XXIII

78.4K 2.8K 82
                                    

SALSA

"Dia gak mau gue telepon, Sal!"

"Terus?"

"Gue chat pun dia ogah-ogahan! Dia gak pernah kayak gitu sebelumnya!"

"Ya terus?"

"Gue harus gimana?! Gue gak bisa kalau marah-marahan sama dia terus!"

"Hm."

"Sal!"

"Apaan sih, Dik?"

"Gue harus gimana?"

"Ya mana gue tahu! Salah lo sendiri 'kan yang bertingkah gak pake otak. Ya, yaudah, nikmatin aja."

"Emang gak guna cerita sama lo."

"Yaudah sana cerita aja lo sama tembok!"

I'm just too tired to hear anything shit happen to him and his 'best'friend.

Kalau gue boleh egois, gue gak akan pernah izinin Dika buat dekat lagi sama Aurel. Tapi, gue gak bisa. Gue bukan siapa-siapanya. Cuma teman.

Huh!

Kalau gue inget itu, rasanya gue pengen banget cakar-cakar muka itu cewek. Dia udah beruntung punya sahabat yang selalu ngertiin dia, tapi apa yang dia lakuin?

Gue yakin omongan orang diluar sana itu emang benar.

Kalau lo punya pacar, secara gak sadar lo udah menjauhkan diri dari teman-teman lo.

Ya, gue setuju sama yang berpendapat kayak gitu. Dan ya, mungkin itu emang benar.

Saat lo lagi bahagia-bahagianya sama pacar lo, teman di sekeliling lo itu berasa gak ada. Tapi pas lo lagi berantem sama pacar lo, yang pertama lo cari pasti teman lo.

Dulu, pas gue punya cowok, mereka yang selalu ngejar gue. Ini bukan ge-er, sumpah.

Tapi sekarang?

Gue suka sama orang yang suka sama sahabatnya yang udah punya pacar yang bad tapi penyayang. Miris.

Oh. Kayaknya gue tahu kenapa Aurel gak mau sama Andika. Dia terlalu kaku, and I think, he is too protective. That's why she never want to stay behind him.

And you know what? I think, I'm in love with that cowok kaku dan protektif itu.

Fudge my heart!

Dan sekarang yang gue lakukan hanya diam dikelas dengan hape dan earphone juga buku sketsa yang selalu gue bawa. Gue bete, kesel, marah sama diri gue sendiri yang gak bisa berhenti suka sama Dika. Dan gue benci dia karena terlalu gak peka sama keadaan sekitar. Dia susah payah untuk menggapai yang jauh, padahal yang ada di dekat dia nunggu untuk digapai.

Anjay.

Jijik banget sih!

Cowok sialan emang! Dan sekarang gue gak bisa berhenti gambar sketsa wajah dia.

Stop being disgusting, Sal. You look like an idiot!

Kenapa sih muka itu orang gak bisa hilang dari otak gue? Dan sejak kapan gue jadi cewek menye-menye kayak gini?

"Itu muka gue, Sal?"

Astagfirullah! Sumpah gue kaget. Sejak kapan dia disitu?

Ah iya. Sejak tadi. Gue terlalu asyik sama pikiran gue sampai gak sadar kalau Andika masih dengan setia duduk disamping gue.

"Bukan." Balas gue singkat. Ya mana mungkin gue kasih tahu kalau gue gambar muka dia. Ya kan?

"Lo kenapa sih? Lo selalu bete kalau gue bahas tentang Aurel sejak di mall itu, biasanya juga fine aja."

Sixteen [Selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang