HAI! Yang udah baca cerita ini, bisa dibaca ulang ya, soalnya ada beberapa kalimat yang aku revisi.
Makasihhhh!••••
Dirumah sakit itu, semua keluarganya sudah hadir. Bahkan orangtuanya yang jarang dirumah pun sudah ada disana. Gita yang biasanya jarang pulang kerumah karena menginap dirumah temannya pun sudah ada disana, sedang menangis dan ditenangkan oleh sahabatnya, Bagas.
Pemandangan aneh bagi Aldo. Karena, sangat jarang hal ini terjadi. Pasalnya, waktu kelas 3 SMP dirinya yang terkena demam berdarah pun tidak dikunjungi seperti ini, hanya dikirim uang saja. Bahkan kakak satu-satunya itu tidak menjenguknya, namun hanya menanyakan kabar.
Dan ini? Apa yang sebenarnya terjadi pada adiknya?
Aldo pun memutuskan bertanya pada Bagas.
"Adik gue gimana?"
Bukannya Bagas yang menjawab, Gita malah bangkit dari duduknya dan memeluk Aldo erat. Aldo yang kaget pun hanya bisa diam tak membalas pelukan kakaknya.
"Lo kenapa?" Tanya Aldo bingung.
"Maafin gue," Ucap Gita lirih.
"Gue tanya lo kenapa, bukan nyuruh lo minta maaf." Balas Aldo dingin.
Pasti ada yang tidak beres. Orangtuanya pun kelihatan sekali sedang bingung dan panik.
"Rinda mau gugurin kandungannya, dan gue malah biarin aja. Gue kira dia gak bakal senekat itu. Maafin gue!" Ucap Gita dengan airmata yang makin mengalir.
"Goblok!" Maki Aldo penuh emosi.
Bukan, dia bukan memaki kakaknya, dia memaki kelakuan nekat Rinda.
"Aldo! Jaga bahasa kamu!" Ucap Andre yang sedari tadi memperhatikan kedua anaknya.
"Oh, daritadi papa disini? Anaknya mau mati baru perhatian? Kemarin-kemarin kemana aja?" Kata Aldo sambil menatap ayahnya datar.
"Aldo!" Teriak Anne kepada anak sulungnya itu.
Aldo menatap nanar pada kedua orangtuanya. Kenapa disaat seperti ini mereka semua harus berkumpul? Tidakkah Tuhan sayang padanya? Apakah keinginannya untuk bisa berkumpul bersama keluarganya lagi sangat susah?
Tanpa sadar, setetes air mata jatuh dipipi Aldo. Hanya setetes. Cepat-cepat dia menghapusnya dan pergi dari sana, diiringi tatapan keluarganya.
"Bangsat!" Teriak Aldo saat diparkiran.
Tidakkah Tuhan mengerti bahwa keinginannya hanya sesederhana itu? Tidakkah Tuhan mengerti bahwa yang diinginkan dirinya saat ini adalah pelukan hangat seorang ibu. Tidakkah Tuhan mengerti betapa tersiksa dirinya dengan kondisi seperti ini?
Dia tidak membutuhkan orang lain, dia hanya butuh keluarganya saja. Itu sudah lebih dari cukup.
Setetes air matanya pun luruh, diikuti tetesan-tetesan lainnya. Adiknya terbaring disana sendirian, tanpa sempat dia lihat wajahnya.
Adiknya.
Tanggung jawabnya.
Jika saja orangtuanya tidak egois, mungkin sekarang dia bisa memperkenalkan Aurel kepada Rinda. Rinda selalu senang melihat Aldo membawa pacarnya kerumah, meskipun yang pernah dia bawa hanya Anya.
Aldo yang sedang terdiam dikejutkan oleh panggilan diponselnya.
"Eh monyet! Lo dimana? Gue nyariin lo daritadi pe'a!"
"Berisik lu ah!"
"Serius gue, Do! Adik lo udah sadar!"
"Serius?"
"Iye, buru lo kesini makanya."
"Males gue kesana. Gue nitip dia sama Gita di lo ya. Gue gak percaya sama bonyok gue."
"Lo gak bisa egois gitu, Do. Kalau lo benci sama bonyok lo, jangan lampiasin sama diri sendiri. Apa gunanya gue sama yang lain sebagai sahabat lo?"
"Jijik anjir gue dengernya. Tapi, thanks. Gue gak tahu gimana jadinya kalau tadi lo gak nolong Rinda."
"Gitu 'kan gunanya temen?"
"Gue aneh dah denger lu ngomong sok melow gitu."
"Anjeng! Dah ya gue tutup dulu. Tapi kalau lu ada apa-apa telepon gue aja."
"Sip! Thanks, Gas."
"Yoo, masama."
Aldo sangat bersyukur, disaat kedua orangtuanya tidak peduli kepadanya, teman-temannya masih peduli padanya. Dan bertambah lagi satu orang yang memperdulikannya, Aurel.
••••
Untuk sehari saja, Aurel akan mengesampingkan egonya dan menghubungi Aldo duluan. Jujur saja, dia sangat khawatir tadi saat Aldo buru-buru seperti itu.
Sekarang sudah pukul 10 malam. Kira-kira dia udah tidur belum ya?
Aurel: Do?
Aurel: Udah sampe rumah?
1 menit...
2 menit...
5 menit...
10 menit...
"Kok lama ya dibalesnya?"
"Ih kok lama sih!" Aurel mendumel sendiri. Tumben sekali Aldo gak pegang ponselnya. Biasanya Aldo selalu taro ponselnya di kantong baju atau celana."Lo kemana sih, Do!" Ucap Aurel gusar. Aurel sudah menghubunginya berkali-kali namun tersambung dengan mailbox.
Aurel memutuskan untuk menunggu 10 menit lagi. Namun, menit per menit pun berlalu dan tidak ada balasan juga dari Aldo. Aurel pun memutuskan untuk tidur.
Tiba-tiba saat matanya sudah hampir tertutup, ponselnya berbunyi. Dan itu dari Aldo!
Aldo: Jadi enak ditanyain pacar wkwk.
Aldo: Btw gue baru sampe rumah.
Aldo: Gue tahu lo khawatir, Bel, sama gue, tapi gue gak apa-apa.
Aldo: Gue bakal ceritain semuanya sama lo tapi bukan sekarang.
Aldo: Pasti lo udah tidur ya? Sleeptight, by. Love you.
Aurel pun mengetikkan balasannya.
Aurel: Kebiasaan deh! Kalau ada sesuatu itu kabarin dong elah. Bikin panik tau gak?
Aurel: Pokoknya gue mau ngambek sama lo besok bodo amat!
Aurel tersungut-sungut sendiri saat membaca balasan dari Aldo, namun dia juga lega karena Aldo sampai dirumah dengan selamat.
Aurel pun memutuskan untuk mematikan ponselnya dan pergi tidur.
"Sleeptight, Do. Love you too."
••••
Too short but that's okay. Hope you enjoy it guys! And please leave vote or comment about this chapt.
Alasyu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sixteen [Selesai]
Teen FictionGue, siswi baru di SMA Brawijaya yang gak kenal siapapun, tiba-tiba ditarik sama cowok ganteng yang sayangnya nyebelin dan dia cium gue di tengah lapangan. Bayangin dia CIUM GUE. -Aurelia Isabella Friz Gue, cowok ganteng di SMA Brawijaya yang sayang...