Rindu

19.4K 2.6K 124
                                    

"Ada apa?" Anthony bertanya saat melihat Adrian yang tampak sangat murung.

Adrian menoleh. "Laras ... kecelakaan," jawabnya dengan suara bergetar.

Anthony membelalak. "Kecelakaan?" tanyanya dengan panik. "lalu kenapa kakak masih di sini?"

Adrian menghela napas. "Memang harus bagaimana? Aku harus menemuinya, tapi dia tidak akan mau menemuiku. Lagipula ... menurut Anita dia tidak apa-apa."

"Bagus kalau tidak apa-apa. Tapi jangan bodoh! Kalau dia memang tidak ingin menemuimu, Kakak bisa melihatnya diam-diam. Ayo!" Cepat Anthony menarik tangan Adrian yang seperti orang tolol membiarkan dirinya diseret begitu saja.

"Kita belum punya tiket pesawat...."

Anthony menoleh dan menatapnya dengan tatapan heran. Kenapa kakaknya jadi bodoh begini? batinnya. Namun, dia tidak mengeluarkan apa yang ada di dalam pikirannya karena iba.

"Kita pakai jet Smith Goldwig, masih ada di bandara," katanya.

"Lalu rapatnya?"

"Persetan dengan rapatnya!"

Dengan tampang dungu Adrian mengangguk-angguk. "Oh ... oke."

**********************************
Sopir Adrian sudah menjemput dengan mobilnya saat Anthony dan kakaknya yang sedang linglung itu sampai di Jakarta. Cepat mobil meluncur menuju ke rumah sakit yang sempat disebutkan Anita. Namun, saat tiba di rumah sakit tersebut, Adrian malah meminta sopir untuk memarkir mobil tak jauh dari instalasi tempat Laras seharusnya dirawat, dan tetap duduk dalam mobil.

"Kak ...."

"Aku tidak punya cukup nyali untuk menemuinya, Thony. Kita di sini saja. Toh, katanya Laras sudah dibolehkan pulang. Atau mungkin dia malah sudah pulang," kata Adrian getir.

Anthony termangu. Dengan perasaan tak tega dia mengulurkan tangan dan menepuk punggung tangan Adrian.

Saat itu sang supir melirik spion untuk melihat wajah majikannya yang mendung dan ekspresinya dipenuhi tanya. Terbiasa tidak berkomentar, dia melemparkan pandangan ke arah gedung rumah sakit dan mengerjap.

"Lho ... itu Bu Vera, dan itu ... bukannya itu Neng Laras, Pak Adrian, Pak Thony?" tanyanya heran.

Berbarengan Anthony dan Adrian melihat ke arah yang ditunjuk sang supir.

"Benar, itu Laras, Kak. Lihat, dia sepertinya tidak apa-apa, dan ... wow, ada ayah dan ibunya di situ."

"Jangan sampai mereka melihat kita," tukas Adrian. "Pak Manan, kita pergi sekarang. Langsung ke rumah saja, cepat."

Patuh, Pak Manan mengemudikan mobil meninggalkan parkiran rumah sakit. Yang tidak diketahui mereka, Laras sempat melihat mobil itu dan mengerutkan kening heran.

***********

Anthony menghela napas letih. Dia sudah sampai di batas kekuatannya saat turun dari mobil.

"Kamu tidak pulang?" tanya Adrian sambil ikut turun dari mobil.

Anthony memberikan tatapan mencela. "Aku lelah. Aku akan menginap di rumah Kakak," jawabnya. Dengan langkah terseret dia memasuki rumah dan melemparkan dirinya ke sofa di ruang keluarga.

Adrian sendiri langsung masuk ke kamar kerjanya. Anthony sempat mendengar kakaknya itu bicara dengan Pak Broto, kepala pelayannya, sebelum kemudian hening. Berat Anthony menghela napas.

Hari sudah menjelang malam saat dia dan Adrian sampai di rumah Adrian setelah dengan konyol melarikan diri dari Laras. Meski dalam hati mencela Adrian yang tidak memiliki keberanian untuk menemui kekasihnya, Anthony sadar, dia pun sama payahnya. Terlalu pengecut untuk berbicara dengan wanita yang dipedulikannya.

My Hand In YoursTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang