18. Konsultasi Bersama Raka

2.1K 159 12
                                    

Semenjak kejadian itu hubungan Asma dan Aditya menjadi renggang. Mereka makin jarang berkomunikasi. Apalagi setelah ponsel Asma dilempar Aditya ke dinding. Otomatis Asma tak punya sarana komunikasi. Ia hanya mengandalkan ponsel Zakiyah untuk menelpon orang tuanya. Ditambah lagi Asma tak menemukan apapun yang tersisa dari ponselnya. Entah layar pecah, casing pecah atau memory card pun tak ada. Semua sudah dibersihkan oleh Aditya dan tak tahu ada dimana.

Di pabrik pun mereka tampak berbeda. Aditya jadi lebih sering kumpul bersama temannya. Ia pun jarang masuk departemen packing untuk melihat Asma. Dan itu membuat Asma uring-uringan.

Dia bingung.

Kenapa Aditya yang begitu hangat bisa jadi sedingin ini?

Di kost pun mereka hidup selayaknya orang tak kenal.

"Sabar aja." kata Zakiyah menenangkan Asma yang berbaring tak karuan di atas kasur.

"Udah sebulan, Ki." keluhnya. "Pusing. Atau dia ada yang lain ya?"

"Jangan su'udzon deh. Baru sebulan. Oh iya kamu udah beli ponsel?"

"Belum." Asma memajukan bibirnya, "Duitnya aku kirim ke kampung."

"Beli deh. Yang tiga ratus ribu. Yang penting bisa buat telepon dan SMS."

"Iya deh. Nanti." katanya. "Ki, keluar yuk. Sumpek disini. Makin pusing."

"Hehehe. Jelas kamu pusing. Punya masalah sama Aditya. Jerawatan pula di kening."

Asma bercermin. Ia baru sadar ada jerawat dikeningnya. Haduh!

"Yuk deh keluar. Makan mie ayam yuk. Atau nyamperin si Dewa? Si Adit mah gak bakalan ke cafe itu."

"Ogah. Mall aja. Makan di food court. Aku mau mie ayam yang pedes gila itu."

"Ok deh. Siap-siap dulu, ya."

Zakiyah keluar kamar. Dan ia kebetulan berpapasan dengan Aditya yang hendak pergi keluar.

"Kemana, Mas Adit?" tanya Zakiyah.

"Ada deh." jawabnya singkat.

*****

Hari itu Aditya pergi ke rumah Agung untuk mencari pencerahan. Agung melihat perubahan pada Aditya, lelaki ini kelihatan stres.

"Kayaknya belum lama kamu disini, tapi udah ngerokok dua batang."

"Puyeng sirahku (kapalaku), Mas." Aditya mengisap rokoknya, "Aku habis marah sama si Asma. Ku lempar ponselnya ke dinding."

"Ampun ah. Gila kau, Dit?! Terus Asma gimana?"

"Ya gitu. Seperti Mas lihat. Di pabrik aja gak ada tegur sapa apalagi di kost."

"Kasian kamu. Apa ini ada hubungannya dengan keberangkatan kamu ke Jepang?"

Aditya terdiam. Ia menatap Agung yang minum kopi. Memang. Aditya belum cerita pada pada Asma kalau dia adalah salah satu teknisi yang sedang dicalonkan menuntut ilmu di Jepang.

Aditya menggelengkan kepala.

"Nah di situ salahmu. Pusing dibikin sendiri. Kamu tuh kandidat kuat, Dit. Secara umur masih sanggup. Kalau Raka udah gak sanggup. Karena dia udah ada anak."

"Sebenernya aku gak mau pergi ke Jepang, Mas. Aku takut ninggalin Asma. Aku takut dia mikir macam-macam."

"Asma gak mungkin begitu. Kecuali kalau kamu Bang Andi."

Keduanya tertawa.

"Assalamu'alaikum." kata sebuah suara.

"Wa'alaikumsalam." jawab Aditya dan Agung.

AdityaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang