10. Pacaran?

2.2K 160 8
                                    

Asma dan Aditya berjalan cepat keluar dari lingkungan kantor. Mereka tak sadar kalau mereka masih berpegangan tangan. Beberapa kota yang sedang lewat tersenyum melihat mereka.

"Kamu tuh o'on, ya! Nanti kalau Yuni malah nyebarin kita pacaran gimana?" tanya Asma. Ia ingin sekali ngunyeng-ngunyeng Aditya.

"Ya berarti emang dia tukang gosip. Selama ini gosip tentang kamu semua karena dia. Dan artinya emang dia caper alias cari perhatian dan juga baper alias bawa perasaan, soalnya dia curiga terus sama kamu yang dikira mau deketin pacarnya."

"Mas Adit, ngomong kok gak ada titik komanya, ya?" Asma menghentikan langkah mereka di lorong, mereka melihat tangan mereka bergandengan dan langsung dilepas. Mereka tampak malu-malu.

"In Shaa Allah kamu aman sama aku. Aku janji." Aditya mengangkat dua jari menjadi huruf V.

"Aku kan malu. Belum lagi kalau fans Mas Adit ngamuk gimana?"

"Wajar sih. Kan gue single. Dan gue punya pacar baru." Aditya menghitung dengan jarinya, "Sejak lima menit yang lalu."

"Bisa serius gak sih? Terus nanti sign Mas Budi gimana?"

"Tenang aja. Itu semua Aditya yang urus. Dan jangan lupa kamu traktir si Nadia jajan bakwan soalnya dia yang bagi tau aku soal kamu dipanggil ke office. Juga si Zakiyah, dia juga yang bilang Yuni dibawa kesana."

Sebuah pukulan manja mendarat di lengan Aditya.

"Makasih, ya."

"Ya," Aditya mengelus bekas pukulan Asma. Dipukul manja oleh Asma perasaannya jadi gimana gitu, "Udah sana. Masuk production lagi."

Asma langsung lari meninggalkan Aditya. Aditya gemas sendiri mengingat betapa anehnya wajah Asma, Bu Widya, dan Yuni di kantor tadi. Ia cengengesan sendiri sepanjang koridor.

*****

Hari ini Yuni pulang ke kost Khairul. Setelah keduanya selesai makan, Yuni sambil tiduran di kasur mulai cerita tentang harinya di pabrik.

"Aku gagal, Mas?"

"Gagal apa?" Khairul menyiapkan pakaian untuk disetrika.

"Aku gagal menjatuhkan si Asma cewek kegatelan itu."

Khairul menelan ludah. Lengkap sekali Yuni menyebut Asma dengan julukannya. Tapi ia tak mau ambil pusing, ia sibuk menyemprot pakaiannya dengan pewangi.

"Tapi Mas walaupun aku gagal, aku dapat kabar gembira."

"Apaan?"

Yuni mendekati Khairul dengan wajah sumringah, "Asma tuh pacarnya teknisi di departemenku."

"Siapa?" Khairul nampak mulai tertarik dengan pembicaraan ini.

"Aditya." jawab Yuni, "Itu yang motornya pernah dekat mas waktu mas jemput aku. Byson biru."

Khairul mencoba mengingat. Raut wajahnya berubah.

Anjrit! Jadi itu cowok pacarnya Asma? - Khairul

"Mas kenapa?"

"Eh. Nggak. Gak apa-apa. B-bagus donk. Y-ya kan?" Khairul jadi gagap sendiri, ia benar-benar tak mau dicurigai Yuni.

"Oh gitu. Aku seneng deh kamu bisa lupa sama dia," Yuni memeluknya dari belakang, "Jangan selingkuh lagi ya sayang. Aku bisa mati tanpa kamu."

Khairul menarik nafas panjang. Jujur saja dia muak mendengar ucapan Yuni, bukankah ucapan itu lebih cocok dengan dirinya sendiri yang selingkuh saat masih menjadi pacar Khairul? Rasanya tidak adil, dia bisa mencampakkan Asma demi Yuni yang mengancam bunuh diri. Sementara dulu Yuni bahkan tak datang untuk menjenguknya yang sekarat di rumah sakit karena menabrak pembatas jalan saat mengendarai motor dengan kecepatan tinggi setelah dihina Yuni didepan pacar barunya. Pikirannya makin rumit ketika tahu bahwa Aditya, cowok yang dia giring ke pantai ternyata benar pacar Asma.

*****

Begitu memasuki kantin, Asma langsung mendengar banyak orang berbisik tentang hubungannya dengan Aditya. Asma sudah bertekad untuk berjalan lurus menuju meja menu tanpa menoleh pada siapapun yang memanggilnya. Dan dia sukses melakukannya. Ia segera antri untuk membayar.

"Berapa mbak?"

"Lima belas."

Asma membuka dompetnya. Tiba-tiba dari belakang muncul lengan menyodorkan uang lima puluh ribu rupiah ke meja kasir.

"Gabung sama punya saya berapa?" tanya Aditya.

"Mas Adit." guman Asma.

"Jadi tiga puluh lima, Mas," si Mbak penjaga kasir menyodorkan kembalian, "Kembalinya lima belas ya, Mas."

"Makasih." Aditya langsung pergi. Asma mengikutinya. Mereka duduk bersama Zakiyah, Raka, dan Agung.

"Pasangan baru. Kapan nih kita dapat traktiran?" tanya Raka.

"Udah tua. Nanti aja loe pada datang ke kawinan gue." jawab Aditya.

"Kalian beneran jadian?" Zakiyah bertanya pada keduannya.

"Sebenernya..." Asma baru mau melanjutkan kalimatnya tapi terhenti saat Aditya menginjak kakinya. Wajahnya nampak menahan sakit.

"Sebenernya udah lama. Hehehe." Adiya tertawa garing.

Asma masih meringis kesakitan sementara itu tiga kawannya yang lain cuma mengangguk. Mereka antara percaya atau tidak percaya.

"Bagus lah. Cah bagus wes ana sing duwe (anak ganteng udah ada yang punya)," tukas Agung bangga, "Jangan lupa cepat nikah. Apalagi umurmu sudah dua puluh delapan tahun, Dit."

"Iya. Jangan sampai terlalu betah pacaran. Tapi masih mending kalau kamu pacaran sama perempuan. Ini Mas Agung malah pacaran sama komputer." celetuk Raka yang langsung disikut oleh Agung.

"Contoh si Raka. Umur dua puluh delapan tahun tapi anak sudah dua." kata Agung.

"Tiga," Raka mengkoreksi, "Putraku yang umur tiga tahun itu ada dua, Mas. Kembar."

"Oh pantes. Aku pikir waktu aku main ke rumahmu anakmu itu dua. Terus yang satu itu ada dedemit ngembarin anakmu."

"Kau nikah muda ya?" tanya Aditya pada Raka.

"Ya. Disuruh Mama," jawabnya singkat, "Alhamdulillah sampe sekarang rezekinya lancar."

"Rezeki anak sholeh ya, Mas." Ucap Asma.

"Emang," Raka sudah selesai makan, Ia segera bangkit dari duduk, "Aku mau ke surau. Duluan ya."

Setelah Raka pergi, mereka membicarakan cowok mungil itu.

"Raka nurut banget ya Mas sama Mamanya?" tanya Zakiyah.

"Banget. Aku satu RT sama dia. Dia doank tuh ABG yang nurut pulang kalau emaknya yang panggil." jawab Agung sebelum meneguk kopinya.

"Contoh yang baik." tambah Aditya.

Mereka kembali menyantap makan siang sambil ngobrol ngalor-ngidul. Sesekali Aditya memandang Asma, ia senang sekali dengan pacaran pura-pura yang bisa menyelamatkan Asma dari Yuni.

Tapi kalau Asma beneran mau jadi pacarnya, Aditya gak nolak kok.

*****

AdityaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang