"Katakan saja," Adrian berkata tiba-tiba. Wajahnya yang kuyu dengan rahang kemerahan karena tinju Anthony tampak mengarah ke jendela, memandang jauh ke luar. Namun, sepertinya dia menyadari tatapan intens yang sedari tadi diberikan Anthony.
"Apa Kakak menikmatinya?" tanya Anthony.
Adrian menghela napas. Beberapa saat dia diam, sebelum menjawab dengan mantap. "Ya."
Seperti banteng mengamuk, sebuah tinju kembali dilayangkan Anthony, dan tepat mengenai sisi kepala Adrian, lalu disusul tinju lain hingga terus berulang tanpa ada balasan sama sekali. Anthony semakin kalap, dan ketika akhirnya dia berhenti, itu karena tangannya sudah terasa seperti remuk.
Adrian terkulai lemas di cengkeraman Anthony yang berusaha menahan sengal napasnya. Dengan frustrasi dia berteriak dan melemparkan Adrian ke dinding ruangan. Kakaknya itu terkapar di lantai dengan wajah penuh luka. Hidung mancungnya mengucurkan darah segar yang mengotori kemejanya yang putih bersih, sementara rambutnya berantakan. Anthony menatapnya dengan tatapan terluka, dan setelah beberapa saat dia mendekat, lalu mengulurkan tangannya untuk membantu Adrian bangkit.
Lemas Adrian menyambut uluran tangan Anthony, tapi dia tidak berdiri dan tetap duduk di lantai, bersandar pada dinding. Wajahnya penuh keputusasaan. Dengan benak kacau, Anthony duduk di sebelahnya.
"Bagaimana Kakak bisa melakukan itu? Apa waktu itu Kakak sudah menikah? Apa Kakak sedang membalas perselingkuhan Mariska?" tanyanya dengan nada kecewa.
Adrian menghela napas. Dengan manset kemejanya dia menyeka darah yang masih mengucur, meski itu tidak menghentikan pendarahannya.
"Belum," jawabnya. "Aku belum menikah dengan Mariska. Itu adalah malam pertunanganku, sebelum acara pemberkatan di gereja."
Anthony mengerutkan keningnya. "Bagaimana bisa? Di malam sebelum pernikahan?" bisiknya tak percaya.
Adrian menghela napas. "Aku kira dia Mariska yang sedang menggodaku. Aku terlalu mabuk bahkan untuk membedakan gaun yang mereka pakai."
Anthony tertegun. Dia menoleh dan menatap Adrian. "Dia menjebakmu?"
Adrian mengerjap. Tapi tidak menjawab.
Anthony menghela napas dan menenangkan dirinya. Berusaha untuk menganalisa kejadian yang mengejutkan itu. Jadi ... Adrian bahkan tidak mengenali Vera, dia tidak berselingkuh dengan sengaja. Ya Tuhan ... dia memukuli kakaknya untuk sebuah kesalahapahaman!
"Kapan Kakak tahu kalau itu Vera?" tanyanya lagi untuk meyakinkan diri.
Adrian kembali mengusap darahnya yang mengucur. "Keesokan paginya. Dia berbaring di sebelahku dan mengucapkan selamat pagi," jawabnya.
"Pelacur!" Anthony memaki.
Beberapa saat hening, dan kedua kakak beradik itu terus duduk dan tenggelam dalam pikiran masing-masing, sampai Anthony kembali bertanya.
"Kenapa Kakak tidak memberitahuku? Apakah Mariska tahu?"
Untuk pertama kalinya sejak tadi, Adrian menatap Anthony seolah Anthony baru memberitahunya kalau matahari terbit dari Barat. "Apa yang harus kukatakan? Hey, Anthony, aku meniduri selingkuhanmu yang kebetulan adalah istri orang, dan kebetulan juga adalah kakak iparku, begitu?"
Anthony termangu, lalu tiba-tiba tawanya meledak. Adrian pun terpancing dan tersenyum kecil. Sekali lagi dia mengusap darah dari hidungnya, menghela napas dengan susah payah karena sakit di hidungnya mulai menyiksa.
"Aku sendiri bingung harus bagaimana saat itu. Tidak tahu harus melakukan apa, jadi aku menemui Mariska dan memberitahukan semua. Kupikir ... mungkin sebaiknya tidak meneruskan pernikahan. Tidak kusangka Mariska menolak, dia bertekad untuk meneruskan pernikahan kami ... dan begitulah."
KAMU SEDANG MEMBACA
My Hand In Yours
RomanceMasa lalu ada di belakang, tertinggal bersama dengan segala pahit dan manisnya. Tapi kamu adalah masa depanku, dan saat tanganku ada dalam genggamanmu, aku adalah seorang pemenang. Menang dalam perang yang bernama...masa lalu. Karena cerita ini suda...