14. Pertanyaan

2K 160 11
                                    

Aditya sudah duduk di atas motornya. Ia menarik restleting jaketnya. Saat ini ia sedang menunggu seseorang. Seseorang itu adalah Asma. Dan saat Asma keluar, dia langsung mengajaknya berangkat kerja bersama.

"Berangkat sama aku aja yuk." Aditya menawarkan diri.

"Eh, iya."

"Biar mesra gitu."

Asma menjulurkan lidahnya. Aditya langsung memberikan ranselnya pada Asma.

"Pakai kamu aja. Jadi nanti kamu boncengnya bisa peluk aku! Aaah! Enyak!" wajahnya mendadak mesum.

Asma melihatnya dengan tatapan jijik. Ia memakai ransel Aditya. Setelah menyalakan mesin motor, Asma naik ke boncengan belakang motor dan mereka berdua berangkat kerja bersama.

Suhu tubuh Aditya yang hangat membuat Asma merasa nyaman. Apalagi pagi ini cuaca mendung. Angin pun jadi terasa lebih dingin. Ia melingkarkan tangannya ke tubuh Aditya dan tanpa sadar menyadarkan kepalanya ke punggung pria itu. Aditya sendiri merasa bahagia walaupun sebenarnya lebih banyak deg-degannya. Ia sempat mengelus tangan Asma dan berharap perempuan ini merasa aman berada di dekatnya.

*****

Masih pagi. Baru pukul sembilan, tapi pekerjaan sudah menanti Aditya. Teknisi shift sebelah menitipkan *belt conveyor rusak di line dua padanya. Ia berjongkok melihat apa yang rusak. Ada material plastik,mungkin bungkus produk rusak, tersangkut di sana. Ia mengetuk kunci inggris nomor sepuluh pelan-pelan ke kepalanya, ia melirik Raka. Raka cuma mendengus.

"Problemnya mulai pukul enam lebih tiga puluh menit. Jelas dia gak mau repair." Jelas Raka.

Jam kerja mereka kan tujuh ke tujuh, kalau sudah tanggung mau pulang, teknisi manapun enggan membetulkan mesin rusak. Aditya menengok ke belakang. Ia terkejut. Operator perempuan mengerubunginya. Wajah mereka tampak panik.

"Gimana, Mas?" tanya salah satu operator.

"Ya repair lah. Kalian bantu milih barang manual dulu ah. Nanti Pak Naryo marah baru rasa lho! Dah sana!"

Operator itu pun mulai pergi. Aditya terkikik.

"Aku manis, yo. Banyak yang ngerubungi."

"Jangan salah deh. Bangkai cicak juga disemutin." sindir Raka.

Aditya mendengus kesal. Ia mulai memperbaiki conveyor tersebut.

"Mas Agung cuti?" tanya Aditya.

"Tuh di ruang komputer line satu. Problem lagi." jawab Raka.

Aditya melongok keatas, ia mencari sosok Agung. Dan ia melihat Agung sedang membetulkan komputer nomor tujuh.

"Lha terus kenapa kamu gak kerjain ini?"

"Ampun ah ini orang! Gue baru aja benerin conveyor juga, Dit. Line lima tuh. Sensor penghitungnya rusak yang paling ujung. Sensor awal material masuk lima puluh kantong, reject sembilan, tapi di sensor akhir material keluar ada enam puluh lima. Harusnya kan empat puluh satu. Udah gitu sering berhenti juga itu belt conveyor."

Sebenarnya Aditya tidak terlalu memperhatikan penjelasan Raka. Ia sibuk membuka mur dan mencoba menarik plastik yang sudah meleleh itu. Bentuk plastik yang sudah tidak karuan membuatnya kesulitan menarik.

"Plastiknya nyangkut di belt. Harus dicungkil dulu. Woy, Raka! Tarik nih beltnya!"

Kedua pria itu bahu-membahu mengerjakan belt conveyor yang rusak itu. Mereka membongkar benda itu, mempreteli perangkatnya, membersihkan sampai memasang ulang. Tiba-tiba Mas Budi mendekati Aditya dan berbisik.

AdityaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang