38. Separuh Jiwa Yang Hilang

1.5K 118 7
                                    

Aditya seolah hilang bak ditelan bumi. Keluarganya dan Asma tak ada yang tahu dia di mana. Dia sangat sulit untuk dihubungi. Bahkan ia tak meninggalkan jejak sedikit pun agar tetap bisa dilacak.

Asma tampak frustrasi dengan keadaannya sekarang. Tiga bulan sudah ia mencari kabar Aditya. Ia bahkan bertanya pada orang di kantor pabrik mengenai siapa yang bisa membantunya mencari Aditya. Tapi tak ada hasil.

Dan ia cuma bisa curhat masalah ini pada Zakiyah dikostnya.

"Terus aku harus cari ke mana lagi?" Keluh Asma sambil menyadarkan kepalanya ke bahu Zakiyah, "Aku tanya Maurice pun dia gak tau."

"Masa sih Maurice gak tahu sama sekali?" Tanya Zakiyah.

"Ya dia bilangnya begitu. Cuma dia mau berusaha tolong."

Zakiyah terlihat cuek, ia sibuk mengelus perutnya yang mulai buncit.

"Bentar lagi aku cuti tiga bulan nih." Ceritanya, "Masuk bulan delapan aku cuti hamil. Kamu baik-baik disini."

"Masa aku ditinggal lagi?" Asma merengek.

"Kan ada Khairul. Ada Bang Ucup juga. Mang Diman juga stand by 24jam."

"Mereka gak seperti kamu." Asma memonyongkan bibirnya. "Emang kamu udah hamil berapa bulan?"

"Lima bulan."

"Oh. Jadi yang kamu pingsan itu..."

"Itu udah dua bulan."

Asma terdiam. Dia memperhatikan perut Zakiyah. Sahabatnya itu sudah menikah dan hamil, rasanya Asma iri dengan Zakiyah.

"Kapan aku bisa hamil?" Ia elus perutnya sendiri.

"Lakinya aja gak ada gimana mau hamil?! Emangnya kamu ini amoeba yang bisa membelah diri?" Protes Zakiyah.

"Tuh kan... Kamu sensi banget sejak hamil."

"Ya kamu ngomongnya sembarangan."

"Ih bumil... Jangan sensi gitu donk sama aku. Pliss deh." Kata Asma sambil mengelus-lebih tepat mungkin menggosok-perut Zakiyah. "Kalau sensi terus, nanti anaknya cantik kayak aku lho."

"Au ah..."

Tiba-tiba ponsel Asma bergetar. Ia mendapat pesan dari Aditya. Wajahnya langsung berbinar.

"Nanti malam... Jam tujuh waktu Indonesia, aku mau ngobrol sama kamu. Lewat telepon aja. Aku lagi gak mood video call."

Seketika raut wajahnya berubah. Binar bahagia itu hilang. Aditya? Gak mood video call? Apa karena gak mood lihat Asma? Tapi Kenapa? Kok bisa? Dan berbagai pertanyaan muncul di kepala Asma.

"Asma... Kamu gak apa-apa?"

"Gak apa-apa."

"Kok pucat gitu?"

Asma cuma menggelengkan kepala. Ia menyandarkan kepala ke pangkuan Zakiyah.

"Sebenarnya, Adit tuh kenapa ya?"

"Coba kamu tanya aja kenapa dia berubah gitu." Zakiyah mengelus rambut sahabatnya.

"Kalau begini, aku tuh bingung. Mau diem, penasaran. Mau tanya, duh, aku takut dia ngamuk kayak waktu itu."

"Iya sih. Sepanjang kalian pacaran, emang si Adit gak pernah marah?"

"Pasti pernah. Tapi mungkin aku yang gak terlalu perhatian sama marahnya dia. Kalau ngamuk, ya itu, waktu dia lempar ponselku ke dinding."

Zakiyah mulai berpikir.

"Emang sih. Dulu aku dengar, orang yang paling lucu becandanya, tuh orang yang paling mengerikan kalau lagi ngamuk."

AdityaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang