Perasaan Asma menghangat bisa pergi dari Khairul, Yuni, dan juga kroco-kroconya. Kalau tak ada Aditya, mungkin dia sudah kehilangan muka di depan banyak orang. Tanpa ia sadari, Aditya menghentikan motornya di depan sebuah warung tenda pecel lele. Asma yang masih duduk di belakang tubuh lelaki itu kelihatan bingung.
"Turun atuh," pinta Aditya. "Jangan nangkring bae di atas motor."
"Katanya mau nganter pulang. Ngapain ke sini?" tanya Asma, ia refleks memukul bahu Aditya.
"Makan," Aditya mengusap perutnya sendiri. Ia menambahkan dengan nada manja. "Gue lapar. Mau soto Lamongan."
"Lha?!"
"Gue tahu lu juga lapar. Perut bunyi dari tadi. Jadi kita makan dulu. Mana mungkin sih gue biarin anak orang masuk angin?" tanya Aditya. "Lagian lu emangnya mau bermacet-macetan ria di jalan?"
Asma melihat jalanan yang masih padat. Ia juga melihat Aditya yang wajahnya mulai memelas karena lapar, berkali-kali mengelus perutnya yang malah mirip ekspresi ibu hamil. Lelaki itu terlihat menggemaskan.
"Ya udah, deh." Asma turun dari motor dan masuk duluan ke warung itu. Ia bahkan melupakan kehadiran Aditya.
"Lha gue ditinggal!"
Setelah memarkirkan motornya, Aditya menyusul Asma yang sudah duduk manis di atas tikar. Warung pecel lele ini bergaya lesehan, banyak pekerja pabrik yang makan malam di sana.
"Lu mau makan apa?" tanya Aditya.
"Terserah kamu, deh."
"Terserah goreng atau terserah bakar? Pakai kuah enggak?" tanya Aditya sedikit sewot. Di dunia ini yang paling membingungkan adalah saat perempuan berkata terserah.
"Enggak lucu!"
"Ya iyalah. Seumur-umur gue ke rumah makan, gue enggak pernah tahu ada menu namanya terserah," jelas Aditya dengan nada gemas. "Di sini adanya nasi uduk, pecel lele, ayam goreng, burung dara goreng, soto Lamongan, tempe tahu goreng. Enggak ada menu terserah."
"Soto deh. Sama es teh."
Aditya melambaikan tangan kepada penjualnya. Kemudian seorang pelayan menghampiri mereka.
"Biasa, Mas. Dua," katanya.
Dan dijawab dengan anggukan kepala dari si pelayan. Aditya membuka satu plastik kecil kerupuk.
"Kamu udah biasa makan di sini, ya?"
"Ya." Aditya terus mengunyah. "Di sini sotonya enak."
"Kalau ke sini sama ceweknya, ya?" tanya Asma. Kalau Aditya punya kekasih, dia takkan mau pulang bersama lelaki ini lagi. Asma tak mau membuat sensasi lagi. Karena ia sudah merasakan bagaimana tajamnya lidah netizen penggemar lambe-lambean.
"Enggak punya cewek. Makan sendiri aja bisa," jawabnya asal. "Oh iya, namaku Aditya Senja. Umur dua puluh delapan tahun. Alhamdulillah, single."
Asma tertawa kecil mendengar cara Aditya memperkenalkan diri. Alhamdullilah single, baru tahu ada yang jomblo dan bangga. Lelaki yang unik.
"Siapa?"
"Aditya."
"Yang tanya?" kata Asma bercanda.
"Ternyata kamu jahat, ya." Aditya mulai manyun. "Kenalan lagi, donk."
"Oke. Namaku Asmadina Liza. Umurku dua puluh tahun. Alhamdulillah, single juga."
"Single susah move on," celetuk Aditya yang sudah tahu sejarah hubungan Asma.
Asma mengutuk dalam hati, bibirnya langsung meruncing dan dilihatnya Aditya tertawa puas.
KAMU SEDANG MEMBACA
Aditya
Romance#15 General Fiction : 17 September 2016 LENGKAP Hidup Asma berubah di kota ini. Dia bertemu Khairul, mantan pacar yang bikin dia susah move on. Yuni, pacar Khairul yang begitu posesif dan menyebalkan. Dia juga bertemu Aditya, teknisi muda yang terny...