Anita terus mengetik dengan cepat sambil mengertakkan giginya. Dia kesal setengah mati karena pelecehan yang dilakukan atasannya, tapi juga sedikit merasa galau karena kalau mengundurkan diri berarti dia harus memulai untuk mencari pekerjaan lain. Padahal saat ini dia berencana untuk menjemput putrinya agar bisa tinggal bersama. Setelah yang terjadi, sekali lagi rencananya tertunda.
Dijawabnya beberapa email yang masuk sambil menahan gusar di hati, dan sedikit terselip rasa syukur karena dia tidak harus ikut dalam rapat penting dengan orang pusat, karena di saat terakhir, tadi ada pemberitahuan untuknya tetap bekerja di posnya. Dia tidak yakin akan bisa bekerja dengan emosi terkendali jika harus lebih lama lagi duduk di sebelah sang atasan yang berengsek.
Seorang pria muda berwajah manis masuk ke ruangannya dan menghampirinya sambil tersenyum. "Maaf, Mbak Dianita Pramesti?" sapanyà.
Anita mengangguk. "Saya. Bisa saya bantu, Pak?" tanyanya sambil menghentikan pekerjaan. Sedikit jengkel karena pekerjaannya terinterupsi, tetapi tetap bisa tersenyum profesional.
Dia berencana mengundurkan diri begitu rapat siang ini selesai dan harus merapikan semua pekerjaan agar siapa pun yang nanti jadi penggantinya tidak akan menemui kesulitan. Sekarang malah ada interupsi segala....
"Oh." Pria itu tersenyum lebar. Dia menyodorkan sebuah memo di kertas kaku berwarna peach. "Saya Dimas, HRD dari kantor pusat. Mbak diminta menghadap Pak Sam, atasan saya. Saat ini Pak Sam ada di ruang meeting 403. Tolong perlihatkan ini pada asistennya yang menunggu di depan ruang meeting. Maaf karena saya harus mendampingi Presdir jadi tidak bisa mendampingi Mbak Dianita."
Anita menerima memo itu dengan hati berdesir. Sam? Sambil tersenyum sendiri, Anita berusaha mengusir pikiran anehnya. Kenapa terlalu banyak orang yang bernama Sam di dunia ini?
"Baiklah. Saya segera ke sana. Terima kasih, Pak."
Pria muda itu tersenyum manis, terlihat jelas kalau dia ingin Anita melihat kalau ada ketertarikan yang ditunjukkannya, tapi sayang, gadis itu mengabaikannya.
Bergegas Anita segera menuju ke ruang yang disebutkan, dan saat tiba di sana, dia disambut seorang wanita baya yang masih terlihat cantik, yang tersenyum ramah kepadanya.
"Selamat siang, bisa dibantu, Mbak?" Wanita baya itu bertanya ramah.
Anita membalas senyumnya, lalu menyerahkan memo yang tadi dia terima. "Barusan Pak Dimas mengatakan kalau saya diminta menemui Pak Sam sekarang juga ... ini memonya."
Wanita baya nan cantik itu menerima memo dari Anita, membaca dengan saksama, lalu mengangguk. "Mbak Dianita, Anda memang sudah ditunggu Pak Sam di dalam. Silakan ikut saya."
Melangkah mendahului Anita, wanita itu membuka pintu. "Dianita Pramesti datang menghadap, Pak," katanya memberi tahu orang yang ada di dalam.
"Persilakan dia masuk, Bu Tris. Terima kasih." Sebuah suara yang enak didengar menyahut dari dalam.
Wanita baya yang dipanggil Bu Tris itu memberi tanda pada Anita untuk masuk, dan sambil tersenyum tipis Anita menurutinya. Saat dia masuk, pintu pun ditutup di belakangnya.
"Mbak Dianita Pramesti?"
Anita menoleh ke arah pemilik suara, seorang pria berwajah tampan dan berkarisma, berusia empat puluhan, dengan tatapan mata teduh tetapi mampu memengaruhi lawan bicaranya. Pria itu berdiri dekat dengannya, mengamatinya dengan tenang.
Anita mengangguk sopan, tanpa sadar merasa lega karena tidak melihat Samudra sebagai pria yang dipanggil Sam sejak tadi dalam ruangan itu. Sebuah perasaan yang benar-benar bodoh.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Hand In Yours
RomanceMasa lalu ada di belakang, tertinggal bersama dengan segala pahit dan manisnya. Tapi kamu adalah masa depanku, dan saat tanganku ada dalam genggamanmu, aku adalah seorang pemenang. Menang dalam perang yang bernama...masa lalu. Karena cerita ini suda...