-37-

394 51 0
                                    

2 minggu kemudian

Sudah seminggu aku berada di Birmingham. Suasana baru. Teman baru. Aku suka tempat ini. Sangat damai. Aku senang duduk di bawah pohon yang ada di universitasku. Tempat ini begitu sejuk, sayang untuk ditinggalkan.

Calum. Aku benar-benar meninggalkannya. Aku biarkan ponselku yang lama kutinggalkan di Sydney. Jeremy akan membawanya saat ia ke London nanti. Kami telah mendapatkan rumah tepatnya di pinggir kota London. Jarak London dan Universitas Birmingham memang cukup jauh. Sepertinya aku akan tetap tinggal di asrama, dan akan pulang saat weekend atau jika tugasku tidak banyak.

Jeremy akan ke London 2 minggu lagi. Ia masih mengurus kepindahannya di Sydney. Dad bilang, rumah di Sydney tidak akan dijual, namun akan disewakan. Dad masih mau untuk kembali dan menengok rumah lamanya.

Aku merasakan angin yang begitu sejuk. Rambutku bermain dengan udara yang bergerak ini. Sungguh damai, itu yang dapat aku katakan tentang Birmingham.

"Sendirian saja, nona?" seseorang ikut duduk di sebelahku. Ia Adam.

"Hei, Adam!" sapaku senang dengan kehadirannya.

"Bagaimana? Apakah kau ingin kembali ke Sydney?" tanyanya menggodaku.

"Tidak. Aku sangat menikmati suasana disini. Aku tidak mau kembali ke Sydney." jawabku. Adam hanya tertawa mendengar jawabanku.

Adam adalah teman pertamaku disini. Aku belum pernah mengunjungi universitas di Eropa saat itu sangat bingung mencari kelasku. Datanglah Adam, yang ternyata satu kelas serta satu jurusan denganku. Ia juga mahasiswa baru disini. Hanya saja, ia telah mengetahui bagaimana universitas ini.

Adam sangatlah tampan. Ia memiliki wajah Eropa, dengan rambut brunette dan terlihat seperti tidak pernah disisir. Itu memberikan keunikan tersendiri. Ia selalu menggulung almamaternya, menambah ketampanan seorang mahasiswa baru disini.

Dan aku sendiri, setelah pindah ke Birmingham, banyak mahasiswa laki-laki yang tertarik padaku. Aku mengubah penampilanku 180 derajat. Kini aku lebih feminin. Aku membiarkan rambutku terurai dengan pita yang aku gunakan untuk menahan poniku. Tidak lupa aku memoleskan sedikit pelembab pada wajah dan lip tint pada bibirku. Aku menambahkan maskara pada bulu mataku yang sangat tipis, atau bahkan terlihat tidak punya bulu mata. Aku menggunakan almamater serta rok selutut yang memang menjadi seragam di universitas ini. Aku juga menggunakan kaos kaki putih panjang yang menutupi betisku hingga sebawah lutut, serta sepatu Vans hitam, menyamakan dengan seragamku.

"Bagaimana kabar pacarmu?" tanyanya.

Oh, ya, semua mahasiswa disini tahu bahwa aku kekasih Calum. Ingat, Calum orang terkenal. Semua mengetahui Calum. Mereka telah mengetahui aku tanpa perlu berkenalan denganku.

"Aku tidak tahu," jawabku.

"Kemarin kudengar dari bisikan perempuan di kantin, Calum sepertinya ada masalah denganmu," Adam memainkan rambutku yang terurai.

"Kau menguping! Aku baik-baik saja dengannya." jawabku berbohong.

Jujur, aku tidak tahu apa yang dilakukan Calum hingga para fans tahu bahwa ia sedang mengkhawatirkanku.

Ponsel di saku almamaterku bergetar, aku segera berdiri dan mengisyaratkan tunggu sebentar kepada Adam. Ia mengangguk.

Nomor yang belum ada di kontakku. Jangan-jangan Calum yang menghubungiku? Ah, lebih baik aku coba angkat terlebih dahulu panggilan ini.

"Hallo?"

"Ya Tuhan! Jessy, ini aku!"

"Hei, darimana kau dapat nomorku?"

Heartbreak Girl // c. hTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang