PART 30

698 46 8
                                    

Follow me on
IG: @rachmafadil

Vote & komen please!
Jangan jadi silent readers!

Please VOTE + COMMENT + SHARE!
It means a lot to me... :)

Happy reading... 😊

Kantin kampus siang ini sedang ramai-ramainya. Genie dan ketiga temannya duduk di salah satu sudut kantin yang biasa ditempati Arsen, Willy, David, dan Reynald. Cewek itu saat ini sedang mengangkat sesendok nasi goreng ke arah mulutnya ketika tiba-tiba tangannya digenggam dan ditarik pelan ke samping kiri. Nasi goreng itu pun masuk ke mulut orang lain. Siapa lagi orang itu kalau bukan Arsen? Dilihatnya cowok itu menatapnya dan tersenyum tanpa dosa.

"Ish, Kak Arsen ganggu orang makan aja!" decak Genie sebal. "Pesen sendiri kenapa?"

Arsen, yang duduk di sebelah Genie, menarik kepala ceweknya lalu menciumnya. "Lebih enak makan sepiring berdua, flower." Dirangkulnya pinggang Genie posesif. Willy, David, dan Reynald ikut mengambil tempat duduk yang masih kosong di dekat Gladys, Jessica, dan Clara.

"Iyuuuh... Sejak kapan lo jadi dangdut banget gini, Sen?" tanya Willy bergidik lebay. Arsen langsung menoleh dan menatapnya tajam "Woaaah... Calm down, dude!" Willy mengangkat telapak tangannya di depan dada.

"Shut your fucking mouth!"

"Kak Arsen, don't curse!" Mendengar umpatan kasar cowoknya, Genie berseru memperingati.

Arsen menoleh ke Genie kemudian melingkarkan tangan kirinya ke pinggang cewek itu dan bertaut dengan tangan kanannya hingga menjadi sebuah pelukan. Ditempelkan dagu di puncak kepala gadisnya. Tak ayal pemandangan itu bikin semua cewek di kantin iri. Melihat gimana Arsen memperlakukan Genie dengan sangat spesial membuat mereka ingin berada di posisi cewek itu. Meski cuma sehari.

"Sorry, flower. Tapi Willy yang cari gara-gara duluan. So, he deserves it."

"But still, it's not good," tukas Genie.

Arsen memutar bola mata. Ia lupa kalau ceweknya ini cewek baik-baik. Jadi tidak mungkin seorang Genie suka mendengar kata-kata kasar. Karena tak ingin memperpanjang masalah, akhirnya cowok itu mengalah. Diciumnya sekali lagi kepala gadisnya.

"Okay, okay, I won't say it anymore."

Willy, Reynald, dan David mengulum senyum geli melihat interaksi kedua pasangan paling fenomenal Marcient di depan mereka. Sebagai ketua geng, Arsen terbiasa mengatur dan memerintah. Makanya sewaktu melihat gimana Genie menasehati Arsen dan cowok itu mau menurut membuat mereka tak percaya kalau gadis itu ternyata berefek besar pada seorang Arsen yang notabene nggak suka diperintah, apalagi diatur-atur.

"Oya, kamu habis darimana, Kak? Kok lama ke sininya?" tanya Genie sebelum kemudian meneruskan kegiatan makannya yang tertunda gara-gara Arsen.

"Tadi ada urusan bentar," jawab Arsen singkat.

"Tadi lo jadi ketemu sama Grace di kelas, Sen?" sahut Willy.

Mendengar nama Grace disebut, Genie tak pelak menoleh ke Willy. Sedangkan Arsen menggeram dalam hati. Padahal dirinya sudah berhati-hati saat bicara supaya tidak menyebut nama Grace. Dia tidak mau Genie salah paham. Tapi temannya itu kayaknya nggak sadar situasi. Willy sialan! umpat Arsen kesal.

Lagi-lagi Arsen melemparkan tatapan tajamnya ke Willy. "Bisa diem nggak lo?!"

Genie menoleh ke Arsen. "Kak Arsen tadi nemuin Kak Grace?" tanyanya penasaran. Rasa gelisah, takut, cemburu, dan sesak bercampur aduk di hatinya.

Arsen menoleh ke samping sembari mengeratkan lingkaran tangan kanannya di pinggang ceweknya. "Flower, jangan salah paham! Aku tadi cuma ngasih peringatan ke dia buat nggak macem-macem lagi sama kamu." Ia bahkan malas menyebut nama Grace.

"Apa itu musti dilakuin di dalem kelas?" tanyanya lagi sambil menunduk. Suaranya kini memelan. Genie kembali merasa insecure.

Arsen menangkup pipi kanan gadis itu. "Flower, hey, look! Look at me!" Diangkatnya pelan wajah Genie supaya kembali menatapnya. "Nggak terjadi apapun di kelas tadi. Nggak ada. Aku sama dia nggak ngelakuin apa-apa. Kalo kamu nggak percaya, kamu bisa tanya sama Reynald. Tadi dia liat dari luar kelas. Anak-anak lain juga pada liat lewat jendela."

"Iya, Gen. Arsen sama Grace nggak ngapa-ngapain. Tadi cowok lo cuma ngasih peringatan aja sama tu cewek." Melihat perubahan raut muka Genie yang mendadak murung, Reynald pun turun tangan. "Tenang aja! Gue jamin Arsen nggak bakal macem-macem. Soalnya dia sukanya cuma sama lo." Cowok itu lalu menunjuk Willy dengan menekan lidahnya ke pipi kanan sehingga pipinya agak menggembung "Nah, kalo cowok lo tu kayak ni anak satu, baru lo kudu siap siaga dua puluh empat jam non-stop. Soalnya kalo enggak, mulutnya suka nyosor kemana-mana. Kalo perlu, iket dia di bawah pohon beringin!"

"Heh, ketek badak, maksud lo apaan ngomong kayak gitu!" Willy berseru tak terima. "Mending sekarang lo ngaca! Noh ada kaca di sana." Ditunjuknya cermin yang tertempel di atas wastafel dengan dagu. "Mulut lo juga suka nyosor kemana-mana."

"Seenggaknya gue masih bisa setia sama satu cewek. Nggak playboy kayak lo."

"Emang kapan lo setia sama cewek? Perasaan gue nggak pernah liat lo jalan sama pacar lo deh."

Reynald mengedikkan bahu cuek. "Ya cuma belom aja." Cowok itu kemudian menoleh dan menatap Clara. "Besok kalo gue udah punya pacar, gue bakalan setia kayak si Bos." Clara yang merasa ditatap langsung menoleh ke arahnya. Tak pelak pipi cewek itu bersemu merah. Malu, ia lalu menundukkan kepala.

David, yang melihat Reynald menatap lekat-lekat gadis di depannya, meraup muka temannya itu. "Matanya biasa aja."

"Apaan sih lo, codot?" Reynald menatap David jengkel.

Genie tergelak melihat ketiga teman Arsen, begitu juga Gladys dan Jessica. Sedangkan Clara belum berani mengangkat muka. Arsen yang melihat ceweknya tertawa refleks menyunggingkan senyum. Ditariknya kepala Genie ke dadanya lalu dikecup puncaknya.

"Sekarang kamu percaya kan kalo aku nggak ngapa-ngapain sama tu cewek?" tanyanya sambil mengusap rambut gadis itu. Genie tersenyum lalu mengangguk.

Di tengah-tengah gelak tawa mereka, tiba-tiba satu panggilan masuk terdengar. Suara itu berasal dari ponsel Arsen. Arsen mengambil benda persegi pipih tersebut. Matanya menyipit ketika melihat nomor tidak dikenal muncul di layar. Cowok itu menerimanya kemudian menempelkan ponsel di telinga.

"Halo."

"Besok malem jam sebelas." Suara Axel! Tubuh Arsen seketika menegang. Matanya menajam. David, Reynald, dan Willy menatapnya waspada. "Gue tunggu di jalan Kemerdekaan Selatan. Gue yakin lo pasti tau tempat itu. Jangan lupa bawa cewek itu ke sana!" Sambungan telepon langsung terputus.

"Brengsek!" Arsen mendesis pelan.

Genie menatap penasaran. "Ada apa, Kak?"

Arsen menghela napas, berusaha menetralkan emosinya. Ia lalu menoleh ke Genie. "Flower, habis kuliah ikut aku bentar ya! Ada sesuatu yang harus aku omongin sama kamu."

Sejenak Genie bergeming. Tapi perubahan raut muka serta sikap Arsen dan rasa penasaran yang menyergapnya membuat cewek itu akhirnya menganggukkan kepala.

Vomment ditunggu ya.

Jangan bikin sepi kolom komennya.

See you in next part... :D

Flower & The BeastTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang