Anita sedang menyiapkan berkas yang akan digunakan dalam rapat direksi siang ini saat Anthony memasuki ruangan dengan wajah kusut, dan langsung duduk di hadapannya. Pria tampan itu meletakkan kepalanya di meja dan membenturkannya beberapa kali.
"Pusing aku, Nita," keluhnya.
Anita menatapnya iba. "Pak Thony kenapa? Ada apa sebenarnya?" tanyanya.
Anthony masih membenturkan kepalanya ke meja Anita sampai Anita meletakkan telapak tangannya tepat di tempat kepalanya beradu dengan meja yang keras, menghindarkan kepala Anthony dari benturan.
"Pak Thony...."
Anthony menghentikan tindakannya yang kekanakan, lalu menatap Anita. "Kamu tahu kalau aku cuma bersikap apa adanya di depanmu?" tanyanya tiba-tiba.
Anita tertegun. Tidak mengira kalau pertanyaan seperti itu yang akan ditanyakan Anthony. "Maksud Pak Thony?"
Anthony hanya tersenyum, lalu kembali meletakkan kepalanya di telapak tangan Anita. "Aku mau bilang kalau aku cuma merasa nyaman dengan kamu, Nita. Kalau saja segalanya berbeda," keluhnya lirih.
Anita mengerjap. Dia sungguh tidak mengerti arah pembicaraan Anthony, tapi seperti biasa, dia hanya diam. Menunggu sampai pria itu sendiri yang merasa nyaman dan siap mencurahkan isi hatinya.
Anthony menghela napas. Dia bangkit dari kursi lalu berjalan ke arah sofa mungil yang ada di ruangan itu dan duduk di sana.
"Aku mau kerja di sini, ya?" pintanya dengan merajuk. "Kamu siapkan saja materi rapat nanti, anggap aku enggak ada. Lagian ... si Ayu ke mana, sih?"
"Ayu kecelakaan, Pak Thony. Dalam perjalanan ke sini dia ditabrak mobil."
"Oy, ya ampun. Maaf. Bagaimana kondisinya?"
"Dia selamat, tapi ada beberapa luka yang lumayan parah. Staf personalia sudah di sana untuk membantu mengurus administrasi rumah sakit, dan nanti sore rencananya saya akan menjenguk bersama dengan Pak Dimas. Mau ikut?'
Anthony berpikir sejenak. "Sepertinya enggak bisa, Nita. Tender reklamasi dan juga masalah suap enggak jelas yang tiba-tiba muncul ini bikin aku lembur, deh. Tolong kamu belikan buket bunga dan buah tangan, ya."
Anita mengangguk dan kembali pada pekerjaannya. Tidak disadarinya, Anthony memandanginya dari tempat dia duduk. Pria itu menghela napas berat, benaknya dipenuhi pertanyaan. Kenapa di sela beratnya kondisi kerja saat ini dia malah dipusingkan dengan rasa penasaran soal hubungan Anita dengan Aiden, pria muda tampan yang kadang tinggal bersamanya? Benarkah mereka sepasang kekasih? Lalu bagaimana dengan Samudra? Apakah Anita sudah benar-benar melupakannya?
Dia pasti sudah gila. Namun, sejak Anita bersikap aneh terkait masalah Laras beberapa hari ini, Anthony sadar kalau cara pandangnya terhadap Anita sudah tidak sama lagi. Dia tidak lagi hanya melihat Anita sebagai sahabat, tetapi juga sebagai wanita yang begitu menarik, sama seperti saat pertama kali bertemu dengannya di Bali. Saat untuk pertama kalinya Anthony benar-benar tertarik pada wanita selain Vera.
"Pak Thony, tim Pak Ray sudah konfirmasi siap dengan materi untuk nanti, ya."
Anthony terperanjat. "Oh ... iya." Hh ... dia harus fokus, bagaimana bisa memikirkan masalah pribadi di saat gawat bagi perusahaan?
*******************
Rapat sedang berlangsung alot, dan Anita sedang fokus dengan notulennya saat muncul notifikasi pesan dari ponselnya. Dia termangu saat melihat nomor Adrian tertera di situ dan memandang bosnya yang balik memandang dari kepala meja tempatnya berada. Mengerjap singkat, Anita pun membuka pesan itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Hand In Yours
RomanceMasa lalu ada di belakang, tertinggal bersama dengan segala pahit dan manisnya. Tapi kamu adalah masa depanku, dan saat tanganku ada dalam genggamanmu, aku adalah seorang pemenang. Menang dalam perang yang bernama...masa lalu. Karena cerita ini suda...