PART 2

1.2K 69 4
                                    

Follow me on

IG: @rachmafadil

Vote & komen please!
Jangan jadi silent readers!

Please VOTE + COMMENT + SHARE!
It means a lot to me... :)

Happy reading... 😊

Sebuah mobil hybrid berwarna putih keluaran Tesla-salah satu perusahaan mobil terbesar di dunia-berhenti tepat di depan hall utama kampus pusat Universitas Marcient. Mobil itu menyita perhatian banyak orang. Apalagi kalau bukan karena mobil tersebut masuk ke dalam jajaran mobil hybrid termahal di dunia. Meski rata-rata para mahasiswa di sana juga memiliki mobil sendiri-sendiri, bahkan bisa lebih dari satu, tapi tetap saja mereka akan terpukau kalau ada mobil mewah masuk ke halaman kampus.

Dan besoknya, beberapa dari mereka pasti akan langsung membawa mobil dengan model yang sama meski dengan warna yang berbeda. Tapi sayangnya, mobil yang ada di hadapan mereka ini terlampau mewah. Meski mereka bisa minta ke orang tua agar dibelikan mobil yang serupa, tapi belum tentu orang tua mereka mau membelikan. Karena mobil semahal itu terlalu berlebihan kalau digunakan sama anak kuliahan.

"Ck. Pak, tadi kan saya udah bilang, turunin aja saya di halte depan rumah sakit itu! Mobil ini tuh terlalu mencolok, tau nggak. Tuh liat! Sekarang saya jadi tontonan banyak orang, kan?

"Maaf, Non Genie. Tapi tadi Tuan Roulette minta saya buat nurunin Non tepat di depan hall."

Cewek itu mengibaskan tangan di depan mukanya. "Halah, cuma Papa ini yang minta. Udahlah, Pak, nggak usah digubris-gubris amat omongannya Papa mah. Toh Papa juga nggak bakalan tau," ucapnya malas. Ia lalu membuka pintu di sebelahnya. Baru saja satu kakinya keluar, kepalanya balik menoleh ke sopir yang duduk di depannya. "Oya, Pak, ntar nggak usah jemput saya. Saya mau pulang sama temen."

"Tapi, Non..."

"Nggak ada tapi-tapian," sergahnya. "Tinggal nurut aja kenapa sih, Pak? Ribet amat dah."

"Bukan gitu, Non. Nanti kalo saya dimarahin sama Tuan gimana?"

"Pak Agus tenang aja! Ntar saya yang bilang sendiri sama Papa. Oke?" Ibu jari dan jari telunjuk Genie membentuk huruf O.

"Ya udah. Tapi nanti Non Genie bilang dulu sama Tuan kalo mau pulang sama temennya ya!"

"Beres," katanya seraya tersenyum puas.

Genie segera keluar dari mobil. Disambut tatap-tatap penasaran dari para mahasiswa Marcient yang ada di sekitar gedung utama, ia melangkah ke jalan yang ada di samping hall. Tanpa perlu menoleh ke kanan-kiri dan melempar senyum sok manis, ia terus berjalan ke ruang kelasnya. Oke, Genie memang bukan orang yang cueknya setengah mampus. Tapi kenapa juga dia harus senyum sana senyum sini sok akrab? Toh ia juga tidak kenal sama mereka, kan?

"Jiiiiin....."

Sebuah teriakan cempreng dari arah belakang memaksa Genie berhenti. Tanpa perlu menoleh ke belakang pun cewek itu sudah tahu siapa yang memanggilnya barusan. Clara! Ya, siapa lagi yang memanggilnya seperti itu kalau bukan dia.

Genie berdecak sebal. "Bisa nggak sih lo berenti manggil gue Jan, Jin, Jan, Jin, gitu? Berasa kayak setan tau nggak gue sekarang," semprotnya ketika Clara sudah berada di sebelahnya.

"Lah, itu kan emang nama lo. Daripada gue manggil lo Ni, Ni, gitu? Ntar malah gue dikira manggil cewek-cewek Jawa jaman dulu." Clara mengedikkan bahu. "Yah, gue sih nggak pa-pa. Tapi masalahnya muka lo tuh nggak Jawa banget. Kalopun maksa pengen jadi cewek Jawa, nanggung mah muka lo. Nggak maksimal. Musti operasi plastik dulu deh kayaknya" jelasnya panjang lebar yang diakhiri dengan ledakan tawa.

Flower & The BeastTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang