Perbincangan dengan para bos

33.5K 4.1K 223
                                    

"Jadi Pak Thony akan mengambil alih Angkasa Batam?" Anita bertanya dengan heran sambil memotong daging di piringnya.

"Ya. Aku akan lakukan apa pun untuk memulihkan perusahaan itu, meski itu berarti aku harus siap kehilangan uang miliaran, Nita," jawab Anthony sambil memasukkan potongan daging ke mulutnya.

Anita tercenung. "Apa Da Vinci yang akan Pak Thony jadikan sebagai penjamin?"

Anthony mengangguk. "Kalau aku tidak memasukkan Da Vinci, pemegang saham tidak akan bersedia menunggu pembayaran bagian mereka dan akan menuntut Om Herman untuk membayar segera," jawabnya lagi. "Kasihan Om Herman, perusahaan itu dibangunnya dari nol, dan aku enggak tega kalau dia sampai harus kehilangan."

Anita mengangguk-angguk. Dia mengulurkan tangannya, dan menepuk punggung tangan Anthony. "Pak Thony itu baik bukan main, cuma sayang ... kadang enggak dewasa," katanya dengan mimik hangat.

Anthony merengut. "Kamu aja yang enggak pernah bener-bener noticed kedewasaan aku, Nita," rajuknya.

Anita tersenyum. "Oh ... masa sih?" godanya. "Saya pernah kok ngerasain kedewasaan Pak Thony," bisiknya kemudian dengan nada rendah. Matanya berkilau genit.

Anthony tersedak dan menatap Anita dengan mata terbelalak. "Kamu ngomong apaan sih Nita? Kamu lagi ngomongin ... ngg ... yang dulu ya?" balasnya berbisik.

Anita mengerutkan keningnya. "Yang dulu mana? Saya cuma merujuk ke setiap saat Pak Thony menghibur saya, dan jadi pendengar yang baik buat saya kok. Kan kalau lagi begitu Pak Thony dewasa banget tuh. Cuma ... ya itu, jarang banget kejadiannya," kilahnya.

Mulut Anthony langsung mengerucut.

"Pak Thony tahu tidak? Pak Thony mirip sekali dengan anak itu, suka cemberut kayak begini," tawa Anita.

"Anak itu siapa?" Anthony mengerutkan kening.

"Laras, anak baru itu. Cuma ... kalau Laras sih pantas, karena dia memang masih kecil, tapi kalau Pak Thony?"

"Aku kan cuma cemberut kalau sama kamu, Nita. Kamu kan satu-satunya yang tahu semua soal tentang aku, termasuk sisi burukku," kata Anthony sambil menggenggam jemari Anita.

Anita tertegun mendengar kalimatnya. Sejenak dia merasa seolah melambung, tapi rasa takut terbuai membuatnya langsung tersadar. Dia pun balas meremas jemari Anthony dengan cara biasa sambil tersenyum.

"Aw ... that's so sweet. Thanks. Now, can we continue our disscussion?" tanyanya mengalihkan pembicaraan.

Anthony mengangguk. "Sure," jawabnya sambil menarik tangannya dan kembali menikmati makanan dalam piringnya.

Anita menatapnya sambil berpikir. "Pak Thony, bagaimana kalau Pak Adrian marah soal Angkasa ini? Pak Thony tahu kalau buat Pak Adrian ini adalah semacam buang-buang waktu dan uang?" tanyanya serius.

Sekali lagi Anthony mengerucutkan bibirnya. "Biar saja. Sekali-kali enggak pa-pa, kan, aku membantahnya?"

Anita bedecak cemas. "Tapi ... Pak Adrian kan enggak lihat-lihat kalau mau marah. Dia tidak akan ingat kalau Pak Thony itu adiknya."

Anthony mengerjap-ngerjapkan matanya jenaka. "Ah ... aku terharu kamu khawatir pada nasibku, Nita," katanya.

Spontan Anita kembali teringat pada Laras. Mereka mirip sekali, batinnya.

***********************************

"Kamu Anita, kan?"

Anita menoleh, dan langsung menahan napas saat seorang wanita cantik berjalan menghampirinya. Astaga ... kenapa wanita ini bisa tiba-tiba muncul? Pikirnya.

My Hand In YoursTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang