pola pikirku dan dia sangat jauh berbeda.

Sekarang apa yang harus aku lakukan?

Tiba-tiba ponselku berbunyi, dan itu dari Aldo!

"Halo?"

"Gue harap yang tadi itu cuma buat gertak gue, Bel."

"Pokoknya, kalau sampai lo yang kenapa-napa kita putus!"

"Gue jago, Bel. Lo tenang aja."

"Aldo udahlah, lo balik kesini aja."

"Dan biarin aja itu orang? Ntar dia ngelunjak, Bel."

"Gue cuma gak mau lo sama dia kenapa-napa!"

"Dan lo masih belain dia."

"Aldo, dia sahabat gue!"

"Dan gue cowok lo, Bel!"

Aku terdiam. Aku gak bermaksud membela Dika, tapi tetap saja meskipun dia sudah bersikap kurang ajar, aku masih menganggapnya sahabatku.

"Terserah lo."

Dan aku pun memutuskan panggilan darinya.

Aldo gak ngerti dan gak akan bisa ngerti. Kenapa dia harus menyelesaikan masalah dengan emosi?
Memang salahku yang memancingnya, tapi 'kan dia bilang sendiri bahwa dalam suatu hubungan kita gak boleh saling menutupi dari satu sama lain. Aku mencoba terbuka padanya, dan beginilah hasilnya.

Bodoh, Aurel bodoh!

••••

Sixteen [Selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang