Pertengkaran

34.1K 3.9K 140
                                    

"Pagi, Ras."

Gadis mungil berambut keriting itu mengangkat wajahnya dan langsung tersenyum lebar, membuat Anita ikut tertular ceria. Meski dia datang dengan suasana hati yang cukup buruk.

"Pagi, Mbak Nita yang cantik luar biasa, yang bikin Laras ngiri sama kakinya yang panjang. Hihihi."

Nah, bagaimana tidak ikut ceria kalau disapa dengan riang begini? Bagaimanapun, Anita tetap perempuan yang juga suka dipuji, kan? Suasana hatinya pun makin membaik, dan dengan sigap dia mengeluarkan sebuah kotak lalu menaruhnya di atas meja Laras.

"Enggak usah ngiri, nih, ada roti. Sarapan dulu, ya?"

Mata Laras membesar kegirangan. "Ampuuun ... Mbak Nita baik banget. Cantik, baik, ah ... Laras kan jadi makin iri. Makasih banyak, ya, Mbak."

Anita tersenyum. "Kamu juga cantik, manis. dan gemesin. Buktinya bisa bikin orang galak meleleh."

Laras mengerjap polos. "Orang galak siapa?"

Anita hanya tersenyum simpul. Pasti si mungil keriting ini belum tahu perasaan Adrian.

"Ya, sudah. Mbak ke ruangan, ya, Ras. Kamu sarapan dulu, masih pagi, kan?"

"Iya. Makasih ya, Mbak Nitaaa...."

"Iya."

"Eh ... sebentar, Mbak Nita. Tadi ada pesan dari Pak Adrian. Katanya dia mau langsung ke gedung sebelah, Mbak Nita disuruh siapin berkas buat rapat nanti siang aja. Katanya Pak Adrian balik sekitar jam sembilan gitu."

"Oh, oke. Berarti Pak Adrian sudah datang? Sudah pergi ke sana?"

"Belum, masih ketemu tamu."

Anita mengerutkan kening, merasa tidak menjadwalkan pertemuan dengan siapa pun pagi-pagi begini. "Pak Adrian ada tamu? Siapa?"

"Bu Vera namanya. Cantik banget, sama cantiknya dengan Mbak Nita. Bedanya, dia kayak ada turunan bule dan cantiknya cewek banget yang agak ...," Laras tampak berpikir sejenak. "Oh ... agak all out gitu, dandannya. Kalo Mbak Nita kan natural, cantiknya bikin adem."

Anita langsung mengacak rambut keritingnya dengan gemas. "Muji melulu! Lama-lama Mbak bisa diabetes gara-gara kamu, Ras. Tapi ... tadi Pak Adriannya mau ketemu Bu Vera?"

Laras mengangguk sambil merapikan rambut keritingnya. "Iya. Tadi Bu Vera datang pagi-pagi, terus dia mau nunggu Mbak Nita untuk dibuatin janji ketemu sama Pak Adrian. Tapi, Pak Adriannya udah keburu datang dan enggak keberatan untuk ketemu dia," jawabnya panjang lebar.

Anita membulatkan bibirnya. "Ooo ... oke."

"Laras boleh sarapan di sini aja, Mbak? Kalo di pantri takutnya meja resepsionis kosong pas tamunya udah keburu mau pulang. Kan ini roti, jadi bisa makan ngumpet-ngumpet."

Anita mengangguk. "Boleh. Ya udah, Mbak ke ruangan, ya. Kalau kebetulan ada OB yang sudah datang, minta tolong bikinin kopi, ya."

"Laras aja, Mbak. Laras kan pinter bikin kopi. Cuma sebentar, kok." Cepat Laras bangkit dari kursinya dan setengah berlari menuju pantri.

Anita tersenyum tipis. Gadis mungil itu periang sekali. Tidak tega rasanya memperlihatkan suasana hatinya yang kembali buruk karena mendengar nama Vera disebut. Apalagi saat kembali terngiang pembicaraan dengan Anthony kemarin yang meninggalkan berbagai pertanyaan hingga dia tidak bisa tidur.

Apakah Anthony benar-benar menyukai Laras?

Sambil menghela napas berat, dia melangkah ke ruangannya, dan sebisa mungkin berusaha fokus. Dinyalakannya komputer, dan sementara menunggu sampai komputer siap dipakai dia mempelajari agendanya. Tak lama terdengar langkah Laras yang riang, dan wajah gadis itu muncul di pintu yang terbuka.

My Hand In YoursTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang