Hurt, last part.
Sejak saat itu, aku tidak pernah lagi bertemu Jimin. Tidak pernah datang mengunjungi backstage mereka, juga tidak pernah mengangkat telepon darinya.
Ting.
From : Kim Taehyung
(y/n)?
Aku menyerngitkan alisku, tumben sekali Taehyung mengirimiku pesan. Dan mungkin karena aku tidak membalasnya, ia menelepon-ku.
"Halo?"
Aku menghela napas, "ada apa, oppa?"
"Bisakah kau datang ke dorm? Kami punya sedikit masalah,"
"Apa?"
"Bisakah kau datang? Aku meminta tolong, (y/n)."
Menghela napas panjang, aku harus bertemu Park Jimin lagi? Aku akan menghindarinya. "Oke, aku berangkat sekarang."
Lima belas menit kemudian, aku sudah sampai di dorm mereka. Dan Taehyung rupanya sudah duduk di teras sambil menatapku cemas, sepertinya ada hal yang serius?
"Oppa, ada apa?" Khawatir, aku menepuk pundaknya, ia seperti ingin menangis.
Ia menatapku, hidungnya memerah dan matanya berkaca-kaca. "Ji-Jimin.."
Deg. Darahku tiba-tiba berdesir setelah kembali mendengar namanya. Dan khawatir langsung merasukiku. "Jimin oppa kenapa?!"
Taehyung menarikku ke dalam. Rupanya Jin, Namjoon, Yoongi, Hoseok dan Jungkook menatapku dengan lega.
"(y/n) terimakasih sudah mau datang.." Namjoon dan yang lain mendekatiku dan memelukku bergantian.
Taehyung menunjuk kamar Jimin. Aku menelan ludah, tapi dengan perlahan aku berjalan dan mengetuk pintunya.
Sekali ketukan, tidak ada jawaban.
Dua kali, juga masih tidak ada.
Tiga kali, kini aku mengetuknya lebih keras. "Jangan ganggu aku."
Aku tersentak. Taehyung menangis, "se-semenjak Jimin pulang dari apartemenmu, ia tidak mau keluar kamar. Ia bahkan tidak makan, (y/n). Kemarin aku mengecek suhu tubuhnya, dan ia demam sekali. Ia mengigaukanmu, Jimin membutuhkanmu, (y/n)."
Aku menghela napasku, panjang. Air mataku turun begitu saja mendengar Jimin menderita karena aku. Menyiapkan batin dan mental, lalu aku membuka pintunya dengan pelan sekali, berusaha tidak menimbulkan bunyi.
"Jimin."
Jimin terbangun begitu saja, menatapku. Matanya sedih, tidak percaya, ia terlihat lebih kurus. Dan hatiku sakit melihatnya seperti itu.
Aku mendekatinya, duduk di tepi ranjang miliknya. "Oppa, kau baik-baik saja?"
Ya Tuhan, Jimin menangis sambil memelukku. Dan hatiku seperti sudah memaafkannya, sebegini lemahnya aku terhadapnya? Tidak bisa dipercaya.
"(y/n), (y/n), kau di sini.."
"Kau di sini, (y/n).."
"Kau menemuiku,"
Ia terus bergumam sambil mengencangkan pelukannya. Aku terus mengelus punggungnya, menenangkannya yang masih terisak. Kenapa Jimin menangisiku?
"Aku ingin bicara."
Jimin menatapku, menangkup kedua pipiku. "Bicaralah, sayang. Tapi berjanji jangan meninggalkan aku.."
"T-tapi, Seulgi?"
Setelah aku menyebutkan nama gadis itu, ia menunduk. Lalu mengusap kasar wajahnya.
"Aku menyukainya.." aku tertegun. Akhir-akhir ini aku merasa kelenjar air mataku bekerja ekstra keras karena Jimin.
Saat aku ingin menjawabnya dan membentaknya, Jimin mengangkat kepalanya. "Setidaknya aku berpikir begitu. Sampai saat kau meninggalkan aku pagi itu...aku tidak merasakan hal yang sama saat Seulgi meninggalkanku untuk laki-laki lain."
Aku menyerngit, bingung. "Saat kau pergi, aku merasa, kosong? Entahlah. Aku terus merindukanmu dan merasa bersalah, aku bahkan tidak sempat untuk memikirkan Seulgi, i'm crazy because of you, (y/n)."
"Aku--" Sudah cukup. Aku mencium Jimin dengan lembut, membuatnya terhenyak. Namun beberapa saat kemudian aku bisa merasakan ia tersenyum dan membalas ciumanku.
Tangannya yang bergetar karena sisa isak tangisnya tadi, menelusuri punggungku, dan melepas kaitan bra milikku. Aku sekarang berpindah menjadi duduk di pangkuannya. Dan lidahnya sudah bermain dengan giginya sendiri di leherku.
"Sekarang, kau milikku." Tanpa sempat aku membalas, Jimin sudah kembali menciumi leherku, sambil gigi dan lidahnya bekerja, tangannya membuka satu persatu kancing kemejaku.
"Jimin-ah.."
"Ya, (y/n) panggil namaku," Ia membuang kemejaku, dan kaosnya entah kemana. Lalu berguling, membalikkan posisi kami.
"I," ia menciumi payudaraku, memberikan tanda kepemilikan di sana.
"Miss," Jimin kemudian berpindah, menciumi pusarku dan menggigit perutku dengan giginya yang tajam.
"You so bad," Jimin membuka celanaku sekaligus dalamanku, dan memberikan kenikmatan padaku. Lidahnya sungguh lihai bermain di dalam sana. Aku menjepitnya dengan kedua kakiku, keenakan.
"Oppa!" Aku keluar hanya dengan lidahnya.
Jimin mengecup dahiku dan membuka celananya sendiri, lalu menyatukan kami, melakukan penetrasi. "Agh, (y/n).." Wajahnya memerah, dan ia langsung bergerak di dalamku.
Desahan kami memenuhi ruangan kecil ini, melupakan bahwa masih ada enam penghuni lain yang sedang menunggu kami di luar.
"(y/n)..."
"Oppa.." Aku keluar. Namun ia masih belum mencapai klimaks, jadi Jimin tetap menaikkan tempo gerakannya, membuatku kembali basah.
Kami terus bergerak, dan akhirnya aku merasakan cairan hangat berada di dalamku, saat aku juga mencapai puncak. Jimin mencabut miliknya dan mengambil tissue, membersihkan sela-sela pahaku.
Kami berpelukan sambil terengah.
--
Ugh, panas sekali. Aku harus menggunakan syal untuk menutupi kissmarks yang Jimin buat tadi. Kami akhirnya keluar, bergandengan tangan.
"JIMINNN!!!!"
"HYUNGGG!!" Semua meneriakinya dan memberikan jitakan pada kepala Jimin, ia hanya tertawa.
"Ayo makan, aku lapar sekali." Jimin menyeretku dan semuanya menuju meja makan. Mengorder pizza.
Namjoon menatapku dengan bingung, lalu tersenyum ambigu. "Jimin, lain kali bermainlah dengan hati-hati."
Aku dan Jimin hanya bisa tertawa canggung, disusul tawa dari member lain. Sial.
--
yeyeye sekuelnya jadi, maaf ya ga bagus soalnya lagi buntu :(
ga hot juga, maaf..
di draftku masih ada yoonmin x reader sama bts x reader [school life] mau yang mana duluan?😁
KAMU SEDANG MEMBACA
WILDEST DREAMS
FanfictionTell me the truth, You like him because he can dance, sing, handsome, cute, kind. But, A part of you like him because he's sexy. That's why sometimes you can't handle your own brain, Let your imagination fly, Dream wildly. cover by sass...
