12. Pergi Dari Rumah

1.9K 154 0
                                    

Sebuah mobil Avanza warna silver berhenti di halaman rumah Aditya. Aditya yang saat itu tengah asyik membaca koran segera melongok siapa yang datang. Turunlah seseorang lelaki muda membawa bayi dalam gendongannya. Raut wajah Aditya langsung berubah masam saat melihat adiknya, Bagas. Ia lihat juga ibunya turun dari mobil sambil membantu seorang perempuan untuk berjalan.

Ibu, Bagas, dan Ita. Trio rese bakal tinggal disini. - Aditya

"Bi Inah! Tolong ini donk!" teriak Ibu.

Tak lama Bi Inah tergopoh-gopoh keluar dari rumah dan membantu membawakan barang. Aditya kembali duduk kemudian menyesap tehnya seolah tak terjadi apa-apa. Ketika ibu, Ita, dan Bagas lewat di sampingnya, Aditya mendengar ibu berkata,

"Udah tahu repot kenapa coba gak bantuin?"

Aditya terlihat masa bodoh dengan keadaan. Dari dalam ia mendengar Bapak menyambut menantunya. Mungkin mereka langsung mengantar Ita ke kamar.

"Kamu gak mau lihat anaknya Bagas?" Bapak menepuk pundak Aditya.

"Males pak. Kalau gak mirip Bagas ya mirip Ita. Dua orang gak tau diri."

"Jangan begitu, Dit. Orangnya ada di dekat kamu. Nanti jadi ribut kalau mereka dengar ucapanmu."

"Biasa, Pak. Dulu H min satu pernikahan mereka, mereka juga menghina saya," Aditya melipat korannya, "Aku dibilang ga perhatian lah. Pelit lah."

"Ya Bapak tahu memang kamu semua yang biayai pernikahan mereka. Tapi tenang, kalau dana pensiun bapak sudah cair, Bapak bayar."

"Gak usah, Pak. Mending buat Bapak naik haji. Siapa yang berhutang, dia yang harus bayar." Aditya mengambil jaket dan helm yang tergeletak.

"Mau kemana? Celananya gak ganti tuh."

Bapak melihat celana yang dipakai Aditya. Celana jeans sedikit panjangnya melewati lutut, warnanya sudah agak pudar.

"Gak lah. Aku pergi gak jauh kok. Pergi dulu, Pak." Aditya mencium tangan Bapaknya. Ia segera menunggangi motornya dan pergi meninggalkan rumah.

*****

"Kamu gak bilang mau kesini." Agung meletakkan dua gelas kopi hitam di meja.

"Mendadak, Mas." tukas Aditya, "Sumpek liat Ibu dan Bagas."

"Mereka udah di rumah toh?" Agung meletakan sebungkus rokok dan firelighter dimeja.

"Ya. Istrinya Bagas udah melahirkan. Mau dirawat sama ibu katanya."

"Asyik donk. Punya bayi dirumah."

"Gak kebayang deh gimana mau tidur. Sebentar-bentar pasti ngek nangis." Aditya menyeruput kopinya.

"Jangan gitu. Manusia sejati hatinya akan selalu luluh setelah melihat bayi."

"Gue kan manusia setengah serigala! Gue mau pindah, Mas. Nyari kost."

"Kemana? Di tempat pacarnya Yuni banyak yang kosong."

"Bisa ribut tiap hari gue sama pacarnya Yuni."

"Kenapa?" Agung meninggalkan Aditya sebentar di ruang tamu.

"Kan dia mantannya Asma. Dan gilanya waktu itu dia giring gue ke pantai dalam kondisi teler."

"Masa?" Agung meletakan setoples kacang bawang dan nastar di meja.

"Iya," Aditya melihat dua jenis camilan itu, "Nastar? Emang udah dekat lebaran ya? Puasa aja belum."

"Hahaha. Buk'e selalu buat kalau dia pengin. Kamu mau apa? Putri salju? Kastengel? Tuh dibelakang masih ada," Agung membuka tutupnya, "Monggo dinikmati."

"Iya, Mas. Kalau kita ngobrol juga semuanya tinggal setengah." Sahut Aditya kelewat jujur.

"Si Asma gimana sama kamu?" Tanya Agung.

"Baik."

"Kok aku ndak merasa ada aura jatuh cinta, ya?"

"Aura jatuh cinta?" Aditya mengerenyitkan dahi, "Aku menjalani cintaku biasa aja. Gak perlu publikasi seperti orang lain."

"Iya sih."

"Oh, ya. Aku mau pindah ke tempatnya Asma. Kata si Zakiyah ada kamar kosong."

"Bagus lah kalau begitu. Bisa dekat sama pacar."

Aditya tersenyum, ia suka sekali  datang ke rumah Mas Agung saat sedang suntuk. Selain Mas Agung orangnya enak diajak curhat, di rumahnya juga tersedia banyak makanan. Mereka jadi betah membicarakan hal lain sampai sore hari.

*****

Pintu kamar Asma diketuk dari luar. Ia sebal sekali kalau ada tamu di jam tidurnya. Dan begitu ia membuka pintu, ia lihat Aditya berdiri sambil menggendong tas ransel yang biasa dia bawa kerja.

"Halo, Sayang." sapanya dengan suara berat mirip Patrick Star.

"Kenapa Mas?"

"Pengungsi dadakan. Malam ini gue tidur disini ya." Ujar Aditya sambil memasuki kamar. Ia langsung duduk di kasur lantai. Asma jadi bingung melihatnya.

"Haduh! Kayaknya gak bisa."

"Kenapa?"

"Aku gak ada tempat ngungsi. Zakiyah ke rumah kakaknya. Dia gak titip kunci. Mang Diman balik kampung. Ga ada kunci cadangan."

"Bagus lah."

"Apanya yang bagus?!" pekik Asma. Dia takut Aditya berbuat macam-macam.

"Ya udah. Tidur disini aja. Kamu di kasur. Aku disini. Daripada kasur lantaimu nganggur." Aditya mengambil bantal Asma berbentuk hati untuk mengganjal kepala, "Good night."

Aditya memejamkan mata. Asma masih bengong melihat tingkahnya. Ia pun segera mengunci pintu.

"Awas ya kalau kamu macam-macam sama aku!" ancamnya. Asma merebahkan badan di atas kasur dan menutup seluruh badan dengan selimut.

"Tenang aja," sahut Aditya, "Gue cowok pecinta wanita, loe gak bakal lecet sedikit pun."

Asma dan Aditya tidur menghadap arah yang berbeda, saling memunggungi. Asma tidur menghadap dinding. Perasaan Asma makin tidak tenang saat ia merasa Aditya sedang mengubah posisi tidurnya. Mungkin ia sedang menatap ke arah Asma, begitu pikirnya. Seluruh tubuhnya menjadi panas dan merinding. Kemudian ia merasa kasurnya agak bergerak. Ia pura-pura memejamkan mata. Sebuah tangan lembut menyingkirkan rambut dari wajahnya. Dan...

"Selamat tidur, Sayang." ucap Aditya lirih di telinga Asma. Sebuah kecupan ia berikan untuk si gadis cantik. Panas. Lembab. Cuma itu yang bisa Asma rasa di pipi kirinya.

Astaga, aku dicium Adit! Kenapa dia senekat itu? Haduh! Gimana ini? Gimana kalau dia macam-macam? Tenang Asma.... Tenang... Tapi... - Asma

Tanpa perlu banyak penjelasan perasaan Asma saat itu campur aduk. Ia merasa bahagia dan juga berdosa. Dia gak pernah sedekat ini dengan laki-laki. Apalagi Aditya cuma pacar bohongan. Pokoknya ciuman Aditya di pipinya bikin dia gak bisa tidur nyenyak semalaman. Dia terjaga karena takut Aditya akan berbuat lebih.

*****

AdityaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang