Follow me on
IG: @rachmafadilVote & komen please!
Jangan jadi silent readers!Please VOTE + COMMENT + SHARE!
It means a lot to me... :)Happy reading... 😊
Arsen mengendarai motor gila-gilaan. Membuat manuver-manuver tajam layaknya pembalap motor profesional. Suara klakson, makian, cacian, dan sumpah-serapah dari para pengendara lain yang ditujukan padanya sama sekali tidak dia hiraukan. Pikirannya cuma terfokus pada Genie dan papanya. Ia sudah tahu dengan pasti apa yang bisa laki-laki tua itu lakukan ke ceweknya. Seorang Darwin tidak akan segan-segan melukai apalagi membunuh orang lain. Walaupun orang itu sama sekali tidak bersalah.
Sesampainya di tempat parkir sebuah gedung yang berdiri megah dan kokoh, Arsen menghentikan motor dan mematikan mesinnya. Cowok itu lantas berjalan cepat ke arah pintu depan yang terbuat dari kaca. Pintu terbuka otomatis. Arsen langsung masuk ke dalam. Sambil menahan-nahan amarahnya yang sudah mencapai ubun-ubun, ia melangkah menuju lantai empat puluh, di mana sebuah ruangan mewah terletak di dalamnya.
"Selamat sore Tuan Arsen," sapa seorang cewek yang sudah Arsen kenal. Cewek itu bernama Tasya, sekretaris papanya. "Ada yang bisa saya bantu?"
Arsen tak menghiraukan ucapan Tasya dan langsung masuk ke dalam ruangan papanya tanpa perlu mengetuk pintu ataupun menyapanya. Dilihatnya laki-laki itu sedang berkutat dengan berkas-berkas yang menumpuk di atas meja.
"Papa harap kedatanganmu ke sini membawa kabar baik buat Papa," kata beliau dengan tetap sibuk membolak-balikkan tumpukan kertas-kertas tebal di hadapannya. Kalimat itu menjadi sapaan sekaligus pembuka obrolan mereka. Papa kemudian mengangkat kepala menatap anaknya. "Apa kamu siap pegang sebagian bisnis Papa?"
Arsen menggeram pelan. "Udah berapa kali gue bilang, gue nggak mau megang bisnis lo! Apapun bentuknya!" teriaknya marah.
Papa menyandarkan punggung di kursi. "Arsen, Arsen, Arsen." Laki-laki itu geleng-geleng kepala, tak mengerti dengan jalan pikiran anaknya. "Papa udah nunggu kamu sampe umur dua puluh. Itu batas maksimal yang Papa kasih ke kamu buat mulai menjalankan bisnis ini. Setelah umur tiga puluh, kamu bisa pegang semua bisnis yang Papa punya."
"Kenapa nggak anak lo sendiri yang lo suruh buat megang bisnis sialan itu?"
Satu alis Papa terangkat. "Kamu tau dia nggak sekuat dan setangguh kamu. Kamu hebat dalam segala hal," jawab beliau jujur. "Semua nilai akademikmu bagus. Punya geng yang kuat dan channel yang luas. Selalu menang balap liar. Bahkan semua transaksi bisnis yang Papa lakukan lewat kamu selalu berjalan mulus tanpa halangan." Papa menyebut beberapa dari sekian banyak kemampuan Arsen. "Lagipula kamu juga anak Papa."
Mata Arsen makin menajam mendengar kalimat terkahir laki-laki itu. "Gue bukan anak lo. Nama lo bahkan nggak ada dalem nama gue." tandasnya.
Laki-laki di depannya tersenyum tipis. "Apalah arti sebuah nama?" Ia mengedikkan bahu cuek. "Selama darah Papa masih mengalir di badan kamu, selama itu juga kamu bakal tetep jadi anak Papa."
Arsen berjalan cepat ke arah meja kerja papanya. "BRENGSEK!!!"
Disentaknya kasar semua alat-alat kantor dan berkas-berkas papanya ke samping. Bahkan komputer beliau pun ikut jatuh dan hancur di lantai. Tapi laki-laki itu cuma diam. Pemandangan seperti ini sudah sering ia lihat. Terlebih saat anaknya itu marah.
Arsen meluapkan seluruh emosinya. Ia masih tidak bisa menerima fakta itu. Fakta bahwa laki-laki tua ini adalah papanya. Kalau bisa memilih, ia tak mau dilahirkan ke dunia dengan seorang ayah seperti Darwin. Kalau boleh meminta, ia tak ingin darah laki-laki itu ada di dalam tubuhnya.
Arsen lalu balik badan, hendak meninggalkan ruangan itu. Tapi suara papa seketika menghentikan langkahnya.
"Genie." Satu nama yang keluar dari bibir beliau membuat tubuh Arsen mendadak menegang. "Kalo kamu pengen hubunganmu sama gadis itu baik-baik aja, sebaiknya kamu mulai ikuti perintah Papa."
Arsen menggeram kemudian kembali balik badan menghadap papanya. "DON'T YOU DARE TOUCH HER!!!"
Beliau tersenyum miring, puas menemukan kelemahan anak cowoknya. "It depends on you. If you follow my rules, then I'll leave her alone." Arsen mengepalkan kedua tangannya. "Papa kasih kamu waktu buat berpikir. Papa harap kamu nggak salah menentukan pilihan."
Arsen memutar badan, melangkah keluar, dan membanting pintu di belakangnya. Saat ini pikiran dan hatinya benar-benar kacau. Cowok itu bingung harus melakukan apa. Di saat dirinya sudah menemukan kebahagiaan yang selama ini ia cari, kenapa datang rintangan baru yang membuatnya terjebak dalam pengambilan keputusan tersulit dalam hidupnya? Kalau ia mengikuti perintah papanya, hubungannya dengan Genie akan baik-baik saja. Kalau tidak, hubungan mereka yang akan dipertaruhkan. Tapi kalau sampai cewek itu tahu bisnis apa yang akan ia jalankan, apa dia bisa mengerti dan menerima semuanya? Belum lagi kejadian waktu itu yang selama ini ia coba tutup rapat-rapat. Kalau Genie mengetahui semuanya, apa dia masih mau menerima dirinya?
"BANGSAT!!!" Arsen memukul cermin toilet di depannya hingga hancur berkeping-keping. Darah mengalir di punggung jari-jari tangan kanannya.
Setelah beberapa menit berdiam diri di dalam toilet gedung perusahaan papanya, tanpa membasuh tangannya yang berdarah Arsen keluar dari sana dengan langkah gontai. Ia butuh sesuatu untuk menenangkan pikiran. Menarik sesaat kesadaran dirinya dari segala macam masalah yang menerpa.
Vomment ditunggu.
See you in next part... :)
KAMU SEDANG MEMBACA
Flower & The Beast
Literatura Feminina(Sebagian part diprivate. Silakan follow untuk membacanya!) Warning: 18+ Genie, mahasiswi yang berhasil masuk ke universitas swasta elit lewat jalur beasiswa. Selama menjadi mahasiswi di sana, keinginannya cuma dua, yaitu bisa belajar...