V. First Time [Park Jimin]

17K 718 71
                                    

Aku tidak tahu harus melakukan apa. Canggung sekali. Aku dan Jimin baru saja resmi menjadi sepasang suami istri dan di sinilah kami, duduk di ujung ranjang sambil menghindari kontak mata.

Dengan perlahan aku duduk di meja rias, berusaha membuka banyak jepitan di rambutku. Ini sakit sekali.

"Perlu aku bantu?" Jimin bangun dari tempat tidurnya dan mulai membantuku melepas jepit.

"Aw, pelan-pelan, oppa!" Aku meringis. Kenapa susah sekali melepaskannya.

Ia mengecup kepalaku pelan, "maafkan aku." Lalu kembali berkutat dengan rambutku.

Setelah tiga puluh menit, akhirnya aku dan Jimin berhasil membuat rambutku kembali seperti semula, hanya tinggal menghilangkan efek hairspray.

"Mm, (y/n) aku belum sempat mengatakan ini. You look really beautiful today, the most beautiful bride i've ever seen, my bride, my wife." Jimin menciumi bahuku yang terbuka karena gaun resepsi ini. Aku bisa melihat pantulan kami di cermin, ia menatapku dengan cinta.

"Terimakasih." Berbalik menghadapnya, aku memeluknya sambil mencium aroma tubuhnya yang khas.

Jimin mencakup kedua pipiku dan mencium bibirku, perlahan dan lebih dalam. Aku tidak merasakan nafsu. Aku membalas ciumannya tak kalah lembut, membiarkan naluriku merajainya dan menuntunku. Menggigit bibir bawahnya, menelurusi bibirnya yang selama ini selalu mengungkapkan kata cinta untukku tanpa lelah.

Kami kehabisan nafas. Aku menatapnya, Jimin memerah dan tersenyum. Lalu mencium leherku dengan lembut, menghirup aromaku.

"Terimakasih sudah mau menikahiku yang mempunyai banyak kekurangan."

Ia terus melanjutkan kata-katanya sambil membuat kissmarks. Aku mendongak, menikmatinya.

"Kau sempurna di mataku, Jimin."

"Tidak. Kau yang terlihat sempurna di mataku." Ia menciumi bahuku, menggigitnya dengan pelan.

Perlahan ia membalikkanku, aku bisa melihat bayangan kami lagi di cermin. Dengan perlahan, Jimin membuka gaunku, aku bisa melihat diriku sendiri hanya menggunakan underwear.

"Look at that beautiful girl, i love her so much."

Aku menangis. Jimin dan segala kekurangannya, Jimin dan segala kelebihannya, sekarang menjadi suamiku.

"Jangan menangis, (y/n)."

"Aku bahagia, oppa." Aku tersenyum padanya, lewat cermin. Lalu aku melihat tangannya menuju payudaraku dan memainkannya pelan. Memutar putingku dengan dua jarinya dan memainkan satunya dengan lima jarinya penuh.

Aku bersandar penuh pada Jimin. "Ah, Jimin!" Jimin menggendongku dan membaringkanku di tempat tidur.

Jimin membuka pakaiannya sendiri, menyisakan boxer miliknya. Bergabung denganku di tempat tidur, langsung bermain dengan kedua payudaraku. Menghisapnya seperti anak kecil, memainkannya. Tidak tahan, aku mengangkat punggungku.

"Jimin, please.."

Ia menciumiku terus hingga menemukan milikku. Tanpa ragu ia melepaskan underwear milikku. Tidak tahu dari mana ia belajar, ia mulai menjilati klitorisku dan memasukkan satu jarinya, "sakit..."

"Maafkan aku,"

Aku mengangguk sambil menggelinjang. Geli. Jimin mungkin merasa aku sudah terbiasa, ia menambah jarinya menjadi tiga. Aku seperti terbang ke angkasa dengan serangannya.

"Aku..oppa, aku akan datang!" Ia mengangguk dan membiarkanku datang di mulutnya. Jimin menelan semua cairanku.

Matanya berubah khawatir, aku tahu kami akan memasuki inti permainan. "Aku tidak ingin menyakitimu, (y/n)."

Aku duduk menghadapnya, "lakukanlah."

Ia menggeleng, padahal miliknya sudah tegak sekali, siap berperang. Tanpa sepengetahuannya, aku memegang miliknya, membuatnya terkesiap.

"(y/n), jangan.."

Aku terus memaksa dan membalikkan posisi kami. Giliranku memuaskannya. Aku membuka boxer-nya perlahan, dan menggenggam miliknya, mengikuti naluriku. Memainkannya naik turun dengan perlahan.

Aku menatapnya. Pemandangan paling berbeda, ia mendongak mengepalkan tangannya, wajahnya sepenuhnya memerah karena aku mempercepat tempoku. Nafasnya tidak beraturan.

"Stop, (y/n) aku akan datang, tidak tidak." Ia menghentikanku dan membalikkan lagi posisi kami.

Jimin menatapku dengan khawatir--lagi. "Aku tidak apa-apa, aku akan marah kalau kau terus mengkhawatirkanku."

Mengangguk, Jimin mengecup dahiku. Ia mulai memasuki milikku dengan miliknya, perlahan sekali.

Sakitnya mulai terasa, aku menjadikan punggungnya sebagai tempatku melampiaskan sakitnya, mencakarnya dengan kuku yang tajam, aku menitikkan air mata.

"Ah," Jimin sudah memasukkan seluruhnya ke dalam milikku. Ia mengecup dahiku pelan, lalu hidung dan pipiku. "I love you, so much. Thank you for everything."

Aku mengangguk. Jimin mulai menggerakkan badannya, pelan. Lalu aku mulai ikut dengannya, menggerakkan pinggulku seirama dengannya. "Jimin!"

"(y/n), so tight!" Kami terus mendesah dan meneriakkan nama satu sama lain hingga aku merasa cairanku dan cairannya menyatu di dalamku.

Jimin menindihku sebentar, lalu bergeser dan memelukku. "Apa itu sakit?" Aku mengangguk.

Ia terlihat sedih, cute Jiminnie. "Aku tidak apa-apa, oppa."

Jimin memelukku, dan membuat lengannya menjadi bantalku. Ia mengelus rambutku dan menyanyi, membuatku tertidur.

"Kkwak jabajwo nal anajwo
Can you trust me, can you trust me
can you trust me
kkwak kkeureoanajwo
kkwak jabajwo nal anajwo
Can you trust me, can you trust me
jebal jebal jebal kkeureoanajwo.."

Aku merasa mataku mulai memberat, aku mengeratkan pelukanku, "Jimin oppa, i love you so much."

--
YAY INI BUATNYA 10 MENIT. Abis dengerin Jimin nyanyi Love Yourself langsung cepet-cepet buat ini karena sumpah ngena banget gakuad :( Buat chapter q&a aku baca abis ini ya.
Pls vote dan commentnya please, yang vote dan comment disayang bangtan~

WILDEST DREAMSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang