PART 5

777 52 5
                                    

Follow me on

IG: @rachmafadil

Vote & komen please!
Jangan jadi silent readers!

Please VOTE + COMMENT + SHARE!
It means a lot to me... :)

Happy reading... 😊

Bel tanda pergantian mata kuliah berdering. Seluruh penghuni kampus Marcient berhambur keluar kelas. Tak terkecuali Genie dan Clara. Dengan menarik lengan temannya itu, Genie berjalan cepat ke arah lapangan basket outdoor. Dengar-dengar hari ini anak-anak tim basket kampus yang terkenal dengan nama Marcient Lion akan berlatih untuk pertandingan basket antar universitas se-Jakarta yang akan diadakan sebentar lagi. Jadi dia nggak akan melewatkan kesempatan untuk melihat Paxie.

"Jin, jangan cepet-cepet dong! Lo nggak liat apa gue pake high heels?!" teriak Clara.

"Gue yang pake wedges biasa aja tuh," ledek Genie.

"Ish, punya lo kan tingginya cuma lima senti. Punya gue sepuluh senti."

"Makanya kalo beli sepatu tuh jangan tinggi-tinggi! Beli yang maksimal lima senti aja udah cukup. Lagian cuma buat ngampus ini."

"Tapi kan lo tau kalo gue harus pake sepatu yang agak tinggian. Secara badan gue itu mungil. Lebih mungil dari lo," tukas Clara. "Mungil ya, bukan pendek. Get it!"

"Ya, ya, ya. Terseraaah..."

Setibanya di pinggir lapangan basket, Genie dan Clara mengambil salah satu tempat duduk panjang berlapis porselen hitam. Dengan senyum mengembang dan binar-binar kekaguman di matanya yang tak bisa disembunyikan, Genie memandang lurus ke arah Paxie yang sudah memakai seragam basket berwarna biru. Cowok itu sekarang sedang melakukan pemanasan sebelum mulai latihan.

"Jin!" panggil Clara sesaat kemudian. Yang dipanggil bergeming. Dilihatnya temannya tersebut tersenyum ke arah Paxie. Jelas cewek itu sebal. "Dih, yang udah ketemu sama sang pujaan hati, temen sendiri langsung dikacangin," cibir Clara.

"Bodo."

"Ih, lo mah gitu amat, Jin. Gue tinggal nih," dumelnya jengkel.

            Genie menoleh. "Eh, eh, jangan dong, Ra! Ntar gue kayak orang ilang kalo lo tinggal."

            "Ya udah, makanya jangan nyuekin gue!"

            "Iya, iya." Genie akhirnya mengalah. "Emang lo mau ngomong apaan?"

            "Gue mau tanya, sejak kapan lo pengen masuk kedokteran?"

            "Sejak lulus SMP. Sebenernya dulu waktu kecil pengen jadi arsitek. Tapi karna ada sesuatu, akhirnya gue mutusin buat masuk kedokteran." Genie menghela napas dengan susah payah lalu menatap kosong ke depan. "Gue sekarang pengen jadi dokter biar bisa bantu banyak orang. Bisa ngobatin mereka. Bisa nyelametin mereka. Biar mereka nggak bernasib sama kayak gue."

"Bernasib sama kayak lo?" Clara mengernyit. "Maksudnya?"

Genie menoleh ke temannya kemudian tersenyum pahit. "Maaf, Ra. Soal itu, gue nggak bisa cerita ke elo sekarang."

Clara mengangguk mengerti lantas menepuk bahu cewek di sampingnya. "Jin, mungkin kita baru kenal seminggu ini, tapi gue berharap banget kita bisa sobatan. So, kalo ada apa-apa, lo bisa cerita sama gue kapanpun. Yah, meski ntar gue nggak bisa ngasih solusi, seenggaknya lo bisa ngungkapin apa yang lo rasain," katanya seraya mengulas senyum. "Tenang! Gue bukan orang yang suka ember. Gini-gini gue bisa jaga rahasia temen."

Flower & The BeastTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang