EPILOG

41.2K 2.5K 160
                                    

Met hari Minggu!
Yeeei ... akhirnya sampe juga di bagian paling terakhir alias epilog. Sengaja eike apdet siang2 supaya temen eike yg mau ibadah jangan tergoda dulu. Wkwkwkk....

So, enjoy.

******

Senja mulai menyapa saat Anita dan Anthony selesai membersihkan rumput liar yang tumbuh di makam ayah dan ibu Anita. Di makam Risma, Anita tercenung cukup lama sampai Anthony menyentuh bahunya. Dia menoleh dan tersenyum. Lalu dia kembali menatap nisan Risma.

"Mama ... ini Anthony. Dia yang sudah membuat Nita mampu berdamai dengan masa lalu Nita. Mama enggak perlu kuatir lagi, Nita akan selalu mengingat semua nasihat Mama. Maaf, Nita sadar di waktu semua sudah terlambat. Tapi Mama juga pernah ajarin Nita kalau lebih baik terlambat daripada enggak sama sekali, kan. Mama sama Papa tenang aja di sana, ya? Nita, Aiden, Yemima, dan sekarang Anthony, kami semua akan berbahagia. Mama dan Papa akan selalu ada di hati kami."

"Dan Mama harus tahu, Mama sudah membesarkan seorang wanita yang luar biasa." Anthony menyambung kalimat Anita. "Mama sudah melakukan sebuah pekerjaan yang hebat, dan sekarang putri Mama sudah menjadi istri saya, yang akan selalu saya jaga dan cintai, lebih dari saya mencintai diri sendiri. Mama jangan kuatir. Anita dan saya akan jadi orangtua yang baik bagi Yemima dan anak-anak kami yang lain."

Air mata haru mengalir di pipi Anita dan dia merebahkan kepalanya di dada Anthony.

Angin bertiup semilir, membawa harum bunga kamboja, sementara di sebelah barat, matahari membias indah memberikan semburat jingga yang cerah. Seolah Risma tersenyum memberikan restunya dari tempat di mana dia berada. Anita tahu, dia sudah dimaafkan.

Setahun kemudian

"Mima ... hei, jangan naik-naik ke pohon, dong. Onty enggak bisa manjat lagi sekarang, udah tua." Ajeng berteriak sambil melihat ke atas pohon rambutan yang tumbuh di depan rumah Anita.

Terdengar tawa dari belakang Ajeng, sebelum muncul Anita yang membawa sebuah baki berisi teh dan sepiring kue-kue.

"Apa kabar Mbak Nita kalo kamu udah tua, Jeng?" tanyanya pada Ajeng yang sedang berkunjung bersama dengan calon suaminya yang berasal dari Singapura, untuk menghadiri acara istimewa di rumah Anita di Bogor.

Hari itu adalah ulang tahun Yemima, dan semua keluarga akan berkumpul untuk merayakannya.

Ajeng tersenyum lebar. "Mbak Nita kan enggak bisa tua, lihat aja, lagi hamil juga dari tadi enggak bisa diem," komentarnya.

Anita tertawa. Ajeng benar, meski sedang hamil muda, dia tidak mengalami mabuk seperti wanita hamil pada umumnya, dan masih bisa bergerak dengan gesit, membuat banyak orang yang mengenalnya merasa kagum.

Saat itu terdengar percakapan dari arah samping rumah, disusul dengan kehadiran dua pria bertubuh tinggi. Yang satu Anthony, yang dengan fasihnya berbahasa Mandarin, dan satunya adalah Lee, calon suami Ajeng yang akan menikahi Ajeng beberapa bulan mendatang.

"Nita, Lee akan bergabung dengan Da Vinci untuk pegang bagian riset," Anthony memberi tahu. Dia meletakkan tangannya di bahu Lee, mempersilakan pria asal Singapura itu duduk di salah satu kursi yang sudah disiapkan.

Anita tersenyum. "Oya? Baguslah, jadi kan kamu bisa tenang karena enggak harus ngurusin semua hal," komentarnya.

Anthony mengangguk. "Yups." Dia mengerutkan keningnya melihat Yemima yang sedang bergelantungan di dahan pohon rambutan.

"Why is there a monkey at that tree?" Anthony bertanya.

Yemima langsung menjerit. "I am no monkey, Papah." Dengan gesit bocah lima tahun itu turun dari pohon. Saat itu Ajeng melongo dan tertawa melihat Yemima yang sekarang menyerbu ke ayahnya, lalu merangsek ke rangkulan Anthony yang tertawa-tawa.

My Hand In YoursTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang