"Muka kamu kenapa, Aid?" Anita bertanya tanpa bisa menyembunyikan kecemasannya.
Aiden menggeleng. "Enggak apa kok, Mbak. Cuma kepentok rak tempat taruh CPU. Biasa, Aiden kan masih baru, jadi masih belum terlalu hafal sama tempat dan sering nabrak sana sini, deh." Aiden menjawab santai, meski wajah tampannya meringis karena kesakitan.
Anita mengerutkan kening. Ada rasa teriris di hatinya mendengar alasan Aiden. Dia tidak yakin kalau Aiden mengatakan yang sebenarnya, karena dia bukan orang bodoh yang tidak bisa membedakan luka karena terbentur benda keras atau luka karena perkelahian. Luka Aiden jelas adalah luka karena perkelahian karena sebagai seorang atlet taekwondo, Anita sering sekali melihat luka seperti ini. Namun, hal terakhir yang akan dilakukan Anita adalah mempertanyakan kejujuran Aiden. Dia yakin, kalau Aiden menyembunyikan kebenaran, pastilah karena ada alasan yang kuat di balik tindakannya.
"Ya sudah. Lain kali kamu hati-hati ya, Aid. Mbak kan ikut nyut-nyutan deh lihat luka kamu tuh. Mana ... ih, kok darah yang di hidung enggak mau berhenti?" gerutunya.
Aiden menyengir. "Yah ... ini karena hidung aku mancung, Mbak. Hidung mancung lebih berisiko kalo kena benturan. Mimisannya susah berhenti," ujarnya sok tahu.
Anita mengerucutkan bibirnya. Berusaha menahan tawa miris. "Mancung atau pesek sama aja, Aid. Mimisan ya mimisan ... ngaco deh, teorinya." Dengan cekatan Anita mengambil kotak obat dan mengobati luka-luka Aiden.
Aiden memejamkan matanya beberapa saat menikmati kelembutan tangan kakaknya, membayangkan kembali Ibunya yang sudah meninggal, karena semua gerak-gerik Anita memang mengingatkannya pada Risma. Lemah lembut, tapi tegas. Dengan spontan Aiden melingkarkan lengannya di pinggang Anita yang kini mekar karena kehamilannya.
"Aiden sayang Mbak Nita. Apa pun yang terjadi, Aiden enggak akan biarin ada yang hina Mbak Nita," bisiknya sambil memejamkan mata.
Anita menggigit bibir, menahan isak yang hampir terlompat. Pun dengan air mata yang hampir meluncur begitu saja di pipinya. Sudah diduganya, luka-luka Aiden pasti ada hubungannya dengan dia. Anita tahu kalau keadaannya yang hamil tanpa ada suami membuat banyak orang bicara buruk tentang dirinya. Aiden juga pasti mengalami masa-masa buruk saat banyak orang bergunjing tentang keadaannya. Adiknya itu kerap kali terluka saat pulang ke rumah pasti karena berkelahi membelanya.
"Makasih, Aid. Mbak juga sayang Aiden," bisiknya lirih sambil dengan lembut mengoleskan antiseptik di luka adiknya. Hatinya mengeluh, kapan semua penderitaannya dan Aiden berakhir?
*************
"Pak Anthony itu gay, Mer. Sedih enggak, gua dengernya? Dua tahun gua ngarep ... eh enggak taunya dia gay. Dia bilang gitu ke pacarnya kemarin. Katanya dia udah berusaha untuk bisa normal, tapi enggak bisa. Huaaa ... patah hati gua. Masak gua kalah saingan sama cowok?" Karyawati cantik bernama Diana itu berkata dengan gaya lebay pada Merry, karyawati bagian HRD yang kemarin mengurus administrasi Anita.
Anita mengerutkan kening mendengar gosip yang diucapkan dengan hampir berbisik oleh dua karyawati penggemar Anthony itu. Kalau Anthony gay, lalu ... bagaimana dia bisa hamil darinya? Seperti ibu-ibu penggemar gosip, Anita lebih menajamkan telinganya untuk mendengarkan kelanjutan percakapan itu dari balik partisi yang memisahkan dirinya dengan kedua karyawati itu.
Saat itu Anita sedang berada di toilet untuk memperbaiki make up-nya. Saat dia masuk ke salah satu kubikel untuk menuntaskan hajat kecil, dua orang karyawati ikut masuk toilet sambil sembunyi-sembunyi bergosip tentang salah satu petinggi perusahaan yang memang cukup tenar itu. Anthony.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Hand In Yours
RomanceMasa lalu ada di belakang, tertinggal bersama dengan segala pahit dan manisnya. Tapi kamu adalah masa depanku, dan saat tanganku ada dalam genggamanmu, aku adalah seorang pemenang. Menang dalam perang yang bernama...masa lalu. Karena cerita ini suda...