Dia terbangun dengan kepala pusing luar biasa di sebuah ruangan serba putih, dan bau obat yang pekat di udara. Susah payah Anthony mengangkat tangannya dan melihat jarum infus yang tertancap di situ. Dia mengerang. Akhirnya dia rubuh juga rupanya.
Erangan Anthony membangunkan Anita yang tertidur di kursi tunggu dalam ruangan itu. Sedikit kehilangan orientasi dia mengerjap dan langsung melihat Anthony yang sedang memegangi kepalanya. Kemarahan merayap di benak Anita, teringat kenapa dia bersama Anthony di sini, dengan gerakan lambat dia bangkit dan langsung menegur Anthony dengan suara dingin.
"Kalau kamu marah, tumpahkan langsung padaku, tidak usah menyiksa dirimu."
Anthony menoleh dan menatapnya. "Nita?"
"Apa yang sebetulnya kamu pikir, sih? Kenapa kamu bisa tidak peduli sama badan kamu sendiri sampai kena tipus?" Suara Anita sarat emosi.
Anthony mengerjap. Dia rindu dengan omelan Anita, meski sakit di kepalanya malah terasa lebih berat karena wanita itu memarahinya.
"Saya pulang dulu, Bu Lestari sebentar lagi kemari. Istirahat yang banyak, jangan pikirkan apa pun dulu." Sambil berkata begitu, Anita bangkit dari kursinya dan hendak beranjak.
"Nitaaa." Anthony memanggil dengan nada diseret.
Anita berhenti dan menghela napas. "Ya?"
"Maaf. Aku jahat, enggak seharusnya aku marah sama kamu. Maaf."
Anita tertegun di tempatnya berdiri. Kemarahan luruh seketika. Air mata meluncur di pipinya tanpa dia kehendaki, yang langsung dihapusnya.
"Nita ... aku kangen. Aku mau dipeluk."
Anita pun langsung terisak. Dia berbalik perlahan dan melihat Anthony yang duduk dengan tangan terbuka lebar.
"Peluuukk...." Anthony merajuk sambil mengerucutkan bibirnya.
Pertahanan Anita pun runtuh. Dia melangkah cepat ke arah Anthony, dan masuk dalam lingkupan tangannya. Saat itu juga dia merasa seolah pulang ke rumah.
"Anthony ... maaf," ucapnya di sela tangis.
Anthony mengusap punggungnya. "Aku juga minta maaf. Harusnya aku dengerin kamu dulu."
"Kamu kaget. Enggak pa-pa."
"Aku cinta kamu, Nita."
Anita membeku di pelukan Anthony, lalu dia tersenyum dalam tangisnya. "Aku juga cinta kamu, Thony."
***************
Beberapa hari kemudian.
"Papah ga it tugedel?" Yemima yang baru saja menerima sarapannya bertanya pada Anthony yang sedang bersiap pergi ke kantor.
Anthony mencium pipinya yang bulat. "Enggak bisa, Sayang. Papa harus ke kantor. Nanti malam Papa ke sini lagi, kok," jawabnya.
Yemima tampak berpikir. "Mmm ... Papah lom mau pulang?" tanyanya lagi.
Anthony tertegun, lalu memandang Anita yang tersenyum lembut pada putrinya.
"Papah belum bisa pulang, Mima. Nanti kalau sudah bisa, pasti pulang." Dia menjawab untuk Anthony.
Yemima makin terlihat berpikir. "Napa lom bisa, Mah?" cecarnya.
Anita membelai rambutnya yang halus. "Urusan orang dewasa, Papah enggak boleh bilang," sahutnya tenang.
Raut wajah Yemima langsung berubah, terlihat mengerti. "Oh ... sikit yah, Mah?" Seperti biasa kalimatnya bercampur dengan bahasa Inggris yang lucu terdengar dari lidahnya yang masih cadel.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Hand In Yours
RomanceMasa lalu ada di belakang, tertinggal bersama dengan segala pahit dan manisnya. Tapi kamu adalah masa depanku, dan saat tanganku ada dalam genggamanmu, aku adalah seorang pemenang. Menang dalam perang yang bernama...masa lalu. Karena cerita ini suda...