22. Menenangkan Diri

1.6K 134 4
                                    

Khairul sampai dirumahnya di Solo, ia disambut oleh ibunya. Dipeluknya sang ibu.

"Piye kabare, Le (Gimana kabarmu,nak)?" Tanya ibu.

"Sae, Bu (Baik,bu)." Jawab Khairul.

"Yuk masuk. Ibu masakin sayur lodeh sama sambal teri kesukaan kamu. Tapi cuci tangan dulu ya." Sang ibu menuntun anaknya masuk kedalam rumah.

"Iya bu. Maaf ya bu, Irul gak bawa oleh-oleh."

"Nda apa-apa,Le... Kamu pulang dalam keadaan sehat lengkap aja ibu udah seneng."

Khairul menuju kamarnya. Ia benar-benar merasa nyaman disini. Ia harap bisa sedikit melupakan masalahnya di kota.

*****

Dipabrik beredar berita bahwa Yuni ditahan polisi karena telah menyerang Asma. Semua tiba-tiba menjadi bersimpati pada Asma. Agak aneh ya manusia itu, dulu kita mudah menjelek-jelekan orang cuma karena hal yang seringnya kita ga tahu kebenarannya, dan sekarang juga berbalik membela orang tersebut karena suatu hal.

Asma mulai dilatih untuk menjalankan mesin baru, setiap hari ia didampingi Mas Budi atau teknisi pengganti. Lumayan juga dia membuat banyak barang rusak. Ia pun stress.

Melihat Asma yang sudah tak tenang, Mas Budi pun menyuruhnya stop dulu.

"Stop dulu Asma. Kita benerin lagi mesinnya."

Asma mundur beberapa langkah, kemudian Mas Budi maju untuk membetulkan mesin itu.

"Asma, Adit terpilih pergi ke Jepang lho."

"Oh... Iya ya?" Asma tertunduk lesu.

"Kamu sedih ya?" Tanya Mas Budi sambil menoleh.

"Iya lah mas. Siapa yang mau ditinggal."

"Mas ngerti kok. Istri mas yang beda kota aja sering uring-uringan kalau mas mau berangkat lagi."

Asma melihat Aditya berjalan sambil mengobrol dengan Mr. Chen. Dia yakin mereka membicarakan keberangkatan Aditya.

Ia galau.

Setelah memberi hormat, Aditya pergi menemui Asma dan Mas Budi.

"Gimana? Kapan berangkat?" Tanya Asma.

Aditya terdiam, "Maaf ya Asma, tapi... Aku sebenarnya. Aku.. Aku mau beasiswa itu. Aku egois ya?"

"Hm..."

"Kalau Asma gak suka, Asma boleh putusin Mas."

"Ma, ni ketok kepala dia pake kunci inggris. Error tuh." Celetuk Mas Budi sambil mengacungkan kunci inggris nomor tujuh belas.

"Nanti kita bicara lagi deh, Mas."

Aditya pun melangkah pergi meninggalkan departemen Asma. Langkahnya memasuki departemennya dan sudah disambut wajah kusut si Raka.

"Kenapa loe?"

"Gak bisa benerin conveyor. Beltnya gak lurus kalau ada beban. Apanya yang dibenerin?"

Aditya berpikir. Ia juga melihat rusaknya.

"Coba atur chute pengarah material sehingga jatuhan material di center belt conveyor terus atur posisi roller atau bracket agar roller dan belt conveyor bersentuhan" Katanya, "Kalau beneran rusak baru manggil gue."

"Dit..." Panggil Raka pada Aditya yang hendak berlalu, "Jangan masuk departemen."

"Kenapa?" Aditya menoleh dan langsung diam ditempat.

"Nanti loe diserang operator kepo."

Senyum. Cuma itu respon Aditya. Dia sudah yakin pasti akhirnya akan seperti ini, tapi mau bagaimana lagi. Selama manusia hidup, mau tingkahnya baik atau buruk tetap saja akan jadi bahan gosip.

*****

Aditya dan Asma sampai awal di kost mereka. Mereka langsung menuju kamar masing-masing. Sebelumnya mereka sudah berjanji untuk bicara malam ini.

Setelah mandi, Aditya mampir ke warung tegal untuk membeli makan untuk dia dan Asma.

Suasana makan malam terasa aneh. Aditya dan Asma sama sekali tak bicara apapun. Hingga akhirnya selesai makan, baru mereka bicara.

"Asma, aku memang terpilih jadi penerima beasiswa ke Jepang. Itu untuk melanjutkan S2 aku." Jelas Aditya, "Aku dulu kuliah di Teknik mesin. Dapat gelar S.T. Kalau aku bisa ke Jepang, jenjang karirku bisa naik."

"Jadi aku ditinggal nih?"

"Ya nggak. Adit gak ninggalin kamu. Kita masih punya waktu."

"Mas yakin?"

"Yakin. Banyak waktu. Lagi pula, program magister kan gak lama. Cuma dua tahun. Yang bikin lama kan karena ada magang wajib satu tahun."

Melihat piring mereka sudah kosong, Aditya langsung mengambil untuk mencucinya. Asma memperhatikan Aditya, ia pun mulai berpikir bagaimana nanti kalau Aditya berangkat ke Jepang. Siapa yang akan menjaganya?

*****

Aditya, Budi, Raka, dan Yudi dipanggil untuk rapat. Rapat selama satu jam itu berdampak buruk pada beberapa mesin yang tiba-tiba "ngambek" minta disentuh dengan penuh kasih sayang oleh para teknisi. Termasuk mesin Asma. Mesin tuanya memang paling sering bikin masalah.

"Haduh, Bu Wid... Ini gimana?" Asma panik melihat mesinnya mulai macet.

"Di stop dulu. Di off apalah pokoknya. Haduh ini teknisi dipanggil semua lagi." Gerutu Bu Widya.

Asma mematikan mesinnya. Pak Tono lewat menuju mereka.

"Itu teknisi rapat apa sih pak?" Tanya Bu Widya.

"Oh itu, itu katena teknisi kita kurang. Yudi dan Agung kan sebetulnya orang IT, kemarin Bos lihat mereka benerin mesin, ya udah jadi masalah." Jelas Pak Tono, "Teknisi departemen lain udah ada semua. Tinggal departemen packing dan QC aja yang teknisinya kurang. Disini cuma Budi. Di QC cuma Raka sama Aditya. Aditya mau ke Jepang."

"Jadi kurang dua ya?" Tanya Asma.

"Iya... Paling nanti buka lowongan kerja." Jawab Pak Tono. Ia melihat barang reject Asma, "Belum beres juga mesinmu?"

"Belum." Jawab Asma.

Pak Tono dan Bu Widya saling berpandangan. Tak lama Mas Budi berlari cepat menuju mesin Asma.

"Sorry telat." Ia melihat mesin Asma, begitu lihat ada plastik yang meleleh dan melekat pada salah satu komponen mesin, Mas Budi langsung menepuk dahinya, "Ya Ampun, kan aku udah bilang jangan sampai melekat plastiknya. Haduh. Temperaturnya kepanasan ini."

Asma cuma tersenyum masam, bukan salahnya juga kalau mesin itu error. Mas Budi geleng-geleng kepala melihat keadaan ini.

*****

AdityaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang