Follow me on
IG: @rachmafadilVote & komen please!
Jangan jadi silent readers!Please VOTE + COMMENT + SHARE!
It means a lot to me... :)Happy reading... 😊
Dua hari berlalu sejak kejadian di rumah sakit. Dan dua hari itu, Arsen tidak berangkat kuliah sehingga keadaan di kampus terasa sangat tenteram. Jauh dari hingar-bingar keonaran dan kerusuhan yang sering dilakukan cowok itu. Dosen-dosen pun bisa mengistirahatkan jantung mereka untuk sementara.
Begitu juga dengan Genie. Cewek itu berharap pagi ini Arsen nggak berangkat lagi. Ia malu ketemu sama cowok itu. Jujur, pasca pelukan dan ciuman itu, jantung Genie selalu berdegup kencang dan mukanya memanas tiap kali mengingatnya.
Tapi sayang, harapannya kali ini pupus karena Genie baru saja melihat sosok yang sangat ingin dihindarinya. Sosok itu paling mencolok di antara para cowok karena penampilannya. Kemejanya yang tidak dikancing hingga memperlihatkan kaos hitam tanpa lengan sebagai dalaman, kerahnya yang dibiarkan berdiri, celana jeans yang robek di bagian kedua lututnya, dan rambut cokelat tebalnya yang dibiarkan berantakan. Sebuah kalung rantai yang tergantung di leher dan tindikan di telinga kirinya menyempurnakan penampilan Arsen sebagai preman kampus.
Didukung dengan badannya yang tinggi menjulang dan mukanya yang teramat ganteng. Terlalu ganteng sampai-sampai mata semua siswi terus mengikuti cowok itu dan tak sedetik pun memalingkan pandangan. Dari sejak cowok itu melepas helmnya sampai sekarang berada di koridor bawah dan berjalan ke arah ruang kelasnya bersama ketiga teman sahabatnya yang juga cakep. Siapa lagi kalau bukan Reynald, Willy, dan David? Meski level ketampanan mereka masih di bawah Arsen, tapi lumayanlah buat dijadikan pacar atau sekedar gandengan buat diajak hangout. Seenggaknya muka mereka nggak pas-pasan. Alias masih di atas standar. Begitu yang sering cewek-cewek pikirkan.
Genie yang berada di pinggir lapangan basket mendadak merasakan aura gelap melingkupi kampus. Bulu kuduknya seketika meremang. Ia lantas menoleh ke kanan-kiri, mencari sosok yang memancarkan aura itu. Detik kemudian, matanya menangkap sosok tersebut. Diperhatikannya kini sosok itu berjalan santai dengan teman-temannya. Satu tangannya dimasukkan ke dalam saku celana dan tangan satunya menarik batang rokok yang terselip di bibirnya. Sebuah jaket hitam tersampir di pundak kiri. Sedangkan tas ranselnya tersampir di pundak kanan.
"Sekali preman, selamanya tetep bakal jadi preman." Genie mendengus.
Clara yang duduk di sebelahnya menoleh ketika mendengar gumaman Genie. "Preman? Lo lagi ngomongin siapa sih, Jin?"
Gelagapan, yang ditanya balik menoleh ke arahnya. "Hah? Nggak. Nggak. Bukan siapa-siapa."
Alis Clara bertaut. Ia tak percaya kata-kata temannya itu. Dan tak lama kemudian, matanya pun menangkap sosok yang dimaksud Genie. Satu seringaian muncul di bibirnya saat dilihatnya sesosok cowok yang berjalan di koridor bersama ketiga temannya.
"Hell yeah... Kak Arsen is fucking haaaaawt." Clara heboh sendiri.
Genie memutar bola matanya jengah. "Mulai deh," cibirnya.
"Heh, liat deh, Jin! Kak Arsen keren banget ya?" ujar Clara seraya menepuk-nepuk lengan temannya. "Penampilannya itu lho, wow banget. Macho abis. Nggak kuat gue liatnya."
"Biasa aja. Masih gantengan Kak Paxie kemana-mana," ujarnya cuek.
"Masa?"
"Iya."
"Nggak percaya gue."
"Serah lo deh."
"Cieee.... Ganti gebetan nih ceritanya?" goda Clara sambil cengengesan.
"Apaan sih? Gue nggak ganti gebetan. Gue masih suka sama Kak Paxie ya."
"Udah deh, nggak usah bohong. Gue tau lo sekarang lebih merhatiin Kak Arsen daripada Kak Paxie."
"Dih, sok tau lu."
"Gue emang tau, lagi. Jadi nggak perlu pake sok," ujar Clara. "Buktinya dua hari kemaren pas nonton Kak Paxie latian basket, mata lo nggak fokus ke lapangan. Malah beberapa kali gue liat lo kayak lagi nyari-nyari orang. Nah, yang lo cari itu Kak Arsen, kan? Ya, kan? Ya, kan? Ngaku lo!"
"Ish, siapa juga yang nyariin dia?"
"Halah! Nggak usah ngelak deh! Iya juga nggak pa-pa. Toh Kak Arsen ganteng banget gitu."
"Apa kata lo deh, Ra."
Genie misuh-misuh dalam hati. Jujur, dua hari kemarin dia memang nggak bisa fokus menonton Paxie latihan karena matanya terus-menerus memindai halaman depan kampus. Mencari-cari keberadaan Arsen. Tapi itu bukan karena Genie mengharapkan kehadirannya. Ia cuma mewanti-wanti kalau mendadak cowok itu muncul dan mengganggu pujaan hatinya seperti waktu itu. Kan kampret.
Gara-gara terus memikirkan Arsen, tanpa sadar Genie menengok ke arah koridor. Ditatapnya Arsen yang masih berjalan dengan para sahabatnya. Seorang cewek cantik bertubuh seksi bergelayut manja di lengannya. Entah kenapa hati Genie mendadak sesak melihat pemandangan itu.
Merasakan tatapan seseorang, seketika Arsen menoleh. Akhirnya mata mereka bertubrukan. Tercekat, Genie langsung memalingkan muka ke arah lain. Tiba-tiba dirasakannya panas menjalari wajahnya dan degup jantungnya yang bertambah cepat. Ingatan akan kejadian tiga hari lalu di rumah sakit kini menghampirinya dan membuatnya tidak fokus saat Clara memanggilnya.
"Genie." Clara berdecak kesal. Ini sudah ketiga kalinya ia memanggil temannya itu. "Genie!" Karena nggak ada respon dari orang yang duduk di sampingnya, tak ayal cewek itu berteriak.
"Hah?!" Yang dipanggil menoleh. "Ada apa, Ra?"
"Ada apa, Ra?" Clara mencebik sebal dengan menirukan ucapan Genie. "Heh! Lo kenapa, sih? Bengong aja. Mikirin Kak Arsen ya lo?"
"Nggak. Siapa juga yang mikirin dia?"
"Bohong. Tadi gue liat lo merhatiin Kak Arsen."
"Apaan sih, Ra? Orang gue nggak bohong juga." Genie berusaha mengelak.
"Lo pikir gue percaya?"
"Apa kata lo, deh."
Jengah, Genie kembali memandang ke depan. Ke arah Paxie dan teman-temannya yang masih setia mendrible bola. Tapi pikirannya lagi-lagi tak ada di sana. Semua hal tentang Arsen dan kejadian malam itu terus memenuhi kepalanya.
Vomment ditunggu.
See ya... :)
KAMU SEDANG MEMBACA
Flower & The Beast
ChickLit(Sebagian part diprivate. Silakan follow untuk membacanya!) Warning: 18+ Genie, mahasiswi yang berhasil masuk ke universitas swasta elit lewat jalur beasiswa. Selama menjadi mahasiswi di sana, keinginannya cuma dua, yaitu bisa belajar...