Epilog

109K 2.6K 135
                                    

Aurel tersenyum senang saat mengetahui NEM nya cukup memuaskan. Setidaknya, ijazahnya tidak akan ternodai dengan nilainya itu meskipun tidak akan mempengaruhi kelulusan nanti. Dia menghampiri Anya dan Reni untuk menanyakan hasilnya.

"Gimana?"

Anya bergerak gelisah, "bener 'kan kalo NEM itu gak berpengaruh buat kelulusan?"

"Enggak kok tenang aja. Emang NEM lo berapa, Nya?"

"28,55. Jelek banget 'kan? Duh gue bilang apa sama nyokap gue nanti?"

Aurel dan Reni berusaha menenangkan Anya, "bilang aja kalo itu gak pengaruh ke mana-mana. Istilahnya formalitas doang. Pasti nyokap lo ngerti." Ucap Reni sambil mengusap punggung Anya pelan.

"Iya bilang gitu aja. Lagian nilai UN tuh gak ngejamin lo di PTN nanti, jadi selo aja, Nya."

Anya pun bisa bernapas lega. Setidaknya teman-temannya itu selalu mendukungnya, jadi tidak masalah. Tentang bicara pada ibunya nanti bisa diurus belakangan.

"Eh bentar ya, ada yang nelepon gue." Pamit Aurel.

Aurel pun segera keluar kelas dan mengangkat teleponnya itu.

"Halo,"

"Halo, pump?"

"Dika! Akhirnya lo bisa dihubungin juga. Hape lo gimana? Udah bener?"

"Ya kalo belum gue gak bisa nelepon lo dong. Gimana sih?"

"Oh iya, hehe. Kenapa telepon? Kangen?"

"Hahahaha, udah pinter ya sekarang. Nanti kita makan siang bareng yuk, gue jemput. Mau gak?"

"Traktir ya?"

"Karena hari ini gue lagi seneng, jadi tenang aja. Sekalian gue mau ngasitau sesuatu."

"Oh oke. Nanti kalo lo udah didepan sekolah gue, kasih tahu aja ya."

"Sip, bye pump!"

"Bye."

••••

Aurel dan Andika sudah sampai ditempat biasanya mereka makan bersama. Bisa dibilang ini adalah langganan mereka.

Aurel pun mulai memesan, dilanjutkan dengan Andika.

Mereka bercanda gurau dan membicarakan hal-hal sepele yang membuat tertawa. Hingga pesanan datang pun, mereka masih saja menertawakan hal-hal tidak penting yang sedang mereka bicarakan.

"Oh iya, tadi lo bilang mau ngomong sesuatu. Mau ngomong apa?" Tanya Aurel disela tawanya.

Andika menyeruput minumannya. Dan entah kenapa Aurel melihat Andika hari ini sangat bahagia. Wajahnya cerah dan raut wajah datar yang sering dilihatnya pun mulai menghilang.

"Gue jadian sama Salsa!"

Aurel hampir saja tersedak, bagaimana tidak? Andika mengatakannya saat Aurel baru saja mencicipi minumannya.

"Serius? Wah selamat yaaaa! Gue udah ngira sih lo bakal sama dia. Kalian cocok, jadi pas lah." Ucap Aurel sambil memberikan dua jempolnya kepada Andika.

Sixteen [Selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang